Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Dikritik MK di Sengketa Pilpres, Bawaslu Sepakat Revisi UU Pemilu
25 April 2024 13:00 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Bawaslu menanggapi kritikan MK di sidang putusan sengketa Pilpres 2024 yang digelar Senin (22/4) lalu. Salah satunya adalah terkait dengan dissenting opinion atau perbedaan pendapat dari Hakim MK, Arief Hidayat yang menilai penanganan pelanggaran Bawaslu terkesan formalistik.
ADVERTISEMENT
Anggota Bawaslu, Puadi menyebut bahwa keterpenuhan syarat formil maupun materil atau kelayakan laporan untuk diregistrasi itu menjadi kewenangan Bawaslu sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
"Bawaslu harus masuk ke dalam substansi laporan atau temuan untuk membuktikan ada-tidaknya secara substansial telah terjadi pelanggaran pemilu," kata Puadi dalam keterangannya, Kamis (25/4).
Selain itu, Puadi juga menyebut saran dari Majelis Hakim MK untuk merevisi UU Pemilu yang menilai ada celah pada aturan hukum yang membuat Bawaslu sulit untuk menindak suatu laporan dugaan pelanggaran.
"Mahkamah memberikan saran kepada Bawaslu bahwa dalam rangka perbaikan ke depan agar pengawasan Bawaslu memberi manfaat lebih untuk mewujudkan pemilu yang jujur, adil, berintegritas," ujarnya.
"Maka perlu dilakukan perubahan mendasar pengaturan tentang pengawasan pemilu, termasuk tata cara penindakannya jika terjadi pelanggaran pada setiap tahapan pemilu," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Puadi juga menilai bahwa putusan MK itu telah memberikan kepastian hukum atas keabsahan dari paslon 02 yang sudah ditetapkan pula oleh KPU.
"Mahkamah Konstitusi melalui putusannya telah memberikan kepastian hukum terkait keabsahan pasangan calon presiden Nomor Urut 2 sebagai hasil pilihan rakyat Indonesia yang akan memimpin Republik ini lima tahun ke depan," pungkasnya.
Dalam paparan dissenting opinion, Hakim Arief Hidayat juga menyoroti kinerja Bawaslu terkait dugaan ketidaknetralan aparat pemerintahan banyak yang tidak memenuhi syarat baik secara materil atau pun secara formil-materiil. Menurut Arief, justru kinerja Bawaslu yang kurang maksimal dalam mengusut laporan.
"Patut dipertanyakan adalah fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu yang terkesan bersifat formalitas dan prosedural. Padahal bukti di berbagai media, khususnya media online banyak ditemukan penyimpangan ketidaknetralan para penjabat kepala daerah maupun aparat pemerintahan di tingkat desa," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Sepatutnya Bawaslu tidak boleh hanya sekadar bersandar pada laporan masyarakat, namun dapat secara aktif melakukan temuan pelanggaran yang dilakukan para penjabat kepala daerah dan aparat pemerintahan lainnya. Terlebih bukti temuan ke arah sana telah beredar luas," sambung dia.
Dalam sidang putusan sengketa Pilpres, Mahkamah Konstitusi (MK) meminta DPR dan pemerintah untuk merevisi UU Pemilu. Mereka menyarankan adanya aturan yang mengatur kampanye bagi pejabat negara yang merangkap sebagai anggota parpol atau tim sukses.
MK meminta DPR-pemerintah membuat aturan tersebut karena posisi pejabat yang bersangkutan menjadi sumir dalam menjalankan tugas.
“Bahwa dalam upaya menjaga netralitas aparat negara, khususnya bagi pejabat negara yang juga merangkap sebagai anggota partai politik, calon presiden dan wakil presiden, anggota tim kampanye maupun pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU sebagaimana diatur dalam Pasal 299 UU Pemilu, Pemerintah dan DPR perlu membuat pengaturan yang lebih jelas tentang aturan bagi pejabat negara yang juga merangkap sebagai anggota partai politik ataupun sebagai tim kampanye dalam melaksanakan kampanye,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam membacakan pertimbangan atas gugatan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, Senin (22/4).
ADVERTISEMENT