Dewan Pers Tolak RUU Penyiaran yang Larang Penayangan Liputan Investigasi

15 Mei 2024 12:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kamera televisi di stadion (Ilustrasi). Foto: Amr Abdallah Dalsh/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Kamera televisi di stadion (Ilustrasi). Foto: Amr Abdallah Dalsh/Reuters
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dewan Pers dan seluruh komunitas pers dengan tegas menolak isi draf Rancangan Undang-Undang Penyiaran. RUU ini merupakan inisiatif DPR yang direncanakan untuk menggantikan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
ADVERTISEMENT
“Kami menolak RUU Penyiaran. Kami menghormati rencana revisi UU Penyiaran tetapi mempertanyakan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 justru tidak dimasukkan dalam konsideran RUU Penyiaran,” kata Ketua Dewan Pers, Dr Ninik Rahayu, dalam siaran pers, Rabu (15/5).
Menurutnya, bila RUU itu nanti diberlakukan, maka tidak akan ada independensi pers. Pers pun menjadi tidak profesional. Dia juga mengritik penyusunan RUU tersebut yang tidak sejak awal melibatkan Dewan Pers dalam proses pembuatannya.
Ninik menambahkan, dalam ketentuan proses penyusunan UU harus ada partisipasi penuh makna (meaningful participation) dari seluruh pemangku kepentingan. Hal ini tidak terjadi dalam penyusunan draf RUU Penyiaran.
Yang krusial, larangan penayangan jurnalisme investigasi di draf RUU Penyiaran, juga bertentangan dengan pasal 4 ayat (2) UU Pers. Di sana disebutkan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan, atau pelarangan penyiaran.
Ilustrasi wartawan. Foto: Shutter Stock
Dampak lainnya, larangan itu akan membungkam kemerdekaan pers. Padahal jelas tertera dalam pasal 15 ayat (2) huruf a, bahwa fungsi Dewan Pers adalah melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang disoroti Ninik adalah penyelesaian sengketa pers di platform penyiaran. “Sesuai UU Pers, itu menjadi kewenangan Dewan Pers. KPI tidak punya wewenang menyelesaikan sengketa pers,” tutur dia.
Sedangkan anggota Dewan Pers, Yadi Hendriana, mengutarakan upaya menggembosi kemerdekaan pers sudah lima kali dilakukan oleh pemerintah maupun legislatif. Hal itu antara lain tecermin melalui isi UU Pemilu, peraturan Komisi Pemilihan Umum, pasal dalam UU Cipta Kerja, KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), dan terakhir RUU Penyiaran. Yadi menilai, RUU Penyiaran ini jelas-jelas secara frontal mengekang kemerdekaan pers.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu (tengah) Foto: Dok. Dewan Pers
Pasal Larangan Investigasi
Saat ini, DPR sedang membahas soal RUU Penyiaran. Ada beberapa pasal yang menjadi sorotan karena dinilai membatasi kebebasan pers. Misalnya saja, melarang menayangkan produk jurnalisme investigasi.
ADVERTISEMENT
Jurnalisme investigasi adalah salah satu jenis jurnalistik yang mengedepankan penelusuran panjang dan mendalam terhadap isu yang dianggap janggal atau rahasia.
Larangan jurnalisme investigasi tertuang di Pasal 50B, bunyi lengkapnya sbb:
Selain memuat panduan kelayakan isi siaran dan konten siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai:
a. Isi Siaran dan Konten Siaran terkait narkotika, psikotropika, zat adiktif, alkohol, dan perjudian;
b. Isi Siaran dan Konten Siaran terkait rokok;
c. penayangan eksklusif jurnalistik investigasi;
d. penayangan suatu profesi atau tokoh yang memiliki perilaku atau gaya hidup negatif yang berpotensi ditiru oleh masyarakat;
e. penayangan aksi kekerasan dan/atau korban kekerasan;
f. penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung unsur mistik;
ADVERTISEMENT
g. penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang menyajikan perilaku lesbian, homoseksual,biseksual, dan transgender;
h. penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran pengobatan supranatural;
i. penayangan rekayasa negatif informasi dan hiburan melalui Lembaga Penyiaran dan Penyelenggara Platform Digital Penyiaran;
j. menyampaikan Isi Siaran dan Konten Siaran yang secara subjektif menyangkut kepentingan politik yang berhubungan dengan pemilik dan/atau pengelola Lembaga Penyiaran dan Penyelenggara Platform Digital Penyiaran; dan
k. penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan,pencemaran nama baik, penodaan agama,kekerasan, dan radikalisme-terorisme.