Deretan Guru yang Berurusan dengan Polisi karena Dugaan Penganiayaan Siswa

1 November 2024 10:05 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kursi dan menja sekolah. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kursi dan menja sekolah. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Guru kini rentan dipolisikan orang tua murid. Terbaru adalah mencuatnya kisah Supriyani, guru honorer di Sulawesi Tenggara, yang dituduh menganiaya siswanya.
ADVERTISEMENT
Selain kasus Supriyani, kasus serupa juga beberapa kali menimpa guru di berbagai daerah di Indonesia. Berikut ini kumparan rangkum daftar kasus guru yang berurusan dengan polisi akibat dugaan penganiayaan terhadap siswa sepanjang 2024.

1. Supriyani, Guru Honorer di Konawe Selatan yang Dipenjara Akibat Dugaan Penganiayaan Siswa

Guru Honorer SDN 4 Baito Supriyani saat menjalani sidang perdana di PN Andoolo, Konsel. Foto: La Ode Muh Deden Saputra/ANTARA
Supriyani, guru honorer SDN 4 Baito, Desa Wonua Raya, Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, dilaporkan ke Polsek Baito atas dugaan penganiayaan terhadap anak di bawah umur pada April 2024 lalu.
Supriyani sempat ditahan oleh Kejaksaan, tapi kemudian penahanannya ditangguhkan. Kasusnya kini tengah dalam proses sidang di PN Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Dugaan penganiayaan terjadi di sekolah pada Rabu (24/4) sekitar pukul 10.00 WITA. Kemudian, Supriyani dilaporkan oleh orang tua korban ke Polsek Baito pada Jumat (26/4). Laporan polisi itu bernomor: LP/03/IV/2024/Polsek Baito/Polres Konsel/Polda Sultra, tertanggal 26 April 2024.
ADVERTISEMENT
Murid tersebut diketahui merupakan anak anggota Polri. Ibunya bernama Nurfitriana, sementara bapaknya bernama Aipda Wibowo Hasyim yang menjabat Kanit Intelkam Polsek Baito.
Akibat kasus ini, ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi menyebut, PGRI mengusulkan adanya RUU Perlindungan Guru untuk mencegah kasus serupa.
Unifah menjelaskan PGRI baru saja menyelesaikan rapat bersama LKBH Nasional untuk mendorong Kemendikdasmen, Komisi X, bahkan ketua DPR agar bisa menggodok RUU Perlindungan Guru. Pihaknya, kata dia, sudah menyiapkan naskah akademik dan akan bersurat ke DPR dan Kemendikdasmen.

2. Masse, Guru SD di Bombana yang Dilaporkan Akibat Salah Pukul

Kasus guru dan orang tua siswa di Kabupaten Bombana berakhir damai. Foto: Dok. Polres Bombana.
Masse (52), seorang guru SD Negeri 27 Doule di Kecamatan Rumbia, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara dipolisikan usai diduga menganiaya siswanya sendiri. Masse diduga menganiaya siswa kelas 5 SD berinisial RAP pada Rabu (9/10) pagi di lingkungan sekolah.
ADVERTISEMENT
Masse menyebut kejadian itu bermula saat dirinya sedang memeriksa kebersihan ruang belajar di sekolah. Melihat sampah dalam tong sampah belum dibuang, Masse lalu meminta RAP membuang sampah tersebut. Tetapi, anak itu justru pergi karena beralasan tidak bisa mengangkat sampah itu sendiri.
Masse kemudian memegang tangan RAP sembari mencari rekannya agar bisa membuang sampah itu bersama-sama. Namun, RAP tetap tidak mau dan melawan.
“Dia melawan dengan cara menghempaskan tangan saya dan menatap saya dengan wajah geram penuh emosi,” kata Masse dalam keterangan tertulis yang diterima kendarinesia, partner 1001 media kumparan.
Ilustrasi Membersihkan Tong Sampah di Rumah. Foto: Shutterstock
Karena kaget dan terpancing emosi, Masse memegang tangan RAP dan hendak memukul pangkal tangannya. Namun, RAP menghindar dengan menundukkan kepalanya. Akibatnya, pukulan Masse meleset dan mengenai pipi RAP.
ADVERTISEMENT
“Saya kaget karena salah sasaran. Saya pun hanya menyapu dada. Anak itu kemudian lari ke lapangan dan langsung menunjuk saya sembari berkata akan melapor ke bapaknya. Anak itu kemudian ke luar sekolah dan melapor kepada keluarganya,” kata dia.
Setelah kejadian itu, orang tua RAP berinisial FH langsung datang ke sekolah. Di sana, FH protes kepada Masse karena FH mendapat laporan kepala anaknya dibenturkan ke tembok kemudian dipukul.
Merasa bersalah, Masse berupaya menyelesaikan kasus tersebut secara kekeluargaan. Namun tidak ada titik temu. Bahkan Masse tiba-tiba mendapat panggilan dari penyidik Polres Bombana untuk menghadiri panggilan klarifikasi pada Kamis (17/10).
Kasus ini telah berakhir dengan penyelesaian secara kekeluargaan. Proses mediasi dilakukan langsung oleh aparat kepolisian di Polres Bombana, pada Senin (28/10).
ADVERTISEMENT
"Telah dilakukan mediasi perkara kekerasan terhadap anak sesuai dengan laporan aduan yang dibuat oleh orang tua korban yang terjadi di lingkungan sekolah SDN 27 Doule," kata Kasat Reskrim, Polres Bombana Iptu Yudha Febry Widanarko kepada wartawan, Senin sore.
Hasil dari mediasi tersebut, terlapor mengakui perbuatannya kepada korban dan menyampaikan permintaan maafnya kepada orang tua siswa.

3. Zaharman, Guru SMA di Bengkulu Dipolisikan hingga Diketapel Akibat Menegur Siswa yang Merokok

Ketua PGRI Provinsi Bengkulu, Dr Haryadi SPd MM MSi dan rekan saat menjenguk Zaharman di RS AR Bunda Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan. Foto: Dok. Istimewa
Zaharman (58), seorang guru SMAN 7 di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, diketapel oleh Arpanjaya (45), ayah dari PD (16) pada Selasa (01/08) lalu. Penyebabnya adalah Arpanjaya tidak terima atas laporan anaknya yang ditegur karena merokok di kantin sekolah.
Selain diketapel, Arpanjaya juga melaporkan Zaharman ke polisi pada Kamis (3/8). Saat diperiksa, PD membantah tuduhan merokok di kantin sekolah dan menyebut temannya yang melakukan perbuatan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Dari keterangan anak pelaku PD bahwa tuduhan yang disampaikan Zaharman adalah salah. Sebab PD tidak merokok, tetapi temannya yang merokok," kata Denyfita saat dikonfirmasi kumparan, Jumat (4/8).
Ketapel produksi di Little Margo Catapult, Depok, Jawa Barat, Sabtu (24/9/2022). Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
Akibat dikatapel oleh PD, mata Zaharman mengalami kebutaan pada mata sebelah kanan secara permanen. Pihak sekolah juga sudah melaporkan Arpanjaya ke Polsek Padang Ulak Tanding (PUT), Kabupaten Rejang Lebong, atas kasus penganiayaan.
Sementara itu, anak Zarahman, Ilham Mubdi, membenarkan bahwa ayahnya memang menendang anak Arpanjaya di bagian kakiny. Bukan pada area kepala seperti kabar yang beredar di publik. Menurutnya, tindakan itu terjadi spontan karena ayahnya terkejut melihat siswanya merokok di kantin sekolah.
"Benar ayah saya menendang, tapi bukan area fatal seperti kepala, melainkan hanya kakinya saja. Itu pun spontan kayak terkejut aja lihat anak tersebut di kantin sambil merokok. Bukan menendang membabi buta," jelas Ilham.
Pelaku penganiayaan di Bengkulu menyerahkan diri. Foto: Dok. Istimewa
Adapun Arpanjaya sudah menyerahkan diri ke polisi pada Sabtu (5/8) malam. Arpanjaya datang ke kantor polisi didampingi oleh istri dan kerabatnya.
ADVERTISEMENT
"Sebelumnya dia bersembunyi dan sempat menghubungi istri di rumah, terus kami yakinkan agar menyerahkan diri, akhirnya dia mau," ujar kerabat pelaku, John, Minggu (6/8).

4. Guru Hukum Siswa Squat Jump 100 Kali Hingga Tewas

Polisi lakukan ekshumasi terhadap jasad Rindu Syahputra Sinaga yang diduga tewas usai dihukum Squat Jump 100 kali di Kabupaten Deli Serdang, Sumut, pada Selasa (1/10/2024). Foto: Dok. Istimewa
Seorang guru agama SMPN 1 STM Hilir berinisial SW menghukum siswanya, Rindu Syahputra Sinaga (14), akibat korban tidak menghapal nama-nama nabi dalam Alkitab. Hukuman yang diberikan adalah squat jump sebanyak 100 kali pada Kamis (19/9) lalu.
Berdasarkan kesaksian ibu korban, Yuliana Derma Padang, sepulang sekolah, Rindu pengeluh sakit, mulai dari sakit kaki hingga demam tinggi. Rindu sempat dibawa ke klinik. Namun, kondisinya tak membaik. Lalu, ia dibawa ke RS Sembiring di Kecamatan Deli Tua.
ADVERTISEMENT
Nahasnya, Rindu meninggal pada Kamis (26/7) atau satu minggu setelah hukuman ini. Yuliana berkata bahwa anaknya sempat berpesan sebelum meninggal.
ADVERTISEMENT
“Anak saya waktu masih sakit bilang ‘mak kakiku sakit sekali, penjarakan lah guru itu mak biar dia jangan biasa begitu’,” kata Yuliana.
“Jadi kami memohon kepada pihak hukum tolong kasus ini diusut supaya ke depannya tak terjadi seperti ini lagi,” sambungnya.
Menanggapi hal ini, Ombudsman Sumut memanggil kepala Dinas Pendidikan Deli Serdang, Yudi Hilmawan, Kepala Sekolah SMPN 1 STM Hilir, hingga SW, untuk dimintai klarifikasi pada Selasa (1/10).
Pjs Kepala Ombudsman Sumut, James Marihot, berkata bahwa saat ditemui, SW dalam kondiri syok.
"Ibarat kata ada WhatsApp masuk sama dia, (dibilang) kau pembunuh, kau harus bertanggung jawab dan sebagainya gitu kan. Satu sisi dia terbeban mental-lah” sambung dia.
Belum ada update lebih lanjut mengenai kasus tersebut.
ADVERTISEMENT
Reporter: Aliya R Putri