Deretan Rumah Ibadah yang Kokoh Diterjang Tsunami

26 Desember 2018 6:28 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:51 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu masjid yang masih berdiri di Desa Sumber Jaya, Kecamatan Sumur,Kabupaten Pandeglang. (Foto: Mirsan Simamora/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu masjid yang masih berdiri di Desa Sumber Jaya, Kecamatan Sumur,Kabupaten Pandeglang. (Foto: Mirsan Simamora/kumparan)
ADVERTISEMENT
Tsunami yang terjadi pada Sabtu (22/12) malam memporak-porandakan sebagian wilayah di Pantai Anyer dan Lampung Selatan. Beberapa bangunan luluh lantak karena terjangan tsunami.
ADVERTISEMENT
Di balik hancurnya bangunan akibat terjangan tsunami ada beberapa rumah ibadah yang tetap kokoh. Berikut kumparan rangkum beberapa rumah ibadah yang tetap kokoh mesti diterjang tsunami.
1. Musala An-Nur di Pandeglang Tetap Kokoh Diterjang Tsunami
Sejumlah bangunan di desa Sumberjaya di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten, hancur diterjang tsunami pada Sabtu (22/12) malam. Tsunami itu hanya menyisakan sejumlah bangunan saja. Salah satunya adalah Musala An-Nur yang masih berdiri kokoh.
Kerusakan hanya terdapat di bagian tembok bagian utara musala yang mengarah ke pantai. Selebihnya, bangunan masih kokoh berdiri. Termasuk kubah musala yang masih berada di tempatnya. Di dalam musala juga masih terdapat sajadah, Al-Quran hingga buku agama, meski dalam kondisi yang berserakan serta tertimbun lumpur.
ADVERTISEMENT
Letak musala yang berdinding beton itu hanya sekitar 10 meter dari Pantai Sumur. Beberapa rumah yang berada di dekat musala juga terlihat masih terlihat berdiri, meski dalam kondisi rusak di sejumah bagian. Bahkan ada yang hanya menyisakan pondasi rumah.
Masjid Al Amiin, masjid tertua di Desa Wani  tetap berdiri setelah diterjang tsunami di Kampung Malambora, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Al Amiin, masjid tertua di Desa Wani tetap berdiri setelah diterjang tsunami di Kampung Malambora, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
2. Masjid Berumur 112 Tahun Kokoh Berdiri Meski 3 Kali Diterjang Tsunami
Gempa bumi dan tsunami yang melanda Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah menghancurkan perumahan di sepanjang bibir pantai. Rumah-rumah warga rata dengan tanah, hanya tersisa puing-puing bangunan dan lalat-lalat yang berterbangan.
Selain bangunan-bangunan hancur, kapal KM Sabuk Nusantara 39 yang sedang bersandar di Pelabuhan Wani ikut terhempas ke daratan bersama beberapa kapal milik masyarakat sekitar.
Namun, ada sebuah masjid tua berumur 122 tahun yang tetap kokoh berdiri meski dihantam gelombang tsunami pada Jumat (28/9). Masjid Al Amin berada sekitar 20 meter dari bibir pantai.
ADVERTISEMENT
Banyak benda-benda berserakan di lantai masjid, ada Al quran, tasbih, sajadah, dan buku-buku. Tak hanya itu, lantai masjid juga dipenuhi lumpur bekas terjangan tsunami.
Masjid Al Amin merupakan masjid tua yang masuk dalam cagar budaya sejak tahun 2010. Di dalam masjid yang memiliki panjang kurang lebih 13 meter dan lebar 14 meter ini, ada delapan tiang penyangga utama yang terbuat dari kayu berdiameter kurang lebih 10 cm. Tahir menyebut delapan tiang tersebut juga memiliki arti dan filosofi sendiri.
Masjid yang dibangun pada 1906 ini sudah mengalami beberapa kali pemugaran. Namun bangunan utamanya yakni pondasi masjid yang berupa kayu, masih asli. Masjid ini juga sudah 3 kali dihantam tsunami yakni tahun 1927, 1938, dan 2018. Hebatnya, masjid Al-Amin masih berdiri kokoh hingga kini.
Gereja IFGF di Palu tak roboh usai diterjang tsunami. (Foto: Moh Fajri/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gereja IFGF di Palu tak roboh usai diterjang tsunami. (Foto: Moh Fajri/kumparan)
3. Gereja IFGF yang Tegap Berdiri di Antara Reruntuhan Hotel Roa Roa
ADVERTISEMENT
Hotel Roa Roa menjadi salah satu bangunan yang hancur akibat gempa dan tsunami Palu, Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9). Guncangan gempa dan hantaman air bah membuat bangunan setinggi 7 lantai itu ambruk hingga rata dengan tanah.
Namun, di antara rerutuhan hotel itu masih tersisa bangunan yang berdiri kokoh. Bangunan itu adalah Gereja International Full Gospel Fellowship (IFGF) yang letaknya berada di sebelah Hotel Roa Roa.
Gereja IFGF itu dibangun oleh pemilik Hotel Roa Roa. Pemiliki Hotel, Denny Liem menceritakan gereja IFGF dibangun pada 2013 bersamaan dengan pembangunan hotel untuk melengkapi fasilitas, selain itu juga bisa digunakan untuk tempat ibadah para jemaat di sekitar lokasi.
Gereja seluas 1.300 meter persegi itu menggunakan material beton, dan untuk atapnya menggunakan baja ringan. Sedangkan untuk bagian kaca menggunakan kaca biasa.
ADVERTISEMENT
Namun bila dilihat dari sisi religius, Denny percaya bahwa gereja adalah rumah Tuhan, dan Tuhan punya rencana sendiri untuk menjaganya.
Suasana Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh pada 7 April 2012. (Foto: AFP PHOTO / Adek Berry)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh pada 7 April 2012. (Foto: AFP PHOTO / Adek Berry)
4.Mengenang Kekokohan Masjid Baiturrahman saat Diterjang Tsunami Aceh
Kokohnya empat masjid dan satu gereja di Palu dan Donggala setelah dihantam tsunami, mengingatkan kita pada 'keajaiban' Masjid Baiturrahman di Banda Aceh yang tetap berdiri tegak usai diterjang tsunami.
Kota Banda Aceh porak poranda di pengujung tahun, tepatnya 26 Desember 2004. Gelombang tsunami menyapu seluruh isi ibu kota Provinsi Aceh ini. Gemuruh teriakan zikir terdengar di setiap sisi.
Gempa bumi berkekuatan 9,1 magnitudo disusul tsunami melanda Aceh 14 tahun lalu, tercatat sebagai bencana alam terdahsyat sepanjang abad ke-20. Lebih dari 200 ribu jiwa menjadi korban dalam musibah tersebut. Bahkan hampir seluruh bangunan ikut tersapu dan rata dengan tanah.
ADVERTISEMENT
Di tengah porak porandanya pusat ibu kota Aceh itu, Masjid Raya Baiturrahman ikon kebanggaan masyarakat Aceh ini, masih berdiri kokoh. Meski di sekelilingnya dipenuhi lumpur dan puing-puing reruntuhan akibat hanyut dibawa air. Masjid ini, menjadi saksi bisu keganasan gelombang tsunami menggulung bumi Serambi Makkah.
Masjid Babul Jannah, Desa Loli Saluran, Donggala. Masjid kokoh meski dihantam tsunami. (Foto: Mirsan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Masjid Babul Jannah, Desa Loli Saluran, Donggala. Masjid kokoh meski dihantam tsunami. (Foto: Mirsan/kumparan)
Mengapa Masjid dan Gereja Tetap Kokoh Meski Diterjang Tsunami?
Empat masjid serta satu gereja di Palu dan Donggala tetap berdiri kokoh meski diguncang gempa dan dihantam tsunami. Adalah masjid Ar Rahman, masjid Babul Jannah, masjid Al Amin, Masjid Terapung Arwam Bab Al Rahman, dan Gereja International Full Gospel Fellowship (IFGF) yang menjadi tempat kokoh itu. Rumah-rumah ibadah itu “tegar” berdiri di antara bangunan-bangunan yang telah porak-poranda.
ADVERTISEMENT
Kondisi tersebut menurut seorang pakar konsultan struktur, Josia Irwan Rastandi, bisa dijelaskan secara ilmiah. Dari segi teknis, bangunan umum seperti rumah ibadah memang biasa dibangun lebih kuat daripada bangunan lain. Hal tersebut merujuk kepada peraturan pembangunan di Indonesia yang sudah lama termaktub sejak tahun 80-an.
“Tempat-tempat ibadah tempat umum termasuk sekolah, masjid, gereja, vihara itu harus dibuat istilah awamnya 1,5 kali lebih kuat ya. Jadi dia direncanakan untuk menerima gaya satu setengah kali lebih besar dibanding yang lainnya,” kata Josia kepada kumparan, Selasa (9/10).
Di samping itu, ada semacam psikologis pembangunan yang kemungkinan dialami beberapa pihak yang terlibat. Dalam hal ini, Josia menyebut ada semacam pemikiran dari kontraktor untuk lebih serius dalam melaksanakan tugasnya. Oleh sebab itu, untuk kondisi mengurangi material-material bangunan dapat dihindarkan sehingga bangunan yang ada memang lebih kuat.
ADVERTISEMENT
Aturan dan psikologis tersebut bukan tanpa maksud. Ketentuan itu adalah bagian dari mitigasi bencana yang bersifat preventif. Bila kelak bencana semisal gempa mengguncang, bangunan umum itu akan difungsikan sebagai tempat berlindung atau mengungsi masyarakat.
Kemudian, bila dilihat dari bentuk bangunan, masjid-masjid biasa memiliki celah berupa jendela yang lebih banyak dari rumah pada umumnya. Jendela itu biasa hancur kala diguncang gempa atau dihantam tsunami. Dengan hal itu, air bisa lolos dari masjid sehingga gaya yang diterima lebih ringan. Dari situ, potensi kehancuran yang dihadapi pun semakin kecil.
Hal-hal teknis tersebut memang bisa diterima dengan akal sehat. Namun, Josia menyebut ada perihal non-teknis yang dipercaya masyarakat awam dewasa ini. Sebagai contoh, oleh karena masjid-masjid ini merupakan tempat ibadah sehingga “ada yang melindungi.” Perihal non-teknis tak ditampik oleh Josia bisa turut memengaruhi kokohnya masjid-masjid itu di tengah porak porandanya bangunan lain.
ADVERTISEMENT