Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Hari belum berganti ketika Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menerima tugas baru sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) pada 3 Juni 2024 di Istana Merdeka, Jakarta.
Malamnya, Basuki sudah mengumpulkan jajaran OIKN di kantor Balikpapan, Kalimantan Timur. Selain menyiapkan Groundbreaking Tahap 6 proyek investasi IKN pada 4 dan 5 Juni yang bakal dihadiri Presiden Jokowi, ia juga memulai rapat perdana sebagai Plt. Kepala OIKN.
Dalam rapat itu, Basuki menekankan tak akan menghalang-halangi urusan birokrasi yang bersifat administratif. Menurut pejabat yang mengikuti rapat tersebut, Basuki ingin urusan IKN cepat selesai.
Menteri yang kerap memakai topi biru lusuh berlogo Kementerian PUPR itu mencontohkan cepatnya birokrasi di bawah kepemimpinannya. Menurutnya, jika suatu urusan sudah mendapat disposisi alias restu dari dua direktur jenderal bawahannya, maka ia akan langsung meneken agar segera dieksekusi.
Seorang pejabat OIKN bercerita, model kepemimpinan Basuki berbeda dengan yang selama ini ia rasakan. Pada era sebelumnya, banyak dokumen menumpuk terkait urusan investasi yang menunggu persetujuan pimpinan. Sering kali pimpinan meminta para deputi untuk mengkaji kembali keputusan tersebut sampai berulang-ulang. Kondisi ini mengganggu kecepatan kinerja Otorita IKN.
Basuki dan Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang, Raja Juli Anthony, ditunjuk sebagai pimpinan baru OIKN menggantikan Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe. Bambang dan Dhony mundur dari jabatan Kepala dan Wakil Kepala OIKN usai menjabat sekitar dua tahun.
“Permasalahannya adalah di tanah dan investasi. Jadi kenapa beliau (Raja Juli) jadi Wakil Kepala OIKN, karena ini menyangkut status tanah. Jadi kami akan segera memutuskan, status tanah di IKN ini apakah dijual, disewa, atau KPBU (Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha),” kata Basuki di Istana Merdeka, Senin (3/6).
Presiden Jokowi menyebut ada alasan pribadi di balik kemunduran Bambang dan Dhony. Jokowi juga menyebut Bambang bakal diberi tugas baru sebagai utusan khusus kerja sama internasional soal IKN.
Penyebab Bambang dan Dhony Mundur
Lain Jokowi, lain pula Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang lebih blak-blakan. Luhut menyebut ada masalah kepemimpinan di balik mundurnya pimpinan IKN. Namun ia membantah Bambang dan Dhony dipaksa mundur dari jabatan mereka.
Selepas mundur, Bambang meminta maaf jika ada kesalahan ketika menjalankan tugas. Ia secara spesifik menyoroti konsistensi terhadap rencana tata ruang dan prinsip ESG (environment, social, and governance) dalam pembangunan IKN yang akan dipantau oleh masyarakat.
Sementara Dhony mengaku mundur dari jabatannya karena merasa belum bisa berbuat banyak untuk IKN. Ia juga menyinggung adanya keterbatasan sebagai Wakil Kepala OIKN dalam mewujudkan semangat transformasi di IKN.
Meski tak ada penjelasan gamblang mengenai penyebab mundurnya dua sosok kunci di OIKN itu, dua sumber kumparan yang pernah bekerja dengan Bambang dan Dhony menyebut bahwa keduanya lamban mengeksekusi keputusan.
Sang sumber yang juga menteri itu bahkan merasa lega dengan mundurnya dua pimpinan OIKN. Menurutnya, bekerja dengan Bambang-Dhony terkesan dipersulit lantaran keduanya bukan berlatar belakang eksekutor proyek.
Bambang berlatar insinyur teknik sipil, tetapi lebih dikenal sebagai pakar infrastruktur dan transportasi. Sejumlah jabatan pernah ia emban mulai dari Wakil Menteri Perhubungan hingga Vice President for Knowledge Management and Sustainable Development di Asian Development Bank. Ia juga pernah menjadi staf pengajar Teknik Sipil di Universitas Indonesia.
Sementara Dhony merupakan arsitek yang melanglangbuana di sektor pengembangan properti. Ia pernah menjadi arsitek utama di pembangunan BSD City. Jabatan terakhirnya ialah Managing Director President Office Sinar Mas Land.
Menteri tersebut bercerita bahwa suatu ketika ia sudah mengantongi deal proyek investasi dari China. Namun, ketika ia mengoordinasikan proyek tersebut ke OIKN, Bambang dan Dhony disebut menolak karena perlu ada uji kelayakan terlebih dahulu.
Begitu pula saat ia hendak membangun infrastruktur tertentu di IKN, pimpinan OIKN lama tak menyetujui karena dianggap tak sesuai dengan tata ruang IKN. Padahal, kata dia, sudah ada pihak yang mau menanam investasi atas proyek tersebut.
Pejabat internal OIKN menyebut kelambatan pengambilan keputusan di level pimpinan juga terjadi dalam urusan investasi. Banyak dokumen tindak lanjut terkait komitmen awal investasi atau letter of intent (LoI) yang menumpuk karena belum diteken.
Oleh karena latar belakang Bambang dan Dhony yang bukan eksekutor proyek itulah, menurut sumber kumparan, keduanya dianggap terlalu berhati-hati dalam mengambil keputusan, termasuk terkait urusan koordinasi dengan kementerian lain.
Sedianya OIKN memiliki kewenangan dalam 4P: persiapan, pembangunan, pengembangan, dan penyelenggaraan pemerintahan di IKN sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 2022. Namun karena otorita ini baru terbentuk Maret 2022, urusan persiapan dan pembangunan IKN, sesuai UU tersebut, dilaksanakan oleh kementerian dan lembaga mengacu pada Rencana Induk Ibu Kota Nusantara di Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022.
Seorang pejabat kementerian yang mengurusi proyek infrastruktur di IKN menjelaskan, tak heran bahwa selama ini yang tampak bekerja membangun IKN ialah kementerian bidang terkait. Sementara OIKN baru sebatas mengoordinasikan pembangunan tersebut dengan kementerian.
Sumber internal OIKN dan seorang menteri menyebut, proses koordinasi OIKN dengan kementerian selama ini tidak berjalan mulus. Bambang dan Dhony dianggap kurang menjalin hubungan personal yang kuat dengan menteri agar memudahkan koordinasi.
“Karena tupoksi [untuk pembangunan dan persiapan] bukan di OIKN, tetapi di kementerian-kementerian lain. Kalau Anda hubungan personalnya enggak kuat, lobi enggak kuat, ya enggak jalan,” ujar sumber tersebut.
Situasi koordinasi yang canggung dan pengambilan keputusan yang lambat akhirnya menciptakan tekanan kepada Bambang dan Dhony. Sumber ini menilai, IKN di mata Presiden Jokowi dan dunia usaha membutuhkan sosok pembuat keputusan yang cepat.
Seorang menteri mengamini bahwa Bambang dan Dhony kurang berani mengambil risiko di proyek-proyek IKN.
Otorita Tanpa Otoritas
Pakar pemerintahan UGM Arie Ruhyanto berpendapat, tekanan yang tinggi kepada Bambang dan Dhony tak dibarengi dengan dukungan yang maksimal, khususnya terkait regulasi. Pada suatu pertemuan di Jakarta pada akhir 2023, Arie mendengar keluhan Dhony bahwa Otorita IKN membutuhkan komitmen yang lebih besar dari pemerintah terkait pembiayaan penyelenggaraan OIKN ke depan.
Arie menyebut salah satu usulan regulasi yang dibutuhkan yakni revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2022. Dalam usulan revisi itu, OIKN menginginkan adanya APBD khusus IKN sebagai sumber dana untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan ibu kota. Sebab di Pasal 3 PP 17/22 yang kini berlaku, pendanaan OIKN hanya berasal dari APBN dan sumber lain yang sah.
Lalu revisi PP 17/22 diperlukan agar OIKN bisa mengajukan pinjaman dana ke pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun lembaga keuangan. Aturan tersebut tak ada di PP 17/22.
Ada pula keinginan OIKN untuk membentuk Badan Usaha Otorita IKN layaknya BUMD untuk menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan bisa membiayai operasional OIKN. Namun meski telah diusulkan sejak 2023, rancangan revisi PP 17/222 itu hingga kini belum diteken.
“Kepastian backup dari negara yang dibutuhkan oleh OIKN barangkali menjadi beban utama dari Kepala dan Wakil OIKN [sebelumnya]. Melihat negara sepertinya masih setengah hati untuk pasang badan memastikan IKN jalan,” ujar Arie.
Sementara itu salah satu pejabat OIKN mengakui bahwa dari sisi regulasi, kewenangan Otorita IKN tidak sesuai dengan namanya: Otorita tanpa otoritas.
Sejauh ini mayoritas tugas OIKN baru sebatas koordinasi antarinstansi terkait. Padahal idealnya, Otorita memiliki semua kewenangan, mulai dari pendaftaran investasi, persetujuan bisnis, hingga persoalan lahan.
Dampak Mundurnya Pimpinan Otorita IKN
Pembangunan IKN direncanakan memakan biaya sebesar Rp 466 triliun yang 20% di antaranya menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada 2024, pemerintah menarget investasi yang masuk ke megaproyek ini sebesar Rp 100 triliun.
Hingga Groundbreaking Tahap 6 lalu, total investasi di IKN terhitung Rp 51,35 triliun. Meski demikian, investor proyek di IKN ini semuanya merupakan perusahan lokal. Adapun investor asing masuk melalui skema kemitraan dengan perusahaan tersebut dan belum ada yang menjadi investor tunggal.
Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus berpandangan, belum masuknya investor asing diperparah dengan mundurnya dua pimpinan OIKN. Ia meminta Jokowi segera menetapkan Kepala dan Wakil Kepala OIKN definitif demi kejelasan proyek IKN ini di mata investor.
“Supaya jangan menimbulkan kegaduhan dan persepsi tidak jelasnya kepemimpinan IKN beserta alasan yang menyebabkan dua sosok tersebut mundur. Karena tak jelas alasan mundurnya, orang bisa saja berspekulasi,” ujar Guspardi.
Meski demikian, pemerintah termasuk Plt. Kepala OIKN Basuki Hadimuljono optimistis investor tak akan kabur karena mundurnya pimpinan OIKN sebelumnya. Ia justru yakin, karena penggantinya seorang menteri dan wakil menteri, kepercayaan para investor justru akan meningkat.
Secara terpisah, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan, persoalan investasi tak sepenuhnya dipegang OIKN. Khusus investasi soal moda transportasi Autonomous-rail Rapid Transit (ART), ia sendiri yang menangani. Oleh sebab itu, ia memastikan mundurnya Bambang-Dhony tak memengaruhi progres investasi itu.
“ART sudah masuk. Enam bulan pertama, kita tidak bayar, dia beroperasi di situ. Nanti setelah enam bulan, dilakukan tender [bagi investor] untuk membeli layanan tersebut, dan perusahaan [peserta tender] bisa dari dalam dan luar negeri,” kata Budi dalam program Info A1 kumparan.
Wakil Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Bidang Hubungan Luar Negeri, Rusmin Lawin, juga meyakini pembangunan IKN masih berjalan sesuai rencana meski ada perubahan kepemimpinan. Menurutnya, pengusaha pengembang properti tak khawatir karena investor tetap berdatangan.
Rusmin menjelaskan, hingga Mei 2024, sudah masuk 416 LoI untuk investasi di IKN. LoI ini datang dari berbagai macam investor lokal dan asing semisal Singapura, Malaysia, China, Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara kawasan Timur Tengah.
Rusmin mencontohkan kans investasi perusahaan pengembang Uni Emirat Arab, Emaar Properties, yang sudah dijajaki sejak tiga tahun lalu. Belakangan Jokowi juga menyebut bahwa nilai investasi dari Emaar besar sekali.
“Emaar mau bangun kota skala besar di IKN. [Nilai investasinya] Presiden yang paham,” ujar Rusmin.
Selain itu, menurut Rusmin, beberapa negara lain sudah tertarik dengan sodoran “menu” investasi seperti pusat perbelanjaan (Filipina), hotel (Malaysia), perumahan (Korea Selatan), hingga smart city (Spanyol). Ia menyebut rencana investasi tersebut bakal dilaksanakan dengan skema KPBU.
Menurut Rusmin, skema KPBU menjadi pendekatan pertama untuk menggaet investor karena skemanya lebih mudah: pekerjaan tertentu dibiayai swasta dengan jaminan pemerintah. Malaysia dan China disebut tertarik untuk membangun infrastruktur besar dengan skema KPBU di tahun ini.
“Ini belum diumumkan karena belum teken kontrak, tapi sudah berproses. Kalau jadi dua ini, [investasi] bisa masuk Rp 60-70 triliun,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa proses KPBU bisa memakan waktu hingga empat bulan untuk studi kelayakan dan tiga bulan untuk peninjauan oleh kementerian terkait hingga teken kontrak.
Mengenai dinamika pergantian kepemimpinan, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana OIKN Silvia Halim menegaskan, internal OIKN tengah melakukan konsolidasi dan fokus mempercepat pembangunan IKN dengan pimpinan baru.
“Mengenai kegiatan pembangunan, baik yang dilakukan pemerintahan via PUPR maupun oleh investor, berjalan as usual mengejar target dan jadwal,” katanya melalui pesan singkat.
Risiko Memaksakan IKN
Di tengah lepasnya jangkar kepemimpinan lama OIKN, Jokowi tetap optimistis proyek IKN bakal terus berlanjut. Ia bahkan berencana berkantor di Istana Negara yang baru sebulan lagi, Juli, dan menggelar upacara 17 Agustus di sana.
Pengamat ekonomi Bhima Yudhistira menilai, tiadanya jawaban memuaskan terkait mundurnya Bambang dan Dhony, sementara proyek IKN terus digeber pembangunannya, bisa membuat investor bingung dan menduga-duga ada masalah.
Di antara masalah itu merupakan status lahan di IKN yang masih belum jelas. Terdapat 2.086 dari 36.000 hektare lahan yang masih bermasalah. Investor juga dinilai kurang tertarik dengan status hak guna bangunan (HGB) di atas hak pengelolaan lahan (HPL) milik OIKN.
Bhima juga mencium risiko hukum dari tergesanya pembangunan IKN. Indikasi masalah ini terlihat misalnya dari telatnya gaji 11 bulan bagi pejabat OIKN hingga temuan ICW soal potensi kecurangan dalam pengadaan barang dalam proyek pembangunan IKN.
“Secara umum proyeknya bermasalah, tidak siap. Ada risiko teknis, politik, finansial, hukum, dan reputasi. Ada lima risiko yang jadi concern investor,” kata Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) itu.
Arie Ruhyanto menilai, hingga kini investor asing masih pada tahap wait and see terkait keseriusan berlanjutnya proyek IKN. Menurutnya, keraguan justru kadang hadir dari pernyataan pemerintah sendiri yang menyebut, misalnya, di wilayah IKN belum ada air meski bendungan sudah dibangun.
Maka tak heran, menurut Arie, jika Jokowi tetap menjalankan pembangunan IKN sesuai rencana, termasuk pelaksanaan upacara 17 Agustus 2024 di sana.
“Itu menunjukkan hal-hal yang simbolik, untuk menunjukkan memang betul [proyek tersebut] jalan terus,” terang Arie.
Meski presiden dan jajarannya berkukuh pembangunan IKN Tahap 1 (2022-2024) sudah mencapai 80% dan upacara HUT RI bisa dilakukan di sana, sumber di lingkar Istana yang sudah mengecek langsung progres infrastruktur di IKN justru ragu.
Sumber yang sama mengatakan, Istana IKN per awal Juni ini belum siap, tapi pada 17 Agustus nanti harus terlihat siap karena menjadi simbol keseriusan proyek tersebut.
Pada rapat terbatas yang dipimpin Jokowi Senin (10/6), menurut Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, diputuskan skema upacara 17 Agustus secara hibrid. Presiden Jokowi dan presiden terpilih Prabowo akan menghelat upacara di IKN, sedangkan Wapres Ma’ruf Amin dan wapres terpilih Gibran Rakabuming Raka di Jakarta.
Terlepas dari persoalan teknis soal upacara, Bhima menyoroti risiko fiskal apabila IKN tetap berlanjut di pemerintahan selanjutnya. Apalagi Prabowo-Gibran memiliki program berbiaya besar seperti makan siang gratis—kini diubah jadi “sarapan bergizi gratis”—yang konon disebut bakal menghabiskan Rp 450 triliun per tahun untuk program skala penuh.
Mengamati Kerangka Ekonomi Makro tahun 2024, Bhima menghitung total ada sekitar Rp 1.100 triliun beban utang plus bunga di 2024. Angka itu setara 30-40% pagu APBN tahun berjalan sebesar Rp 3.325 triliun.
Masalah selanjutnya ialah banyaknya utang pada masa pandemi corona yang akan jatuh tempo mulai 2025. Padahal pada 2025 saja, utang yang harus dibayar pemerintah mencapai Rp 800 triliun. Kondisi ini diperparah dengan turunnya rasio pajak sejak Jokowi menjabat, dari 10,8% menjadi 10,3%.
“Pertanyaan besarnya: uangnya dari mana? Sedangkan 2025 ke depan program Prabowo banyak sekali: makan gratis, hilirisasi, food estate, dll. Jadi akumulasi beban fiskal sebenarnya sudah enggak mampu menalangi IKN ke depan,” ujar Bhima.
Bhima menilai, dengan situasi seperti itu, IKN berpotensi mangkrak. Tapi karena IKN sudah menjadi amanat UU, pembangunan IKN bisa saja tetap dilanjutkan pada era Prabowo, namun dengan progres yang lambat guna menghindari risiko hukum.
Saat Jokowi jor-joran mengeluarkan sekitar Rp 71,8 triliun anggaran negara untuk IKN pada 2022-2024, Prabowo sudah merencanakan hanya akan mengalokasikan USD 1 miliar atau Rp 16 triliun per tahun ke IKN.
Rusmin Laswin dari REI memandang bahwa anggaran negara Rp 16 triliun ini bisa berlanjut hingga 10 tahun untuk prioritas nasional sesuai UU. Menurutnya, pembangunan jor-joran di awal wajar untuk membangun infrastruktur dasar dan menarik minat investor.
“Kalau Prabowo lanjut, nanti bisa disesuaikan. Private sector (swasta) bisa memimpin. Sekarang kan didahului pemerintah, ke depan baru sektor swasta. Harus pakai uang investasi dari swasta, baik domestik atau internasional,” tutupnya.