Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Tak ada orang yang tak ingin selamat. Masalahnya, bagaimana bila sejumlah orang selamat sementara yang lain tidak? Persis seperti inilah pusat perdebatan soal vaksin dosis ketiga COVID-19—tak hanya di Indonesia, tapi di dunia.
Persoalan ini, menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, menyangkut etik. Secara medis, vaksin dosis ketiga atau booster memang dapat menaikkan antibodi seseorang. Namun secara etis, itu sama sekali tak pantas karena hingga saat ini pemberian vaksin dosis pertama dan kedua pun belum merata di semua daerah di Indonesia.
Satu-satunya kalangan yang pantas mendapatkan booster, tegas Kementerian Kesehatan, adalah tenaga kesehatan yang setiap hari berisiko paling tinggi terpapar COVID-19. Merekalah yang membutuhkan perlindungan ekstra.
Sejauh ini, baru 57,8 persen dari total nakes di Indonesia yang menerima vaksin dosis penguat. Sementara booster diam-diam disuntikkan kepada orang-orang di luar tenaga kesehatan.
Siapa saja para penerima booster non-nakes itu? Dari mana mereka mendapat tawaran booster? Dan mengapa kebocoran vaksin booster bisa terjadi? Pihak mana saja yang mungkin terlibat di baliknya?
Simak jawabannya dalam Liputan Khusus “Keblinger Vaksin Booster” hanya di kumparan+. Langganan sekarang juga.