Didakwa Gelapkan Rp 117 M Korban Lion Air: Ibnu Khajar Eksepsi, Ahyudin Tidak

15 November 2022 17:21 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Presiden ACT Ahyudin tiba di Bareskrim Polri, Rabu (20/7/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Presiden ACT Ahyudin tiba di Bareskrim Polri, Rabu (20/7/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin, didakwa melakukan penggelapan dana sosial yang seharusnya diperuntukkan bagi ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610. Dia didakwa melakukan itu bersama dengan Presiden ACT Ibnu Khajar serta Hariyana Hermain selaku Senior Vice President dan anggota Dewan Presidium ACT.
ADVERTISEMENT
Ahyudin dkk disebut menggelapkan dana yang bersumber dari program Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang diperuntukkan oleh Boeing untuk keluarga korban kecelakaan Lion Air JT-610. Nilainya mencapai Rp 117 miliar.
Didakwa menggelapkan uang ratusan miliar, Ahyudin tak mengajukan keberatan. Dia menerima dakwaan tersebut, dan memilih agar persidangan dilanjutkan ke pemeriksaan saksi.
"Kita juga tidak mengajukan keberatan atas dakwaan dari JPU dan kita nanti langsung ke pembuktian dan saksi-saksi, biar nanti fakta persidangan yang akan melihat perkara ini seperti apa dan bagaimana," kata kuasa hukum Ahyudin, Irfan Junaidi, kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/11).
Pertimbangan lain, lanjut Irfan, adalah agar perkara ini segera diputus dan kliennya mendapat vonis yang adil.
ADVERTISEMENT
"Yang pertama, ya, itu, kita agar proses persidangan cepat dan nanti segera divonis yang seadil-adilnya, gitu, kan. Kalau memang klien kami bersalah, ya kita siap," imbuh Irfan.
Presiden ACT Ibnu Khajar di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (13/7/2022). Foto: Nugroho GN/kumparan
Sikap berbeda diperlihatkan mantan Presiden ACT Ibnu Khajar. Setelah Jaksa membacakan dakwaan, melalui kuasa hukumnya, Ibnu mengajukan eksepsi alias nota keberatan.
"Setelah kami mendengar surat dakwaan ada hal-hal yang kami kritisi terkait formil-formil dakwaan, akan ajukan eksepsi," kata tim kuasa hukum Ibnu Khajar.
Dengan demikian, untuk persidangan dengan terdakwa Ibnu Khajar, agenda selanjutnya mendengarkan eksepsi dari terdakwa. Sidang akan digelar pekan depan.
Selain mengajukan eksepsi, kuasa hukum juga meminta Ibnu Khajar dihadirkan langsung di persidangan. Dalam sidang dakwaan, Ibnu Khajar mengikutinya secara daring.
ADVERTISEMENT
"Terdakwa tahanannya deket di Trunojoyo. Jadi mohon terdakwa hadir di persidangan selanjutnya. Bisa hadir di ruang sidang ini yang mulia," kata dia.
Menanggapi itu, hakim menyerahkannya ke jaksa. Jaksa kemudian menyatakan akan berkoordinasi dengan pihak Kejagung terkait itu.
"Akan kami usahakan majelis," kata jaksa.
Sidang dugaan penyalahgunaan dana sosial oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dengan terdakwa eks President ACT, Ahyudin, di Penjara Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/11). Foto: Hedi/kumparan
Dalam perkara ini, Ahyudin dan Ibnu Khajar didakwa melakukan penggelapan dana sosial dari Rp 138 miliar yang diterima dari Boeing. Harusnya, dana tersebut disalurkan untuk pembangunan fasilitas pendidikan yang disepakati oleh ahli waris korban, sebagaimana program implementasi yang disyaratkan Boeing.
Namun dana Rp 138 miliar itu hanya disalurkan Rp 20 miliar.
"Bahwa dari jumlah uang sebesar Rp 138.546.388.500, dana BCIF yang diterima oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dari Boeing tersebut yang benar-benar digunakan untuk implementasi kegiatan Boeing adalah hanyalah sejumlah Rp 20.563.857.503," begitu bunyi dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di PN Jakarta Selatan, Selasa (15/11).
ADVERTISEMENT
"Sedangkan sisa dana BCIF tersebut digunakan oleh terdakwa Ahyudin bersama-sama dengan saksi Ibnu Khajar dan saksi Hariyana binti Hermain tidak sesuai dengan implementasi Boeing dan malah digunakan bukan untuk kepentingan pembangunan fasilitas sosial sebagaimana yang ditentukan dalam Protocol BCIF adalah sebesar Rp 117.982.530.997," kata Jaksa.
Jaksa merinci, total dana yang terimplementasi sesuai Pembayaran proyek Boeing sesuai perjanjian kerja sama (PKS) sebesar Rp 18.188.357.502; pembayaran proyek Boeing atas nama Lilis Uswatun Rp2.375.000.001; dan pembayaran proyek Boeing atas nama Francisco Rp500.000.000.
Sementara itu, Rp 117 miliar sisanya yang digelapkan diperuntukkan untuk pembayaran gaji hingga utang ACT.
Atas perbuatannya, Ahyudin, Ibnu, dan Hariyana didakwa melanggar Pasal 374 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 372 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sidang dugaan penyalahgunaan dana sosial oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dengan terdakwa eks President ACT, Ahyudin, di Penjara Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/11). Foto: Hedi/kumparan

Kenapa Tak Ada Pasal TPPU?

Dalam dakwaan Ahyudin dkk, tidak ada pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU). Mereka hanya didakwa melanggar pasal penggelapan, yakni Pasal 372 dan 374 KUHP, Pasal 45a Ayat 1 Jo Pasal 28 Ayat 1 UU ITE.
ADVERTISEMENT
Padahal pada saat ditetapkan sebagai tersangka di Mabes Polri, Ahyudin turut disangka Pasal 3, 4 dan 6 tentang TPPU.
Pasal TPPU yang hilang ini pun direspons Irfan selaku kuasa hukum Ahyudin. Ia mengakui bahwa pada awalnya, kliennya memang disangka banyak dugaan tindak pidana. Namun yang didakwakan hanya penggelapan saja.
"Karena memang kan sejak awal, pada proses di Bareskrim Mabes Polri, banyak sekali dugaan tindak pidana yang dikenakan pada klien kami. Namun pada tahap P21 ini, dan pada saat sidang perdana ini, klien kami hanya dikenakan pasal 374 dan atau pasal 372," ungkap Irfan.
Irfan pun tak menampik kliennya hanya dapat ancaman lebih rendah. Terbebas dari ancaman maksimal 20 tahun.
"Kalau 374 [Pasal 374, ancamannya] 5 tahun penjara maksimal," kata Irfan.
ADVERTISEMENT
Kendati begitu, tak adanya pasal TPPU itu, tambah Irfan, adakah kewenangan penyidik dan JPU.
"Yang pasti dari semua tersangka ada 4 tersangka yang sampai saat ini ditahan di Bareskrim itu sangkaan pasal dari awal itu sekitar bulan Agustus, itu ada dugaan TPPU, tapi kalau untuk bicara detailnya itu kewenangan penyidik, saat ini memang yang sedang diproses memang Pasal 374 dan sub Pasal 372 jo Pasal 55," ucapnya.
Kapuspen Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, di Kejagung, Jakarta, Kamis (22/9/2022). Foto: Kejagung
Kapuspenkum Kejaksaan Agung (Kejagung), Ketut Sumedana, menegaskan dasar penyusunan surat dakwaan adalah berkas hasil penyidikan. Pasal yang tercantum dalam dakwaan itu berdasarkan berkas yang diterima dari penyidik.
"Dasar surat dakwaan itu berkas perkara dari Penyidik, yang hanya mencantumkan Pasal 372 jo Pasal 374 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 dan 56 KUHP," kata Ketut dalam keterangan tertulisnya, Selasa (15/11).
ADVERTISEMENT