Dihapusnya Ambang Batas 20 Persen untuk Pilpres

3 Januari 2025 5:04 WIB
·
waktu baca 11 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) didampingi anggota Wakil Ketua MK Saldi Isra (kiri) dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kanan) saat sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Foto: Fauzan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) didampingi anggota Wakil Ketua MK Saldi Isra (kiri) dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kanan) saat sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Foto: Fauzan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menghapuskan aturan ambang batas pencalonan presiden 20 persen atau Presidential Threshold. Keputusan ini merupakan hasil dari sidang putusan 62/PUU-XXII/2024 pada Kamis (2/1).
ADVERTISEMENT
Gugatan itu terkait uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam putusannya, MK mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. MK menilai Pasal 222 bertentangan dengan UUD NKRI 1945.
Hakim MK Saldi Isra menjelaskan, berdasarkan pertimbangan hukum, menurut Mahkamah ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) sebagaimana ditentukan dalam Pasal 222 UU 7/2017 tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat.
Artinya, kini semua partai politik bisa mengajukan capres mereka masing-masing, tanpa harus memenuhi ambang batas 20% di parlemen.
Putusan ini mengundang begitu banyak reaksi, apa saja? Berikut kumparan rangkum.

Pasal 222 Bertentangan dengan UUD NKRI 1945

Pemohon uji materi pasal itu adalah 4 orang mahasiswa, yakni Rizki Maulana Syafei, Enika Maya Oktavia, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna, mereka semua berasal dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta angkatan 2021.
ADVERTISEMENT
Tiga orang adalah mahasiswa Program Studi Hukum Tata Negara, dan yang seorang lagi mahasiswa Ilmu Hukum. Semuanya berada di bawah Fakultas Syariah dan Hukum.
Para pemohon dalam petitumnya mempermasalahkan Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu. Pasal 222 ini mengatur syarat ambang batas atau threshold bagi capres dan cawapres.
Berikut bunyi dari Pasal 222:
Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya.
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo memimpin sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Foto: Fauzan/ANTARA FOTO
Pemohon menilai, Pasal 222 ini telah melanggar batasan open legal policy, moralitas, rasionalitas dan ketidakadilan bagi seluruh warga Indonesia. Akibatnya, mereka yang bisa mencalonkan diri sebagai capres atau capres terhambat oleh syarat ambang batas ini. Pemohon meminta MK menganulir Pasal 222.
ADVERTISEMENT
Dalam putusannya, MK mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. MK menilai Pasal 222 bertentangan dengan UUD NKRI 1945.
"Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Suhartoyo.
"Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," tambah dia.
MK memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

MK Minta Revisi UU Pemilu Usai PT Dihapus: Semua Partai Berhak Usulkan Capres

Selain menghapus ambang batas 20%, MK juga minta ada revisi UU Pemilu sebagai imbas dari putusan ini.
Dalam amar putusannya, hakim konstitusi, Saldi Isra, mengatakan, ada berbagai macam hal yang bisa diperhatikan pembuat undang-undang dalam merevisi UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Ini jadi pedoman dalam melakukan revisi aturan yang baru nanti.
ADVERTISEMENT
"Oleh karena itu, pembentuk undang-undang, dalam revisi UU 7/2017, dapat melakukan rekayasa konstitusional (constitutional engineering) dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut," kata Saldi Isra di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (2/1).
Berikut hal-hal yang harus diperhatikan:
1. Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden;
2. Pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah
kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional;3. Dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan partai politik peserta pemilu tersebut tidak menyebabkan dominasi partai politik atau gabungan partai politik sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih;
ADVERTISEMENT
4. Partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya; dan
5. Perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU 7/2017 melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian (concern) terhadap penyelenggaraan pemilu termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di
DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

MK Hapus Ambang Batas Capres: Jika Dibiarkan, Mungkin Akan Ada Calon Tunggal

Mahkamah Konstitusi menilai ketentuan mengenai ambang batas syarat capres-cawapres layak dihapus. Sebab, bila dibiarkan, dinilai akan ada kemungkinan calon tunggal dalam Pilpres.
"Bahkan jika pengaturan tersebut terus dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal," kata Hakim MK Saldi Isra membacakan pertimbangan putusan, Kamis (2/1).
ADVERTISEMENT
Hal tersebut melihat arah pergerakan politik mutakhir Indonesia bahwa ada kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 pasangan calon.
Empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pemohon ambang batas syarat pencalonan Capres-Cawapres dihapus yang dikabulkan MK. Foto: Dok. Istimewa
Selain itu, MK juga melihat fenomena pemilihan kepala daerah yang memunculkan kotak kosong.
"Kecenderungan demikian, paling tidak dapat dilihat dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bergerak ke arah munculnya calon tunggal atau pemilihan dengan kotak kosong," kata Saldi.
Menurut dia, membiarkan atau mempertahankan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU 7/2017 berpeluang atau berpotensi terhalangnya pelaksanaan pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat.

2 Hakim Beda Pendapat MK Hapus Ambang Batas Capres: Anwar Usman & Daniel Yusmic

Terhadap putusan Mahkamah tersebut, terdapat pendapat berbeda dari 2 orang Hakim Konstitusi yaitu Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
ADVERTISEMENT
Keduanya menilai para Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum. Sehingga, permohonan dinilai seharusnya tidak dapat diterima.
"Pada pokoknya kedua hakim tersebut berpendapat bahwa para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing. Sehingga seharusnya Mahkamah tidak melanjutkan pemeriksaan pada pokok permohonan," kata Ketua MK Suhartoyo dalam pembacaan vonis, Kamis (2/1).

Respons UIN Yogya soal Gugatan Ambang Batas Pilpres Mahasiswanya Dikabulkan MK

Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyampaikan responsnya, atas langkah yang ditempuh para mahasiswanya itu.
"Yaitu satu yang terpenting dari putusan monumental Mahkamah Konstitusi adalah lembaga pengawal konstitusi ini membuka ruang partisipasi publik yang sangat bermakna," kata Ketua Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Gugun El Guyanie melalui sambungan telepon, Kamis (2/1).
Dalam gugatan ini, Gugun menilai para mahasiswa UIN Yogya punya kedudukan hukum dalam mempersoalkan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden. Sebab aturan itu mengganggu rakyat termasuk mahasiswa dalam konteks demokrasi.
Ilustrasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Foto: Dok. UIN
"Ini soal partisipasi yang bermakna. Jadi, bagi kami mahasiswa, kami sebagai pemohon ini hanya suara rakyat ya, jadi ini hanya bentuk partisipasi yang penting, yang bermakna," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Kedua, Menurut Gugun putusan ini penting karena membuat optimisme pendidikan demokrasi dan konstitusi.
"Karena anak-anak yang masih belajar di perguruan tinggi mempersoalkan satu pasal penting yang lebih dari 30 kali diuji di MK tidak pernah dikabulkan dan momen kali ini dikabulkan," katanya.
Ini artinya tuduhan MK disetir oligarki dan tunduk pada kekuasaan dinasti tidak benar.
"Dugaan atau tuduhan bahwa MK itu disetir oleh oligarki, MK itu tunduk pada kekuatan kekuasaan dinasti itu tidak benar juga. Dari putusan hari ini," jelasnya.
Reaksi Partai Politik Tentang Penghapusan Presidential Threshold 20%
Beberapa partai politik segera menyampaikan sikapnya menanggapi putusan MK ini. Beberapa tak setuju, dan yang lain setuju.
NasDem misalnya, mereka merasa keberatan dihapuskannya ambang batas Presidential Threshold (PT) 20%. Sekjen NasDem Hermawi Taslim menjelaskan, aturan PT 20% ini dibuat oleh DPR sebagai seleksi terhadap capres dan cawapres. NasDem keberatan jika aturan ini dihapus.
ADVERTISEMENT
"Presidential threshold diperlukan sebagai bagian dari aturan permainan sekaligus seleksi awal untuk mencari pemimpin yang kredibel, threshold ini merupakan aturan main yang sangat biasa, lumrah dan berlaku universal," kata Hermawi kepada wartawan, Kamis (2/1).
Sekjen Partai NasDem Hermawi Taslim menjawab pertanyaan saat menjadi narsum program A1 di Jakarta, Rabu (20/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
NasDem menjelaskan, aturan threshold lumrah diterapkan di berbagai tingkatan. Mulai dari pemilihan ketua organisasi hingga kelurahan.
"Tidak terbayangkan bagaimana Pilpres tanpa threshold, khusus bagi NKRI dengan ratusan juta rakyat, sungguh tidak terbayangkan," tambah Hermawi.
Sementara partai seperti PKS setuju dan menyambut baik putusan ini.
PKS menyebut, keputusan ini menguntungkan rakyat.
"Alhamdulillah, patut disyukuri dan disambut baik. Itulah kehendak masyarakat yang sudah selayaknya didengarkan oleh MK,” kata juru bicara PKS Muhammad Kholid saat dihubungi, Kamis (2/1).
ADVERTISEMENT
“Ini akan membuka keran kesempatan untuk partai partai politik bisa mengusung kader atau kandidatnya tanpa harus dibatasi PT 20 persen. Ini menguntungkan bagi masyarakat, karena akan semakin banyak pilihan,” lanjutnya.
Jubir Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Kholid. Foto: Amrizal Papua/kumparan
Tahun 2022 lalu PKS pernah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan presiden. Menurut PKS ambang batas tersebut terlalu tinggi dan menghambat proses demokrasi, namun gugatan ini ditolak.
Partai-partai lain seperti PKB, Demokrat dan PDIP tidak menyatakan sikap menerima atau keberatan dengan putusan MK ini.
PKB misalnya, mereka merasa putusan MK ini bakal menuai polemik dan kontroversi ke depan.
“Ini kado tahun baru yang akan menuai berbagai pandangan, polemik dan kontroversi,” kata Jazilul saat dihubungi, Kamis (2/1).
ADVERTISEMENT
Jazilul pun mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera menyusun RUU Pemilu baru terkait putusan terbaru MK ini.
“Hemat saya, pasal ini tersebut termasuk dalam open legal policy, yang mestinya DPR dan pemerintah yang akan menyusun kembali norma dalam revisi UU Pemilu,” katanya.
Waketum PKB, Jazilul Fawaid saat diwawancarai wartawan di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Selasa (13/8/2024). Foto: Fadlan Nuril Fahmi/kumparan
PKB pun akan segera mengkaji putusan ini. Sebab, ia yakin putusan ini akan berdampak signifikan bagi pelaksanaan pemilu di Indonesia.
Sementara Demokrat menyebut putusan ini tak akan membuat mereka goyah. Partai yang kini berada di koalisi pemerintahan Presiden Prabowo ini mengaku bakal tetap berada di barisannya.
"Dalam merespons putusan MK ini, kami juga menegaskan posisi berdiri kami, akan senantiasa konsisten dan istikamah berada di barisan Pak Prabowo," kata Deputi Bappilu Demokrat Kamhar Lakumani dalam keterangannya, Kamis (2/1).
Sekretaris BAPPILU DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani. Foto: Dok. Pribadi
Demokrat memastikan, mereka akan menggunakan segala upaya untuk menyukseskan pemerintahan hingga 2029.
ADVERTISEMENT
"Kami akan menggunakan segenap daya dan upaya kami untuk memastikan suksesnya Pemerintahan Presiden Prabowo," ucap dia.
PDIP sendiri nampak pasrah dengan putusan ini. Suka tak suka, putusan perlu dijalankan dan mereka akan mengkaji putusan ini.
“Putusan MK mengikat dan final. Suka tidak suka putusan MK harus dijalankan,” kata Sekretaris Fraksi PDIP DPR Dolfie OFP kepada wartawan, Kamis (2/1).
Dolfie mengatakan, gugatan ini sudah puluhan kali digugat ke MK dan selalu ditolak. Namun, untuk kali ini, MK akhirnya memutus untuk menerima gugatan seluruhnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerima berkas hasil rapat dan pandangan mini fraksi dari Ketua Panja pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) Dolfie OFP (kiri) saat rapat paripurna. Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
"Bahwa terdapat pro kontra atas konsistensi putusan MK terkait dengan pengujian materi ambang batas, perlu menjadi pencermatan kita bersama," kata dia.
Dolfie tidak memberikan pendapat gamblang bagaimana sikap Fraksinya di DPR soal putusan tersebut. Dia mengatakan, PDIP masih butuh waktu untuk mengkaji lebih lanjut putusan MK yang menurutnya bisa memberikan memiliki dampak luas terhadap sistem pemilu.
ADVERTISEMENT
“Masih perlu dikaji, karena punya banyak implikasi baik dari sisi regulasi, peserta pemilu, pencalonan presiden dan sebagainya," katanya.

Komisi II Segera Tindak Lanjuti Putusan MK Hapus Ambang Batas Capres

ADVERTISEMENT
Ketua Komisi II DPR RI Rifqi Karsayuda mengatakan, DPR akan segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus ambang batas atau threshold bagi capres dan cawapres.
Apa pun itu MK putusannya adalah final and binding karena itu kita menghormati dan berkewajiban untuk menindaklanjutinya,” kata Rifqi saat dihubungi, Kamis (2/1).
“Selanjutnya pemerintah dan DPR akan menindaklanjutinya dalam pembentukan norma baru di UU terkait di persyaratan pencalonan presiden dan wakil presiden,” lanjutnya.
Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda memaparkan kinerja akhir tahun Komisi II DPR RI selama 2024 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (30/12/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Dengan perubahan aturan ini, semua partai politik bisa mengajukan calon presiden dan wakil presidennya di Pilpres berikutnya.
Menurut Rifqi, ini merupakan babak baru demokrasi Indonesia karena membuka peluang setiap parpol untuk mengusung paslon jagoannya.
ADVERTISEMENT
“Saya kira ini babak baru demokrasi konstitusional kita di mana peluang untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden bisa lebih terbuka diikuti oleh lebih banyak Paslon dengan ketentuan yang lebih terbuka,” tuturnya.

Pengamat Sambut Positif Dikabulkanya Penghapusan Presidential Threshold 20%

Anggota tim Pemohon perkara 62/PUU-XXII/2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Titi Anggraini, mengapresiasi putusan yang dikeluarkan MK. MK mengabulkan permohonan Pemohon terkait dengan dihapuskannya ambang batas (presidential threshold) pencalonan presiden dan wakil presiden.
Titi mengatakan soal ambang batas pencalonan ini sudah 36 kali digugat ke MK. Namun, baru kali ini akhirnya MK mengabulkan dan menyatakan pasal terkait ambang batas inkonstitusional.
Titi Anggraini berdialog dengan pembawa acara Podcast Info A1 saat berkunjung ke Kantor Kumparan di Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (9/8/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
“Ini kemenangan rakyat Indonesia, 36 permohonan menandakan bahwa ambang batas pencalonan Presiden memang bermasalah bertentangan dengan moralitas politik kita, rasionalitas konstitusi dan juga mengandung ketidakadilan yang intolerable,” kata Titi kepada wartawan di MK, Jakarta, Kamis (2/1).
ADVERTISEMENT
Ia mengelaborasi efek dan dampaknya lebih jauh. Salah satunya, menghindarkan polarisasi yang bakal terjadi akibat kontestasi pemilu.
"Mudah-mudahan polarisasi tidak akan terjadi karena ruang untuk kontestasi sudah dibuka lebar oleh Mahkamah Konstitusi," ucap Titi.
Ia sebagai salah satu pihak yang terkait dalam gugatan ini menyebut, putusan itu sudah berlaku sejak diputus. Karena, jika MK akan menunda putusan maka akan dijelaskan dalam putusan.
“Misalnya ketika menyebut soal revisi rekonstruksi ambang batas Parlemen atau ambang batas perolehan kursi Parlemen itu disebut diberlakukan untuk 2029, tidak untuk 2024,” kata Titi kepada wartawan di Gedung MK.
“Sesuai dengan asas erga omnes dan sifat putusan MK yang final and binding, final dan mengikat, maka dia serta-merta berlaku. Tidak ada debat bahwa ini putusan tidak diberlakukan di 2029,” ucap Titi.
ADVERTISEMENT