Dewan Pers Hormati Kejagung Proses Hukum Direktur Pemberitaan JakTV

22 April 2025 16:27 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar (kiri) dan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu (kanan), dalam jumpa pers terkait penetapan tersangka Direktur Pemberitaan JakTV di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (22/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kapuspenkum Kejagung RI Harli Siregar (kiri) dan Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu (kanan), dalam jumpa pers terkait penetapan tersangka Direktur Pemberitaan JakTV di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (22/4/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu angkat bicara terkait penetapan Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar sebagai tersangka dugaan perintangan penyidikan-penuntutan yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung). Bersama dua advokat, Tian Bahtiar dituding membuat opini atau berita negatif terhadap Kejaksaan.
ADVERTISEMENT
Ninik menegaskan bahwa pihaknya menghormati proses hukum yang saat ini dilakukan oleh korps adhyaksa tersebut. Ia juga menekankan bahwa Dewan Pers tidak ingin ikut campur terhadap proses hukum.
"Kalau memang ada bukti-bukti yang cukup bahwa kasus tersebut terkait dengan tindak pidana, maka ini adalah kewenangan penuh dari Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti di prosesnya," kata Ninik dalam konferensi pers di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (22/4).
"Dewan Pers tentu tidak ingin jadi lembaga yang cawe-cawe terhadap proses hukum," tegasnya.
Terkait dengan konten pemberitaan, Ninik menekankan bahwa hal itu akan menjadi ranah Dewan Pers untuk menindaklanjuti apakah ada pelanggaran kode etik jurnalistik dalam muatan berita yang ditayangkan.
Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar (tengah) dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (22/4/2025). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
"Tetapi, terkait dengan pemberitaan untuk menilai apakah sebuah karya pemberitaan itu masuk kategori karya jurnalistik atau bukan, ini adalah kewenangan etik," tuturnya.
ADVERTISEMENT
"Dan yang melakukan penilaian adalah Dewan Pers sebagaimana yang ditunjuk di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999," jelas dia.
Untuk itu, Ninik menyebut pihaknya bersepakat dengan Jaksa Agung bahwa kedua lembaga bakal bertindak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing.
"Untuk ini, maka saya selalu Ketua Dewan Pers dan juga Pak Jaksa Agung disaksikan langsung oleh Pak Kapuspen dan anggota Dewan Pers, sepakat untuk saling menghormati proses yang sedang dijalankan dan masing-masing menjalankan tugasnya sebagaimana mandat yang diberikan oleh undang-undang kepada kami," ujar Ninik.

Duduk Perkara

Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (22/4/2025). Foto: Kejagung
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar, menjelaskan perkara ini merupakan pengembangan penyidikan dugaan suap pengaturan vonis korupsi crude palm oil (CPO). Ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
Mereka adalah dua orang advokat yakni Marcella Santoso dan Junaedi Saibih, serta Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar.
Qohar menyebut, para tersangka diduga merintangi penyidikan dan penuntutan untuk perkara korupsi timah, impor gula, dan CPO.
"Terdapat pemufakatan jahat yang dilakukan oleh MS, JS, bersama-sama dengan TB selaku Direktur Pemberitaan JakTV untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah dan tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula atas nama Tersangka Tom Lembong," papar Qohar dalam konferensi pers pada Selasa (22/4) dini hari.
Qohar mengungkapkan, total biaya yang dibayarkan Marcella dan Junaedi kepada Tian sebesar Rp 478,5 juta. Tujuannya, untuk membuat pemberitaan negatif yang menyudutkan Kejagung terkait perkara tersebut.
ADVERTISEMENT
Kejagung memaparkan, Marcella Santoso dan Junaedi Saibih diduga meminta Tian Bahtiar untuk membuat berita negatif dan konten-konten negatif. Konten dan berita itu dinilai menyudutkan Kejaksaan yang sedang mengusut sejumlah perkara.
"Sehingga Kejaksaan dinilai negatif, dan telah merugikan hak-hak tersangka atau terdakwa yang ditangani Tersangka MS dan Tersangka JS selaku penasihat hukum tersangka atau Terdakwa," ujar Qohar.
Advokat Marcella Santoso, usai dijerat sebagai tersangka perintangan penyidikan kasus yang ditangani Kejagung RI, di Gedung Kejagung RI, Jakarta, Selasa (22/4/2025) dini hari. Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
"Tersangka JS membuat narasi-narasi dan opini-opini positif bagi timnya yaitu MS dan JS, kemudian membuat metodologi perhitungan kerugian negara dalam penanganan perkara a quo yang dilakukan Kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan," sambungnya.
Kedua advokat itu pun disebut membiayai demonstrasi yang menggiring opini negatif terhadap Kejaksaan. Bertujuan untuk menggagalkan proses penyidikan maupun penuntutan. Tian kemudian mempublikasikan berita negatif dari demonstrasi tersebut.
ADVERTISEMENT
"Tersangka MS dan JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara a quo di persidangan, sementara berlangsung dan bersama TB kemudian mempublikasikan narasi-narasi demonstrasi tersebut secara negatif dalam berita tentang kejaksaan," kata Qohar.
Selain itu, Marcella dan Junaedi pun disebut membiayai beberapa kegiatan seminar, podcast, hingga talkshow di beberapa media online. Di dalam berbagai kegiatan itu juga memuat narasi negatif yang menyudutkan Kejagung.
"Kemudian diliput oleh tersangka TB dan menyiarkannya melalui JakTV dan akun-akun official JakTV, termasuk di media TikTok dan YouTube," sambungnya.
Qohar menyebut, berbagai pemberitaan negatif ini disebut telah menggiring opini. Sehingga mengganggu konsentrasi penyidik.
"Jadi tujuan mereka jelas dengan membentuk opini negatif, seolah yang ditangani penyidik tidak benar, mengganggu konsentrasi penyidik, sehingga diharapkan, atau harapan mereka perkaranya dapat dibebaskan atau minimal mengganggu konsentrasi penyidikan," jelasnya.
Direktur Pemberitaan JakTV Tian Bahtiar (tengah) bersama advokat Junaidi Saibih (kiri) dikawal petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (22/4/2025). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Qohar menjelaskan, Tian mendapatkan uang terkait pemberitaan itu sebagai pribadi. Tak ada kontrak kerja sama dengan JakTV.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Dan jadi JakTV ini mendapat uang itu secara pribadi. Bukan atas nama sebagai direktur ya, JakTV ya. Karena tidak ada kontrak tertulis antara perusahaan JakTV dengan yang para pihak yang akan ditetapkan," papar Qohar.
"Sehingga itu ada indikasi dia menyalahgunakan kewenangannya selaku jabatannya Direktur Pemberitaan, itu," ujar dia.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 21 UU Tipikor. Untuk Marcella, dia sudah dijerat sebagai tersangka pemberi suap terkait kasus pengaturan vonis lepas perkara CPO dengan terdakwa korporasi.
Tian Bahtiar sempat buka suara terkait penetapan tersangkanya oleh Kejagung. Saat akan dibawa menuju mobil tahanan, Tian sempat ditanyai wartawan ihwal keterlibatannya dalam kasus itu. Namun, ia tak banyak bicara.
"Enggak ada, enggak ada. Kita sama-sama satu profesi," ucapnya kepada wartawan, Selasa (22/4) dini hari.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, belum ada keterangan dari Junaedi Saibih dan Marcella Santoso mengenai tudingan menggerakkan demonstrasi dan menggiring opini negatif terhadap Kejaksaan Agung tersebut.