Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Derita Rohingya, Diperkosa hingga Dibakar Hidup-hidup
17 Juli 2017 11:16 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Penderitaan bagi Rohingya seakan tanpa akhir, terus menerus, selama status mereka masih menjadi etnis tanpa negara. Warga Rohingya disiksa, dipenjara, diperkosa, hingga dibunuh, di Myanmar.
ADVERTISEMENT
Diberitakan Reuters, penyidik PBB yang mewawancara warga Rohingya di pengungsian menemukan berbagai kasus perkosaan, penyiksaan, pembakaran, dan pembunuhan oleh aparat keamanan dengan dalih mengamankan situasi. Berbagai tindak kriminal ini masuk dalam kategori kejahatan terhadap kemanusiaan.
Banyak warga Rohingya yang buka suara ketika Reuters dan media asing lainnya menyambangi desa Kyar Gaung Taung, salah satu pengungsian Rohingya di Maungdauw, negara bagian Rakhine. Namun mereka baru bercerita ketika tidak diawasi tentara.
Ibu-ibu menyambangi para reporter, mengatakan anak atau suami mereka ditangkap tentara karena dituduh teroris.
"Putra saya bukan teroris. Dia ditahan ketika sedang bertani," kata Sarbeda, 30, yang rindu berat dengan putranya yang berusia 14 tahun.
Pada November tahun lalu, tentara Myanmar melakukan penyisiran desa-desa Rohingya untuk menangkapi orang-orang yang dituduh teroris. Sebanyak 13 pemuda berusia di bawah 18 tahun ditahan dalam operasi tersebut.
ADVERTISEMENT
Di desa Kyar Gaung Taung sebanyak 32 orang ditahan, 10 dibunuh, kata seorang guru yang menolak disebut namanya karena takut. Dia mengatakan, 6.000 warga desa melarikan diri karena takut dibunuh tentara.
Berdasarkan PBB, sebanyak 75 ribu warga Rohingya menyeberang ke Bangladesh.
Seorang warga desa, Lalmuti, 23, menggambarkan kengerian yang dialaminya sembari menunjukkan tumpukan abu. Dia mengatakan, itu adalah abu ayahnya yang dibakar bersama rumah mereka.
Menurut Lalmuti, ayahnya diikat oleh tentara dan dilempar ke dalam rumah, lalu rumah itu dibakar hingga rata dengan tanah. Ibu Lalmuti mengadukan pembunuhan itu ke polisi, namun dia malah dipenjara enam bulan karena dituduh membuat laporan palsu.
Kendati pengakuan dan bukti-bukti sudah banyak keluar dari masyarakat dan penyidik PBB, namun pemerintahan Aung San Suu Kyi tetap menyangkal.
ADVERTISEMENT
"Media mengatakan kami membakar rumah dan memperkosa, mereka memberikan informasi yang salah," kata komandan tentara perbatasan Myanmar, Brigadir Jenderal Thura San Lwin.
Dia juga membantah data PBB soal jumlah Rohingya yang mengungsi. Menurut Thura, hanya ada 22 ribu yang mengungsi saat konflik terjadi.
Dalam laporan badan ham PBB, UNHCHR, Februari lalu lalu, kekerasan terhadap Rohingya telah menyebar dan sistematis. Warga Rohingya dibunuhi, dihilangkan paksa, disiksa, diperkosa dan mengalami kekerasan seksual lainnya.
Salah satu kekejaman terparah menurut laporan UNHCHR adalah pembunuhan terhadap bayi Rohingya berusia 8 bulan dengan pisau , sementara ibunya diperkosa ramai-ramai oleh tentara.
Selama ini Suu Kyi, peraih Nobel Perdamaian, dikecam karena tidak melakukan apa-apa dalam menghentikan kekerasan terhadap Rohingya. Suu Kyi juga tidak berbuat apa-apa untuk menyejahterakan 1,1 juta Rohingya di Myanmar.
ADVERTISEMENT