Diduga Muluskan Jalan Gibran, Putusan Usia Capres-Cawapres di MK Diminta Ditunda

16 Agustus 2023 10:54 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) diminta menunda pembahasan UU Pemilu, khususnya terkait permohonan batas umur capres-cawapres karena erat kaitannya dengan kepentingan politik tertentu.
ADVERTISEMENT
Diduga gugatan tersebut diperuntukkan untuk meloloskan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, jadi cawapres.
Hal tersebut disampaikan oleh Hendardi, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute. Kata dia, bila hal tersebut tetap dilanjutkan maka MK bisa dicap hanya jadi institusi pemulus kehendak rezim.
Bagi Hendardi, sulit bagi publik untuk tidak mengaitkan uji materi batas usia capres-cawapres dengan upaya sistematis memuluskan jalan bagi anak presiden, yang belum genap lima tahun belajar memimpin sebuah kota di Jawa Tengah.
Terlebih kata dia, tiba-tiba hasil survei yang mengunggulkan Gibran sebagai cawapres paling populer menjadi pendamping Prabowo Subianto. Survei tersebut dirilis dan diamplifikasi untuk memperkuat kelayakan elektoral putra Jokowi.
Bahkan, popularitas Gibran di angka 66,5% dengan tingkat kesukaan 82,6% melampaui Erick Thohir, Muhaimin Iskandar dan Airlangga Hartarto. Meskipun, tiga nama terakhir memiliki mesin politik dan sebaran kader seluruh Indonesia. Dia tak mengungkap survei yang mana.
ADVERTISEMENT
"Survei dengan mempromosikan kandidat yang tidak memiliki syarat usia berdasarkan UU, memang tidak salah tetapi jelas tidak kondusif bagi upaya pematuhan rule of the game Pilpres, yang sudah ditetapkan dalam UU," kata Hendardi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (16/8).
Gibran Rakabuming Raka di Solo. Foto: Dok. Istimewa
Hendardi menambahkan, promosi kelayakan Gibran yang berumur 35 tahun untuk jadi cawapres yang tidak proper secara hukum, adalah bagian agitasi yang bisa saja mempengaruhi MK.
"Dipaksa menjadi penentu dapat atau tidaknya Gibran ikut berlaga," ungkap Hendardi.
"Mahkamah Konstitusi sudah sepantasnya menunda pemeriksaan perkara terkait batas usia ini hingga Pilpres usai, apalagi seluruh preseden, argumen dan yurisprudensi yang dicetak sendiri oleh MK menyatakan tegas bahwa terkait batasan usia dalam pengisian jabatan publik adalah kebijakan hukum terbuka (open legal policy). MK harus menjadi antitesa kecenderungan autocratic legalism yang sudah merasuk dan merusak prinsip-prinsip dasar bernegara dari rezim yang berkuasa," imbuh Hendardi.
ADVERTISEMENT
SETARA Institute berharap MK bisa jadi pengontrol kekuasaan atau peran Jokowi dalam kontestasi Pilpres 2024. Hendardi menyebut, bergabungnya Partai Golkar dan PAN ke koalisi Gerindra-PKB sebagai keberhasilan Jokowi dalam mencetak peran baru sebagai sentrum kontestasi Pilpres 2024, sekalipun melampaui standar etik politik kepartaian dan kenegaraan.
"Meskipun selalu dibantah, dengan segenap kuasa yang digenggam dan jebakan kasus-kasus hukum yang melilit sejumlah elite, Jokowi dengan mudah mendisiplinkan beberapa Ketua Umum Partai Politik untuk sebaris dengan kehendaknya," kata Hendardi.
"Indikasi keberhasilan kerja politik Jokowi untuk menggemukkan koalisi yang mengusung Prabowo Subianto juga sejalan dengan operasi politik lain dengan menggunakan tangan Mahkamah Konstitusi, yang menguji norma dalam UU Pemilu terkait batas usia Capres dan Cawapres," pungkasnya.
ADVERTISEMENT