Deretan Pengalaman Kurang Enak Wisatawan Danau Toba Selaras Kartu Kuning UNESCO

25 September 2023 15:42 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Adis saat mengunjungi Danau Toba pertama kali. Foto: Dok. Adis/pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Adis saat mengunjungi Danau Toba pertama kali. Foto: Dok. Adis/pribadi
ADVERTISEMENT
Status Global Geopark Danau Toba yang sudah disandang sejak 2020 terancam karena mereka dapat kartu kuning dari UNESCO, pengelolaannya dinilai belum sempurna.
ADVERTISEMENT
Adis, warga Tangerang Selatan, bercerita tentang kunjungan pertamanya ke Danau Toba pada Juni 2023. Katanya, dia sangat penasaran untuk mengunjungi danau terbesar di Indonesia itu.
Tapi, dia mengaku cukup kaget saat tiba di sana saat melihat fasilitas wisata. Menurutnya, kurang memadai.
“Menurutku sih ya agak-agak ngeri itu kalau buat anak kecil atau dewasa tanpa ada pegangan di sekitar dermaganya, enggak safety, di pinggiran danaunya juga kurang,” kata Adis kepada kumparan, Senin (25/9).

Informasi Minim, Warga Kurang Ramah

Menurut Adis, Danau Toba yang merupakan Global Geopark, juga seharusnya punya papan informasi yang memadai. Sehingga, memudahkan wisatawan lokal maupun mancanegara.
“Papan informasinya juga kurang banyak, ada juga yang enggak ada bahasa Inggrisnya. Kan, di sana ada bule juga ya tamunya. Kalau mau solo travel, masih mikir-mikir deh,” kata Adis.
ADVERTISEMENT
Selain itu, menurut Adis, akses ke Danau Toba juga masih sulit. Minimnya transportasi dan biaya mahal jadi alasan, menurutnya.
Adis juga menceritakan terkait kunjungan pertamanya itu saat bertemu warga lokal di sana. Menurutnya, kurang ramah.
“SDM-nya kurang ramah, kurang senyum,” katanya.
Adis saat mengunjungi Danau Toba pertama kali. Foto: Dok. Adis/pribadi
Meski begitu, jika punya kesempatan lagi, Adis berharap masih bisa berkunjung ke Danau Toba. Menurutnya, Danau Toba adalah wisata yang unik.

Pungli dan Penjual yang Memaksa

Aditya, warga Bandung, juga punya cerita. Aditya juga mengunjungi Danau Toba pada Agustus 2023. Itu pengalaman pertamanya juga.
Aditya bercerita kunjungan pertamanya kurang menyenangkan. Pasalnya, saat baru tiba di sana, dia langsung kena pungli.
“Saat turun dari mobil, pemandangan dan pengalamanku langsung gak enak. Ada tukang parkir liar yang langsung nodong untuk bayar retribusi Rp 20 ribu. Baru tiba, sudah ada pungutan liar,” kata Aditya.
ADVERTISEMENT
Katanya, tak berselang lama usai turun dari mobil. Dia ditawarkan oleh ibu-ibu penjual kacang. Tapi, karena tak mau makan, dia menolak ibu itu. Namun, ibu penjual kacang itu malah menggerutu.
“Ibu itu cukup mengganggu, aku bilang enggak mau beli dulu, dia terlihat menggerutu, kayanya pakai bahasa asli sana,” lanjutnya.
Suasana wisata Danau Toba. Dok: Aditya/pribadi
Aditya juga membandingkan respons warga lokal soal kunjungannya di beberapa lokasi wisata lainnya. Menurutnya, di kawasan Danau Toba, hal ini harus jadi perhatian penting.
“Tapi ada pengalaman yang ku rasa bisa jadi perhatian juga. Di sana, nyaris gak ada senyum dari pedagang, penjual mainan, bahkan tukang parkirnya. Sebelumnya kan aku juga pernah ke Bali, Jayapura, dan beberapa kota lainnya. Mereka itu jauh lebih ngerti bagaimana menyambut wisatawan,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, dari sisi alam, menurut Aditya, alam di Danau Toba cukup bagus. Suasana di sana juga cukup khas karena adat budayanya yang masih kental.
Sama seperti Adis, Aditya juga masih ingin kembali berkunjung. Tapi, dengan harapan adanya pembenahan yang signifikan di sana. Mulai dari fasilitas
Suasana wisata Danau Toba. Dok: Aditya/pribadi
hingga SDM-nya.

Respons Pengelola

Direktur Badan Otorita Danau Toba (BPODT) Jimmy Bernando Panjaitan mengatakan kartu kuning yang diberikan UNESCO itu merupakan sebuah teguran yang berarti. Pihaknya pun langsung merespons dan akan segera men-support pembenahan di Danau Toba.
“Ini teguran bagi kita semua dan dalam hal ini kami tentu mencoba semaksimal mungkin nanti men-support,” kata Jimmy pada Kamis (21/9).
“Dalam waktu dekat ini konkretnya bahwa Pemprov Sumut mencari SDM yang muda, masih bisa lincah dan kalau bisa orang di sekitar situ, jadi bisa langsung info kesehariannya di Danau Toba, mudah-mudahan cepat dilaksanakan,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Jimmy, Kaldera Toba hanya perlu berbenah secara sederhana. Artinya, mengikuti permintaan dan standar dari UNESCO saja.
Sign (papan informasi) buat mereka sangat berarti, sulit ditemukan, ada, tapi sulit, kami komit, ya ikut saja, nanti kami mau perbanyak sign. Kemudian nanti dipaparin kami pake logo, sesederhana itu, buat mereka ikutin aja pedoman itu, paling sederhana ikuti aja,” ujarnya.