Di Jepang, Mau Punya Mobil Wajib Punya Sertifikat Garasi

13 Maret 2023 20:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi garasi di Jepang. Foto: Tedi Atmapradhana/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi garasi di Jepang. Foto: Tedi Atmapradhana/Shutterstock
ADVERTISEMENT
DKI Jakarta, Depok, dan Surakarta punya peraturan daerah yang menyebut seseorang harus punya garasi sebelum memiliki mobil. Di Jakarta, misalnya, aturan kepemilikan garasi tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi pada Pasal 140 ayat 1 hingga 4.
ADVERTISEMENT
Nantinya, masyarakat akan memegang surat bukti kepemilikan garasi dari kelurahan setempat agar Surat Tanda Nomor Kendaraan bisa dikeluarkan.
Sementara, aturan serupa di Depok tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Depok No. 1 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Bidang Perhubungan. Dalam pasal 34A dan 34B, setiap pemilik mobil wajib memiliki garasi, baik milik sendiri, sewa, atau garasi bersama. Jika tidak punya ada denda sebesar Rp 2 Juta.
Sayangnya, aturan tersebut belum diterapkan secara efektif. Masih banyak masyarakat yang menghiraukan perda ini dengan banyak ditemukannya mobil terparkir di jalanan umum.
Meski begitu, peraturan yang mewajibkan punya garasi sebelum ada mobil memang sudah diterapkan di beberapa negara. Salah satunya adalah Jepang. Bahkan, peraturan tersebut sudah dijalani sejak tahun 1960-an.
ADVERTISEMENT

Regulasi Parkir di Jepang

Ilustrasi garasi di Jepang. Foto: Milkovasa/Shutterstock
Dikutip dari laman Parking Reform Atlas, Jepang mengenal aturan soal kewajiban memiliki garasi sebelum punya mobil ini sebagai Shako-shoumei. Regulasi tersebut sudah diberlakukan sejak tahun 1962. Awalnya, peraturan ini hanya berlaku di kota-kota besar di Jepang. Seiring berjalannya waktu, kebijakan ini meluas di kota-kota lainnya.
Di Jepang, seseorang yang punya mobil wajib punya sertifikat garasi. Jika tak punya garasi, masyarakat juga bisa menyewa tempat untuk dijadikan garasi. Sertifikat tersebut dapat diperoleh di kantor kepolisian terdekat.
Namun, sertifikat ini memiliki waktu kedaluwarsa yang berbeda tergantung kantor inspeksi dan pendaftaran kendaraan bermotor regional. Umumnya, hanya berlaku selama satu bulan.
Bagi masyarakat yang ingin menyewa tempat parkir pun radius jaraknya juga tak boleh lebih 2 km dari tempat tinggal. Bila ketahuan memarkirkan mobil di jalanan, mobil bisa diderek dan dikenakan sanksi denda.
ADVERTISEMENT
Tujuan utama Jepang memberlakukan secara serius undang-undang garasi ini adalah untuk melarang keras parkir sepanjang malam di jalan perumahan.
Ilustrasi garasi di Jepang. Foto: Thiradech/Shutterstock
Tingkat keseriusan Jepang untuk mencapai tujuan tersebut tak berhenti sampai didapatkannya sertifikat garasi saja, nantinya pemilik mobil juga perlu menyertakan peta lokasi parkir yang bisa diarahkan melalui Google Maps. Kemudian, polisi akan melakukan pemeriksaan dengan mengirimkan beberapa petugas ke titik parkir tersebut. Ini untuk memastikan kesesuaian lokasi hingga persyaratan ukuran tempat parkir.
Setelah hampir 61 tahun peraturan ini diterapkan, terdapat beberapa dampak yang hingga saat ini dirasakan oleh masyarakat Jepang. Mulai dari terciptanya permintaan untuk parkir sewaan di dekat rumah, harga properti tinggi mempengaruhi biaya sewa parkir yang juga tinggi, dan berkembangnya fasilitas transportasi umum juga membantu mendorong rendahnya kepemilikan mobil di pusat perkotaan Jepang.
ADVERTISEMENT
Media Jepang Kuruma News menjelaskan, kini sulit untuk mencari tempat sewa parkir bulanan di tengah Kota Tokyo. Bahkan, sejumlah apartemen punya waiting list untuk ruang parkirnya.
Harga sewa parkir bulanan di kota ini pada tahun 2022 berkisar antara 70 ribu-100 ribu yen per bulan atau sekitar Rp 8-11 juta per bulan. Biaya sewa ini bisa jauh lebih mahal di bangunan-bangunan mewah, yakni mencapai 170 ribu yen atau sekitar Rp 19,7 juta untuk sewa per bulan.
Di pinggiran kota, menurut Tokyocheapo.com, harga parkir cenderung murah. Satu spot parkir bisa disewa 10 ribu yen atau Rp 1,1 juta per bulan.