Digugat ke MK, Pengangkatan 12 Wamen Jokowi Dinilai Boroskan APBN

10 Desember 2019 16:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin memperkenalkan calon-calon wakil menteri Kabinet Indonesia Maju sebelum acara pelantikan di Istana Merdeka. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin memperkenalkan calon-calon wakil menteri Kabinet Indonesia Maju sebelum acara pelantikan di Istana Merdeka. Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana gugatan terhadap Pasal 10 UU Kementerian Negara yang menjadi dasar pengangkatan 12 Wakil Menteri (Wamen) Kabinet Indonesia Maju.
ADVERTISEMENT
Gugatan bernomor 80/PUU-XVII/2019 itu diajukan Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK), Bayu Segara.
Melalui kuasa hukumnya, Victor Santoso Tandiasa, pemohon mempersoalkan pengangkatan 12 Wamen tersebut.
Victor menyatakan 12 Wamen Jokowi itu merugikan kliennya sebagai salah satu pembayar pajak. Menurutnya, 12 Wamen tersebut memboroskan APBN.
"Ditambahkannya jumlah Wamen secara subjektif oleh Presiden tanpa ada urgensi yang jelas mengakibatkan negara harus menyediakan fasilitas-fasilitas khusus dari negara yang bersumber dari APBN berupa rumah dinas, kendaraan dinas, biaya operasional, gaji, tunjangan jabatan, sekretaris, ajudan, staf pembantu, sopir, dan lain-lain," ujar Victor dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (10/12).
Padahal menurut Victor, anggaran untuk Wamen bisa dipakai untuk keperluan lain seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan rakyat.
ADVERTISEMENT
"Jika tidak ada pengangkatan Wamen, anggaran tersebut dapat dipergunakan untuk kesehatan dan pendidikan serta membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang belum mendapatkan pekerjaan," ucapnya.
Mahkamah Konstitusi menggelar sidang perdana permohonan atas Pengujian Undang-undang (PUU) KPK di ruang sidang di gedung MK, Jakarta, Senin (30/9). Foto: Efira Tamara Thenu/kumparan
Adapun pasal yang menjadi alasan untuk mengangkat Wamen, kata Victor, bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 17 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945. Victor menilai UUD 1945 tidak mengenal istilah atau jabatan Wamen.
Lebih lanjut dalam urusan pemerintahan sesuai Pasal 9 UU Kementerian Negara, tidak diatur jabatan Wamen dalam organisasi Kementerian. Sesuai pasal tersebut, pembantu menteri ialah Sekretaris Jenderal.
Untuk itu, Victor meminta MK membatalkan ketentuan Pasal 10 UU Kementerian Negara.
"Menyatakan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Victor dalam petitumnya.
ADVERTISEMENT
Terhadap gugatan tersebut, ketua panel hakim konstitusi, Anwar Usman, meminta pemohon untuk menguraikan kerugian konstitusionalnya lebih rinci, bukan hanya sebagai pembayar pajak.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman saat sidang putusan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
"Pemohon sebagai Ketua FKHK perlu diuraikan legal standing disamping sebagai pembayar pajak," ucap Anwar.
Anwar pun memberikan kesempatan kepada pemohon untuk memperbaiki gugatannya hingga Senin, 23 Desember.
Diketahui 12 Wamen yang ditunjuk Jokowi ialah Budi Gunadi Sadikin (Wamen BUMN), Wahyu Sakti Trenggono (Wamenhan), Zainut Tauhid Sa'adi (Wamenag), Angela Herliani Tanoesoedibjo (Wamenpar Ekraf).
Selain itu ada Surya Tjandra (Wamen Agraria), Wempi Wetipo (Wamen PUPR), Kartika Wirjoatmodjo (Wamen BUMN), Mahendra Siregar (Wamenlu), Alue Dohong (Wamen LHK), Budi Arie Setiadi (Wamendes PDTT), Jerry Sambuaga (Wamendag), dan Suahasil Nazara (Wamenkeu).
ADVERTISEMENT
Jumlah ini jauh lebih banyak dibandingkan wakil menteri Kabinet Indonesia Kerja periode 2014-2019 yang hanya diisi tiga orang.
Jokowi telah berkomentar mengenai gugatan tersebut. Menurutnya, pengangkatan 12 Wamen dilakukan agar beban kerja kementerian tidak terlalu berat.
"Kita ini mengelola negara sebesar 17.000 pulau. 267 juta. Itu tidak mungkin dikerjakan untuk kementerian-kementerian tertentu yang memiliki beban yang berat, tentu saja membutuhkan control, pengawasan, cek lapangan. Itulah kenapa kita berikan," kata Jokowi di Istana Negara.