Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Dewan HAM PBB Mulai Selidiki Tindakan Keras Iran Terkait Protes Mahsa Amini
25 November 2022 5:55 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ada lobi kuat dari Iran dan tawaran dari China untuk melemahkan resolusi UNHRC. Mengecam politisasi yang berkembang dalam dewan, China mengajukan agar permintaan investigasi dihapuskan.
Duta Besar China, Chen Xu, memperingatkan agar HAM tidak dijadikan alat untuk campur tangan dalam urusan internal negara.
Hanya ada lima negara lain yang mendukung upaya China, yakni Armenia, Kuba, Eritrea, Pakistan, dan Venezuela.
Tepuk tangan meriah lantas meletus ketika resolusi itu disahkan. Mayoritas dalam badan beranggotakan 47 negara itu mendukung peluncuran investigasi di Iran. Hingga 25 negara mendukung resolusi, sedangkan 16 lainnya abstain, termasuk Indonesia.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Antony Blinken, memuji pemungutan suara yang mengutuk penindasan Iran. Dia mengatakan, aksi ini menunjukkan UNHRC mengakui gawatnya situasi di Iran.
ADVERTISEMENT
"Misi pencari fakta yang didirikan hari ini akan membantu memastikan mereka yang terlibat dalam penindasan dengan kekerasan yang sedang berlangsung terhadap rakyat Iran diidentifikasi dan tindakan mereka didokumentasikan," ujar Blinken, dikutip dari AFP, Jumat (25/11).
Pemungutan suara tersebut dilakukan pada akhir sesi mendesak yang diminta Jerman dan Islandia.
Usulan untuk membahas situasi di Iran yang diguncang oleh protes selama dua bulan terakhir itu menerima dukungan 50 negara PBB.
Demonstrasi tersebut dipicu oleh kematian perempuan etnis Kurdi berusia 22 tahun, Mahsa Amini. Setelah ditangkap lantaran melanggar aturan berpakaian ketat, Amini meninggal dunia dalam keadaan koma pada 16 September.
Seiring protes atas dugaan kekerasan terhadapnya meluas, otoritas mengambil tindakan yang semakin keras untuk meredam unjuk rasa. Protes anti-pemerintah telah berkembang menjadi gerakan untuk menjatuhkan teokrasi yang telah memerintah Iran sejak 1979.
ADVERTISEMENT
"Penggunaan kekuatan yang tidak perlu dan tidak proporsional harus diakhiri," tegas Komisaris Tinggi HAM PBB, Volker Turk.
Turk telah menawarkan diri untuk mengunjungi Iran. Tetapi, dia tidak mendapatkan tanggapan dari pemerintah Iran. Menurut Turk, lebih dari 300 orang telah terbunuh selama protes sejak kematian Amini.
Kelompok HAM berbasis di Norwegia, Iran Human Rights (IHR), menyebut jumlah korban jiwa mencapai lebih dari 400 orang. Sekitar 14.000 orang—termasuk anak-anak—ditangkap atas protes.
Setidaknya enam hukuman mati dijatuhkan kepada para demonstran pula. Antrean panjang diplomat Barat lantas mengecam tindakan keras Iran dalam pertemuan UNHRC di Jenewa.
Menlu Jerman, Annalena Baerbock, meminta semua negara mendukung misi pencarian fakta internasional independen untuk menyelidiki semua pelanggaran HAM.
ADVERTISEMENT
"Impunitas mencegah keadilan. Keadilan untuk saudara perempuan, anak laki-laki, ibu. Mereka punya nama. Jina, Abolfazl, Minoo," terang Baerbock, menyebutkan beberapa korban jiwa dalam protes di Iran.
Ketika pertemuan berlangsung, puluhan orang turut menggelar protes di luar kantor PBB. Mereka mengibarkan bendera yang digunakan sebelum revolusi Islam pada 1979, serta foto-foto korban rezim Iran.
Penyelenggara demonstrasi adalah People's Mojahedin Organization of Iran. Pihaknya memuji pemungutan suara sebagai langkah penting mengakhiri kekebalan hukum. Di sisi lain, Iran mengecam negara-negara Barat dalam pertemuan UNHRC.
"[Barat] kurang memiliki kredibilitas moral untuk berkhotbah tentang hak asasi manusia," jelas Deputi Wakil Presiden Iran untuk Urusan Perempuan dan Keluarga, Khadijeh Karimi.
"Mengecilkan gerakan hak asasi manusia menjadi alat untuk tujuan politik kelompok tertentu di negara-negara Barat sangat mengerikan dan memalukan," tambahnya.
ADVERTISEMENT