Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Setelah didepak dari Jalan Kuningan Persada, kini berlabuh di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan. Begitu, perjalanan pegawai KPK yang dipecat oleh Firli Bahuri dkk usai dinyatakan tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat menjadi ASN.
ADVERTISEMENT
Ya, keputusan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pada bulan lalu mengagetkan banyak pihak. Sigit mengungkapkan kesediaannya merekrut 57 eks pegawai KPK menjadi ASN di Kepolisian. Bahkan dalam pidatonya di Papua, Sigit mengungkapkan rencana itu sudah mendapatkan persetujuan dari Presiden Jokowi.
Hal tersebut bukan tanpa sebab. 57 eks pegawai KPK itu sebelumnya didepak melalui TWK yang menguji kesetiaan pada Pancasila, UUD 1945, hingga pemerintahan yang sah. Bahkan, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, mengungkapkan dengan tak lulusnya mereka dalam TWK, dapat dikategorikan merah.
Pada satu sisi, dengan cap merah tersebut, sejumlah pihak mempertanyakan mengapa Kapolri tetap merekrut 57 eks pegawai KPK tersebut. Sementara di sisi lain, banyak yang menilai langkah Kapolri ini mematahkan cap merah yang ditempelkan kepada 57 eks pegawai lembaga antirasuah itu.
ADVERTISEMENT
Terlebih, dalam perekrutan yang dilakukan oleh Polri, 57 eks pegawai KPK tak perlu lagi melakukan TWK. Hal tersebut tertuang dalam peraturan polisi (Perpol) yang jadi dasar perekrutan tersebut. Ditambah, perpol tersebut dilahirkan dengan dasar hukum yang kuat, yakni konsultasi dengan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung, serta persetujuan dari KemenPANRB.
"Mestinya KPK malu, karena tolok ukur penilaiannya tidak dianggap sebagai suatu hal penting di internal penegak hukum lain," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Senin (6/12).
"Namun, hal itu wajar, sebab TWK versi KPK --selain tidak logis-- memang bukan didesain untuk penilaian objektif, akan tetapi digunakan sebagai dasar menyingkirkan pegawai-pegawai berintegritas," sambung dia.
G30STWK
Sebanyak 57 pegawai KPK mengakhiri kariernya di lembaga antirasuah pada, Kamis (30/9). Padahal, mereka pegawai yang bertahun-tahun mengabdi di KPK. Integritas dan kinerja mereka tak perlu lagi diragukan. Namun, karena TWK, mereka harus pergi dari KPK.
ADVERTISEMENT
Terlebih dalam pelaksanaan TWK pun ditemukan sejumlah permasalahan. Mulai dari pelanggaran HAM hingga malaadministrasi. Sejumlah pihak mendesak agar TWK dibatalkan. Tapi Firli Bahuri dkk bergeming dan tetap memecat 57 pegawai itu.
Terungkapnya sejumlah permasalahan itu usai para mantan pegawai KPK 'bergerilya' melawan keputusan Firli Bahuri dkk. Mereka mengadukan masalah TWK ke Dewas KPK, Ombudsman, dan Komnas HAM.
Laporan ini dilakukan karena dinilai banyak kejanggalan dalam TWK. Termasuk soal materi pertanyaannya yang dinilai merupakan ranah pribadi.
Misalnya apakah salat subuh memakai doa qunut, bila pacaran ngapain saja, kenapa belum menikah, hingga "Islamnya, Islam apa".
Selain itu, para pegawai KPK yang menjalani tes pun diminta untuk memberikan pernyataan sikap atas sejumlah isu. Mulai dari isu terorisme, HTI, FPI, hingga Habib Rizieq.
ADVERTISEMENT
Terkait aduan itu, Dewas KPK menyatakan tidak ada cukup bukti Pimpinan KPK melanggar etik. Namun Ombudsman menemukan adanya penyimpangan.
Ombudsman menilai ada malaadministrasi dalam pelaksanaan TWK. Temuan Komnas HAM bahkan lebih mendetail.
Komnas HAM mengkonfirmasi adanya upaya untuk menyingkirkan pegawai KPK melalui TWK. Sebagian besar di antaranya sudah dilabeli "Taliban". Padahal, stigma itu merupakan isu yang tidak jelas kebenarannya.
Baik Komnas HAM dan Ombudsman meminta Presiden Jokowi mengambil alih proses TWK dan membatalkannya. Lalu turut mengangkat pegawai KPK yang tak lulus TWK menjadi ASN. Namun hal tersebut tak kunjung direalisasikan.
Di tengah kegusaran, kejutan muncul dari Kapolri. Jenderal Listyo Sigit meminati jasa 57 eks pegawai KPK tersebut. Proses perekrutan langsung digodok. Hingga kemudian terbitnya perpol sebagai acuan perekrutan hingga teranyar seleksi kompetensi dilakukan.
ADVERTISEMENT
Realisasi perekrutan semakin tampak ketika pada Senin (6/12) para mantan pegawai KPK itu menghadiri proses sosialisasi perpol. Hadir 52 orang mantan pegawai KPK. Saat itu, mereka mendengarkan penjelasan pihak Polri melalui SDM. Mereka akan ditempatkan di bagian pencegahan di Polri.
Lalu keesokan harinya, Selasa (7/12), mereka menjalani tes kompetensi untuk penempatan mereka seusai menjadi ASN Polri. Hanya 44 orang yang hadir yang bersedia untuk bergabung dengan Polri, termasuk Novel Baswedan. Sedangkan 12 sisanya menyatakan tak bersedia bergabung sebagai ASN Polri dengan berbagai pertimbangan.
Kini, tinggal menunggu waktu bagi 44 eks pegawai KPK itu dilantik sebagai ASN Polri. Meski, masih ada keinginan dari sejumlah punggawa seperti Novel Baswedan kembali memberantas korupsi di KPK.
ADVERTISEMENT
"Tentunya (ada keinginan kembali ke KPK). Saya yakin ketika sekarang pegawai KPK adalah ASN tentunya dengan memilih menjadi ASN Polri pada dasarnya suatu saat saya berkeinginan kawan-kawan yang punya semangat dan kompetensi keahlian yang benar-benar luar biasa serta memiliki integritas yang tinggi yang selama ini telah ditunjukkan pada saat tertentu bisa kembali ke KPK dalam rangka melakukan tugas-tugas memberantas korupsi yang sungguh-sungguh dan serius," kata Novel Baswedan di Mabes Polri, Selasa (7/12).