Di Sidang PBB, Indonesia Kecam Tindakan Provokatif Vanuatu soal Papua

29 September 2019 12:28 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang Majelis Umum Ke-74 PBB, di New York, Kamis (26/9/2019). Foto: Dok. Setwapres
zoom-in-whitePerbesar
Sidang Majelis Umum Ke-74 PBB, di New York, Kamis (26/9/2019). Foto: Dok. Setwapres
ADVERTISEMENT
Indonesia menjawab Vanuatu yang mempersoalkan kerusuhan di Papua beberapa waktu terakhir di forum Sidang Umum PBB. Pernyataan sikap Indonesia ini disampaikan dalam Sidang Umum PBB di New York, Amerika Serikat, Sabtu (28/9) waktu setempat.
ADVERTISEMENT
Indonesia menegaskan Papua akan tetap menjadi bagian dari Indonesia. Pernyataan Indonesia itu disampaikan oleh Diplomat PTRI New York, Rayyanul Sangaji. Dalam penyampaian hak jawab Indonesia, Rayyanul pertama kali menjelaskan asalnya yang berasal dari wilayah Indonesia Timur, sama seperti Papua.
"Pimpinan sidang, sebelum melanjutkan hak jawab Indonesia atas pernyataan Vanuatu, izinkan saya memperkenalkan diri saya. Saya berasal dari timur Indonesia, dari pulau yang bertetangga dengan Papua. Saya juga seorang asli Melanesia," kata Rayyanul di sidang umum PBB.
"Sebagai seorang Indonesia dengan akar Melanesia, kami tidak suka dikotak-kotakkan, digolongkan oleh negara yang jauh sekali seperti Vanuatu," imbuhnya.
Rayyanul mengatakan, Pemerintah Indonesia tetap mempertahankan Papua dan akan menjadi bagian dari Indonesia. Pernyataan ini terus ditegaskan Pemerintah Indonesia karena terus mendapat desakan dan pertanyaan dari Vanuatu terkait Papua.
ADVERTISEMENT
Di dalam sidang umum PBB itu, Rayyanul meminta agar Vanuatu untuk melihat kembali secara seksama sejarah dan fakta mengenai Papua agar tidak melakukan kesalahan yang sama, mendesak kemerdekaan bagi Papua.
"Sekarang, biarkan saya bertanya kepada mereka. Pernahkah mereka membaca secara historis dan fakta hukum terkait Papua? Jika tidak saya ajak Anda untuk membaca kembali tentang sejarah dan fakta hukum mengenai status Papua," tegas Rayyanul.
"Sepatutnya Anda memahami fakta sejarah dan hukum terkait Papua. Itu sangat penting agar Anda tidak mengulangi kesalahan yang sama," lanjutnya.
Rayyanul di dalam sidang PBB juga mengingatkan kepada seluruh hadirin bahwa status Papua sudah sangat jelas dan telah disepakati dalam resolusi nomor 2504.
ADVERTISEMENT
"Ini sudah selesai tentang Papua. Pada sidang umum tahun 1969 melalui resolusi 2504," ujarnya.
Dia pun heran dan menanyakan kepada di era globalisasi seperti saat ini masih saja ada negara yang memiliki kebijakan luar negerinya mendukung gerakan separatis.
"Kami gagal paham, masih ada negara yang terus mendukung gerakan separatisme, yang mana telah menyebabkan masyarakat civil jadi korban," kata Rayyanul.
Menurutnya, sudah sepatutnya setiap negara di dunia berkewajiban menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah negara lain.
"Saya ingin bertanya dengan pertanyaan sederhana. Apakah bisa dijustifikasi, diizinkan oleh hukum internasional atau piagam PBB, negara tertentu mendukung gerakan separatis? Jawabannya tentu tidak," tegasnya.
Rayyanul mengatakan, selama ini Vanuatu hanya memberikan kesan kepada dunia bahwa mereka menaruh perhatian pada penegakkan hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT
"Padahal ada motif lain di balik negara tak bertanggungjawab ini. Vanuatu sengaja memprovokasi yang hanya membuat harapan kosong dan menimbulkan konflik," kata Rayyanul.
Tindakan provokatif Vanuatu ini justru telah merusak sejumlah infrastruktur yang sudah terbangun di Papua.
"Ratusan rumah terbakar, fasilitas publik hancur, dan lebih parahnya kehidupan warga sipil tak bersalah ikut mati," kata Rayyanul.
Rayyanul menegaskan ke para peserta sidang umum PBB, bahwa Indonesia memiliki komitmen untuk menjaga HAM bagi setiap warganya, termasuk di Papua.
Warga antre menaiki pesawat milik TNI di Bandara Wamena, Jayawijaya, Papua, Sabtu (28/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Iwan Adisaputra
Di akhir pidatonya, Rayyanul juga menegaskan Papua tetap menjadi bagian dari NKRI di tengah keberagaman suku dan ras yang ada di dalamnya.
"Indonesia merupakan negara majemuk, dan kami akan tetap menjadi negara majemuk. Kami menghormati perbedaan, kearifan lokal dari setiap suku bangsa yang ada di Indonesia. Kami tetap satu Indonesia," kata Rayyanul.
ADVERTISEMENT
"Saya Melanesia, saya Indonesia, kita semua bersaudara," tutupnya dengan menggunakan bahasa Indonesia.
Sebelumnya, di sidang umum PBB, Perdana Menteri Vanuatu, Charlot Salwai Tabimasmas mendesak kepada PBB agar bertindak terhadap pelanggaran HAM dan kekerasan yang terjadi di Papua. Charlot juga menyoroti terkait eksodus besar-besaran dari Wamena setelah kerusuhan beberapa waktu lalu.
"Kami sangat mengutuk, atas pelanggaran HAM terhadap warga asli Papua," kata Charlot.