Di Sidang, Saksi Korupsi Timah Cerita Antarkan Harvey Moeis ke Polda Babel

12 September 2024 15:27 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang lanjutan kasus korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moies di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/9/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sidang lanjutan kasus korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moies di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/9/2024). Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
Pegawai General Affair (GA) PT Refined Bangka Tin (RBT), Adam Marcos, mengaku pernah mengantarkan suami Sandra Dewi, Harvey Moeis, ke Polda Bangka Belitung.
ADVERTISEMENT
Hal ini terungkap saat Adam dihadirkan dalam persidangan kasus korupsi timah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/9). Sementara Harvey duduk sebagai terdakwa, bersama Dirut PT RBT, Suparta; dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah.
Mulanya, Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto bertanya kepada Adam soal perkenalannya dengan Harvey Moeis. Adam menjelaskan, saat itu dia diperintahkan Suparta untuk menjemput Harvey.
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah Harvey Moeis (tengah) berjalan meninggalkan ruangan usai mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (29/8/2024). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
"Kemudian kenal dengan terdakwa Harvey Moeis?" tanya hakim.
"Kenal saat saya disuruh menjemput tamu," balas Adam.
"Ini tamunya PT RBT?" cecar hakim.
"Tamunya Pak Suparta, Yang Mulia," jawab Adam.
"Di mana waktu itu?" tanya hakim lagi.
"Di Pangkal Pinang, Yang Mulia. Waktu itu saya disuruh jemput di bandara," ungkap Adam.
Adam mengaku menyopiri Harvey. Saat itu, setelah dari bandara mereka langsung menuju salah satu pabrik. Namun tak dijelaskan rinci pabrik mana yang dimaksud.
ADVERTISEMENT
Adam melanjutkan, setelah dari pabrik, ia lalu mengantar Harvey menuju Polda Bangka Belitung.
"Kemudian ke mana?" tanya hakim.
"Saat itu ada ke Polda," jawab Adam.
"Ngapain ke Polda?" cecar hakim.
"Saya kurang tahu, Yang Mulia," beber Adam.
"Mampir ke Polda?" tanya hakim.
"Mampir," sahut Adam.
"Yang minta ke Polda siapa?" tanya hakim lagi.
"Pak Harvey," ujar Adam.
Hakim kemudian mencoba memperdalam terkait maksud dan tujuan Harvey Moeis ke Polda Babel. Namun Adam tetap mengaku tak tahu-menahu.
"Saudara nggak tanya?" cecar hakim.
"Nggak, kan nggak berani nanya cuma nganter aja," jawab Adam.
"Saudara kan general affair kan? Waktu itu nggak ngomongin masalah timah di perjalanan dari Bandara menuju Polda?" tanya hakim.
ADVERTISEMENT
"Enggak, Yang Mulia," balas Adam.
"Diam aja?" tanya hakim.
"Diam aja," ungkap Adam.
"Masa diam aja?" tanya hakim keheranan.
"Kan enggak berani nanya," jelas Adam.
Dalam persidangan sebelumnya, Kepala Bagian Unit Produksi PT Timah, Ali Samsuri, mengungkap perkenalkannya dengan Harvey Moeis. Ali mengaku dikenalkan seorang pejabat kepolisian.
"Jadi, pada waktu itu saya juga lupa tanggalnya, Yang Mulia, perkiraan sekitar Agustus September 2018, waktu itu saya ditelepon oleh Kasatreskrim Belitung Timur, saya juga lupa namanya waktu itu siapa beliau," ujar Ali dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (26/8).
Dalam pembicaraan lewat telepon itu, Ali menyebut bahwa Kasatreskrim Polres Belitung Timur menyampaikan pesan dari Direskrimsus Polda Bangka Belitung berupa ajakan makan siang di salah satu restoran di Tanjung Tinggi.
ADVERTISEMENT
"Beliau mengatakan bahwa 'Pak Ali, Pak Dirkrimsus ngajak makan siang di salah satu rumah makan'. Pak Dirkrimsus ngajak makan siang di salah satu rumah makan, saya juga lupa nama restorannya di Tanjung Tinggi," ungkap Ali.
Dalam undangan makan siang itu, ternyata Harvey Moeis juga hadir di sana. Perkenalan antara Ali dan Harvey pun disampaikan lewat pejabat Ditreskrimsus Polda Bangka Belitung itu.
Terdakwa kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah, Harvey Moeis jelang sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (26/8/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Adapun dalam dakwaannya, Harvey Moeis diduga menerima keuntungan hingga Rp 420 miliar dari hasil korupsi tata niaga di wilayah IUP PT Timah. Korupsi tersebut merugikan negara hingga Rp 300 triliun.
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (14/8), keuntungan yang diterima oleh Harvey itu mengalir ke sejumlah pihak, termasuk istrinya sendiri, Sandra Dewi.
ADVERTISEMENT
Salah satu transfernya bernominal Rp 3.150.000.000. Uang itu dikirimkan langsung ke rekening Sandra Dewi dari rekening money changer PT Quantum Skyline Exchange.
Selain itu, ada juga sejumlah transfer lainnya kepada Sandra Dewi untuk sejumlah keperluan. Tak dirinci nilai uangnya, tetapi dipergunakan untuk melunasi cicilan town house The Pakubuwono House, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan; dan membeli 3 rumah di Permata Regency, Kembangan, Jakarta Barat.
Selain rumah, Sandra juga menggunakan uang tersebut untuk membeli 88 tas mewah. Beberapa di antaranya bermerek Louis Vuitton, Hermes, Chanel, Dior, hingga Balenciaga.
Lalu, Sandra juga membelanjakan uang itu dengan 141 perhiasan emas hingga berlian dengan berbagai jenis perhiasan.

Peran Harvey Moeis

Dalam dakwaan, Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) telah melakukan pertemuan dengan sejumlah pihak.
ADVERTISEMENT
Termasuk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah; Alwin Albar selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah; serta 27 pemilik smelter swasta.
Pertemuan itu membahas permintaan Riza dan Alwin atas bijih timah 5% dari kuota ekspor smelter-smelter tersebut. Sebab, bijih timah itu disebut merupakan hasil kegiatan penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Harvey kemudian meminta beberapa perusahaan smelter, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa untuk membayar biaya 'pengamanan' sebesar USD 500 hingga USD 750 per metrik ton.
Pembayaran itu dibuat seolah sebagai dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola Harvey atas nama PT RBT.
Kemudian, Harvey menginisiasi kerja sama sewa alat pengolahan pelogaman timah dengan beberapa perusahaan smelter swasta tersebut. Padahal, perusahaan itu tak memiliki orang yang berkompeten dalam pengolahan timah.
ADVERTISEMENT
Harvey dan perusahaan itu kemudian melakukan negosiasi dengan PT Timah terkait penyewaan smelter sampai disepakati harganya. Namun, hal ini dilakukan tanpa adanya studi kelayakan atau kajian yang mendalam.
PT Timah kemudian menerbitkan surat perintah kerja di IUP PT Timah. Tujuannya, untuk melegalkan pembelian bijih timah oleh swasta yang berasal dari penambangan ilegal.
Harvey bersama dengan Suparta selaku Dirut PT RBT hingga sejumlah Pejabat Kementerian ESDM memberikan persetujuan revisi RKAB kepada PT Timah Tbk tahun 2019 tanpa kajian dan studi kelayakan.
Sehingga menimbulkan kerugian negara berupa kerusakan lingkungan, baik di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan pada wilayah IUP PT Timah. Nilainya mencapai Rp 300 triliun.
Jaksa menyebut dugaan korupsi ini telah memperkaya Harvey Moeis dan Manager PT Quantum Skyline Exchange (QSE), Helena Lim, sebesar Rp 420 miliar.
ADVERTISEMENT