Di Sidang Sambo, Ahli Sebut JC Tak Bisa Diterapkan dalam Kasus Pembunuhan

22 Desember 2022 11:59 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Richard Eliezer, Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal mendengar kesaksian Benny Ali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Richard Eliezer, Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal mendengar kesaksian Benny Ali di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (7/12/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Ahli menyebut justice collaborator (JC) tak bisa diterapkan dalam kasus pembunuhan. Hal tersebut diungkapkan oleh Mahrus Ali, ahli Pidana Materil dan Formil dari Universitas UII yang dihadirkan sebagai ahli oleh pihak Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di persidangan.
ADVERTISEMENT
Mulanya, kuasa hukum Putri, Febri Diansyah menanyakan, apakah JC bisa diterapkan untuk kasus pembunuhan berencana, yang tertuang dalam pasal 340 KUHP.
"Tadi sampaikan JC ini riwayatnya dan pengaturannya untuk kejahatan luar biasa, seperti itu, pertanyaan sederhananya, apakah klausul JC ini bisa digunakan untuk pasal 340 atau 338?" tanya Febri kepada Mahrus Ali, Kamis (22/12).
Mahrus pun memberikan jawaban. Menurutnya, JC tak bisa diterapkan dalam pasal mengenai pembunuhan. Alasannya, JC ini hanya bisa diterapkan pada kasus kejahatan luar biasa.
"Persoalan itu adalah karena di pasal 28 JC itu hanya diberikan kepada pelaku tindak pidana tertentu kan, di situ dijelaskan pelakunya kan banyak jenis tindak pidananya, ada klausul yang umum lagi, termasuk kejahatan-kejahatan lain yang ada potensi serangan dan itu harus berdasarkan keputusan," kata Mahrus.
ADVERTISEMENT
"Nah dalam konteks ini, sepanjang itu tak ada keputusan ya ikuti jenis tindak pidana yang dijelaskan secara eksplisit di situ. Apa tadi? pencucian uang, korupsi, narkotika, apa lagi? perdagangan orang, kekerasan seksual. Pembunuhan ndak ada di situ," sambung Mahrus.
Dikutip dari UU 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dalam pasal 5 ayat (2) disebutkan bahwa JC diberikan kepada saksi dan/atau korban tindak pidana dalam kasus tertentu sesuai dengan keputusan LPSK. Dalam penjelasan pasal tersebut, diungkap kasus-kasus apa yang yang bisa ditetapkan JC.
Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo (kanan) beserta istri Putri Candrawathi yang juga terdakwa menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (20/12/2022). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Berikut penjelasannya:
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "tindak pidana dalam kasus tertentu" antara lain, tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana terorisme, tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana narkotika, tindak pidana psikotropika, tindak pidana seksual terhadap anak, dan tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi Saksi dan/atau Korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya.
ADVERTISEMENT
"Di pasal 5 ayat 2 penjelasannya, tentang pidana. Tindak pidana apa yang boleh ditetapkan JC, diputuskan berdasarkan putusan LPSK. Saya cek di webnya belum ada. Artinya apa? harus dimaknai UU ini ditujukan kepada kejahatan-kejahatan serius yang potensi balas dendam, potensi yang ungkap itu tidak aman, itu besar. Sehingga tidak untuk semua kejahatan," pungkas Mahrus.
Saat ini, ada satu terdakwa dalam kasus pembunuhan Yosua yang tengah mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC). Dia adalah Richard Eliezer. Saat ini, dia pun tengah mendapatkan perlindungan dari LPSK, terkait pengakuannya yang disebut membongkar peristiwa kematian Yosua di Duren Tiga.
Eliezer didakwa bersama-sama dengan Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal. Kelimanya disebut secara bersama-sama melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, mereka didakwa melanggar Pasal 338 KUHP atau 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal mati.