Deretan Tuntutan Para Terdakwa Obstruction of Justice Kasus Pembunuhan Yosua

27 Januari 2023 16:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus 'obstruction of justice' pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua, Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, usai jalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (3/11/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus 'obstruction of justice' pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua, Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, usai jalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (3/11/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah menjatuhkan tuntutan untuk para terdakwa kasus obstruction of justice atau perintangan penyidikan kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Tuntutan bagi ketujuh terdakwa berbeda-beda.
ADVERTISEMENT
Berikut daftarnya:
Khusus untuk Sambo, dia dituntut dengan Pasal 340 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sebab dia dituntut atas dua perbuatan yakni pembunuhan dan obstruction of justice. Pasal tersebut, ancaman hukumannya terberat.
ADVERTISEMENT
Sementara untuk enam orang lainnya, mereka dituntut dengan Pasal 49 KUHP juncto Pasal 33 UU ITE juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Para terdakwa kasus obstruction of justice berjalan keluar usai bersaksi di kasus pembunuhan berencana Brigadir Yoshua dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Chandrawati di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (6/12/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dalam pembacaan tuntutan, jaksa meyakini ketujuhnya melakukan perintangan penyidikan. Berikut konstruksi kasus sebagaimana dakwaan:
Konstruksi bermula sesudah peristiwa penembakan Yosua terjadi pada 8 Juli 2022 di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Sambo disebut menghubungi sejumlah pihak, salah satunya Brigjen Hendra Kurniawan selaku Karo Paminal.
Hendra yang mendapatkan telepon Sambo pun bergegas ke Rumah Duren Tiga, lokasi Yosua dieksekusi. Dia tiba pukul 19.15 WIB.
Sambo bercerita bahwa telah terjadi baku tembak antara Yosua dengan Bharada Richard Eliezer. Keduanya merupakan ajudan Sambo. Baku tembak dipicu karena Yosua melakukan pelecehan terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi.
ADVERTISEMENT
Dalam cerita Sambo, Eliezer mendengar jeritan Putri. Yosua yang panik keluar dari kamar Putri dan seketika menembak Eliezer yang berdiri di lantai dua dan mendengar jeritan Putri. Hingga terjadilah baku tembak. Namun, cerita itu merupakan skenario yang sudah disiapkan Sambo untuk menutupi peristiwa yang sebenarnya.
Usai mendengar cerita Sambo, Hendra sempat mendekati jenazah Yosua dan memastikan bahwa sang Brigadir telah tewas. Tak lama kemudian, ambulans datang mengangkut jenazah Yosua.
Setelah dari kediaman Sambo, Hendra bersama Benny Ali (Karo Provos Divpropam Polri) dan mantan Kaden A Biro Paminal Divisi Propam Polri, Agus Nurpatria Adi Purnama berkumpul di kantor Divisi Propam Mabes Polri.
Mereka mengumpulkan para saksi pembunuhan tersebut. Termasuk Bripka Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, dan Bharada Richard Eliezer.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan dakwaan, Sambo kemudian menyampaikan agar saksi dan bukti untuk diamankan.
Kemudian pada 9 Juli, Sambo menelepon Hendra dan mengatakan "Bro, untuk pemeriksaan saksi-saksi oleh Penyidik Selatan di Tempat Bro aja ya! biar tidak gaduh karena ini menyangkut mbak mu masalah pelecehan dan tolong cek CCTV kompleks".
Hendra kemudian menyampaikan arahan Sambo itu kepada Kombes Agus Nurpatria selaku Kaden A Biropaminal yang meneruskannya kepada AKBP Ari Cahya alias Acay. Acay kemudian memerintahkan anak buahnya, AKP Irfan Widyanto.
Irfan Widyanto diberi tugas mengecek CCTV di sekitaran Kompleks Duren Tiga. Ia kemudian menyampaikan bahwa ada sekitar 20 CCTV di sekitar kediaman Sambo kepada Agus Nurpatria dan juga Hendra Kurniawan.
Namun kemudian hanya 3 DVR CCTV yang diamankan. Dua yang berada di pos security kompleks, satu lainnya yang berada di kediaman Ridwan Rhekynellson Soplanit (Kasat Reskrim Metro Jakarta Selatan).
ADVERTISEMENT
DVR tersebut kemudian diserahkan kepada Kompol Chuck Putranto. Adapun pengambilan DVR CCTV tersebut tanpa dilengkapi surat tugas maupun berita acara penyitaan. Decoder CCTV tersebut pun disimpan di bagasi mobil milik Chuck Putranto.
DVR CCTV itu sempat diserahkan kepada penyidik Polres Jaksel. Namun, tindakan Chuck itu membuat Sambo marah. Dia kemudian memerintahkan rekaman CCTV itu kembali diambil serta melihat isi rekaman tersebut.
Chuck kemudian melihat isi rekaman itu bersama tiga orang lainnya. Mereka kaget karena isinya justru berbeda keterangan dengan skenario adanya peristiwa dugaan tembak menembak antara Yosua dengan Eliezer.
Salah satunya ialah skenario bahwa Sambo baru datang ke Duren Tiga setelah mendapat laporan adanya tembak menembak. Sementara dalam rekaman CCTV, tampak ketika Sambo datang, Yosua masih hidup.
ADVERTISEMENT
Rekaman tersebut sudah pula ditonton oleh Chuck Putranto, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, dan AKBP Ridwan Rhekynellson Soplangit. Rekaman itu ditonton usai di-copy oleh Baiquni Wibowo.
Arif yang panik karena melihat rekaman itu kemudian menghubungi Hendra. Keduanya kemudian menemui Sambo dan bercerita soal isi rekaman itu.
Sambo pun kemudian meminta agar semua DVR dan decoder CCTV dimusnahkan. Selain itu, ia juga memerintahkan Hendra Kurniawan untuk memastikannya.
Baiquni kemudian sudah membersihkan file rekaman CCTV dari laptopnya. Laptop itu pun dihancurkan.
Perbuatannya Hendra, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, Baiquni Wibowo, Agus Nurpatria, dan Irfan Widyanto, disebut sebagai bentuk obstruction of justice, dengan menghancurkan barang bukti dan membuat rusaknya CCTV.