Dilema Warga Gaza usai Yahya Sinwar Tewas Terbunuh oleh Israel

18 Oktober 2024 11:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang wanita Palestina bereaksi di dekat kerusakan akibat serangan Israel di sebuah tenda pengungsian di daerah Al-Mawasi, Khan Younis di Jalur Gaza selatan, Sabtu (13/7/2024). Foto: Mohammed Salem/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Seorang wanita Palestina bereaksi di dekat kerusakan akibat serangan Israel di sebuah tenda pengungsian di daerah Al-Mawasi, Khan Younis di Jalur Gaza selatan, Sabtu (13/7/2024). Foto: Mohammed Salem/Reuters
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kematian pemimpin Hamas Yahya Sinwar membawa perasaan campur aduk di kalangan warga Gaza.
ADVERTISEMENT
Di tengah pengungsian massal dan serangan udara Israel yang tak henti-hentinya, sebagian warga yang lelah berharap konflik lebih dari setahun ini segera berakhir. Namun, masih banyak juga yang ingin mendukung perlawanan.
Berita tewasnya Sinwar dengan cepat menyebar, dan gambar jasadnya yang terkubur di bawah reruntuhan muncul di berbagai platform daring.
Sosok Sinwar yang selama ini memimpin perlawanan Palestina, akhirnya gugur dalam serangkaian perang yang menghancurkan Gaza.
“Kematian Yahya Sinwar adalah tragedi bagi kami,” kata seorang warga yang mengungsi dari utara Gaza, Amal al-Hanawi, seperti dikutip dari Al Jazeera.
“Sepertinya Hamas sudah berakhir, tidak ada lagi perlawanan yang kuat. Inilah yang diinginkan Netanyahu,” tambahnya.
Pemimpin Hamas Yahya Sinwar. Foto: Mahmud Hams/AFP
Sebagian besar wilayah Gaza telah hancur akibat gempuran Israel setahun ke belakang.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, tidak semua warga percaya bahwa kematian Sinwar akan mengakhiri perang.
“Tidak ada alasan lagi bagi Netanyahu untuk melanjutkan perang ini,” ujar warga Gaza yang berharap rekonstruksi segera dimulai, Moumen Abou Wassam.
Warga Palestina mengamati kerusakan di lokasi serangan Israel terhadap tenda-tenda yang menampung para pengungsi, di tengah konflik Israel-Hamas, di rumah sakit Martir Al-Aqsa di Deir Al-Balah di Jalur Gaza tengah, Minggu (14/10/2024). Foto: Ramadan Abed/REUTERS
Hingga kini, perang di Gaza masih terus berlanjut.
Sebelum kematian Sinwar, serangan Israel menewaskan sedikitnya 14 orang di kamp pengungsi Jabalia. Banyak warga Gaza terpaksa meninggalkan rumah mereka, menghadapi musim dingin kedua di kamp-kamp pengungsian.
“Kami kelelahan, perang sudah keterlaluan, perang telah merenggut segalanya dari kami,” kata seorang warga berusia 23 tahun, seraya berharap dunia akan campur tangan untuk mengakhiri perang.
Warga Palestina yang mengungsi menaiki kereta kedelai saat mereka melarikan diri dari daerah-daerah di Jalur Gaza utara, menyusul perintah evakuasi militer Israel di Kota Gaza, Sabtu (12/10/2024). Foto: Dawoud Abu Alkas/REUTERS
Sementara itu, di media sosial, warga Gaza dan pro-Palestina ramai-ramai memuji perlawanan Sinwar dan menganggapnya sebagai pahlawan yang gugur.
ADVERTISEMENT
“Ia akan dikenang sebagai pemimpin yang mati di medan perang,” kata Ahmed Omar, seorang warga Gaza.
Foto-foto yang beredar di media sosial pun menunjukkan jenazah Sinwar mengenakan keffiyeh--syal tradisional Palestina yang dikenakan di atas seragam militernya.
Ketua sayap politik gerakan Hamas Palestina di Jalur Gaza, Yahya Sinwar. Foto: Mahmud Hams/AFP
Dikutip dari Guardian, Sinwar tampak terbunuh saat melawan pasukan Israel di Rafah, alih-alih bersembunyi di bunker seperti yang selama ini digambarkan Israel.
Para analis politik menilai bahwa meskipun Sinwar tewas, perlawanan Palestina tidak akan berakhir.
“Ini bukan tentang satu orang, ini adalah gerakan yang berakar pada penindasan yang dirasakan rakyat Palestina,” ujar seorang mantan penasihat pemerintah Israel kepada Al Jazeera.
Misi Iran di PBB menyebut keadaan kematian Yahya Sinwar akan memperkuat "semangat perlawanan".
Meski Israel telah membunuh banyak generasi pemimpin Palestina, namun sebagian besar warga Gaza mengaku bahwa Israel tidak berhasil memadamkan perlawanan mereka.
ADVERTISEMENT
"Ia tewas dalam pertempuran di garis depan bersama para prajuritnya melawan tirani dan kebiadaban Zionis. Ia tidak bersembunyi di terowongan seperti yang mereka katakan. Ia tentu saja tidak bersembunyi di bangunan berbenteng, merasa nyaman dengan jas dan kekayaan. Ia tewas sebagai martir dan pahlawan dalam mengejar kebebasan," tutur penulis terkenal Susan Abulhawa di X, seperti dikutip dari Guardian.
"Mereka mengira perlawanan mati bersama dengan kemartiran para pemimpin, seolah-olah kerinduan yang membara akan kebebasan, rumah, dan warisan di dada kita dapat padam ketika hal itu menghancurkan hati kita. Selamat jalan putra yang mulia," tambahnya.
Warga Palestina menyelamatkan seorang wanita di lokasi serangan Israel terhadap rumah-rumah, di Khan Younis di Jalur Gaza selatan, Kamis (26/10/2023). Foto: Fadi Shana/REUTERS
Seorang jurnalis Palestina-Amerika dan pendiri situs Electronic Intifada, Ali Abunimah, juga menulis bahwa kesyahidan para pemimpin hanya akan memperkuat tekad rakyat untuk merdeka.
ADVERTISEMENT
"Jika laporan itu benar, Yahya Sinwar meninggal sesuai keinginannya, berjuang dengan terhormat bersama dan untuk rakyatnya, melawan kejahatan Zionisme, kolonialisme, dan genosida," cuitnya merespons kabar kematian pemimpin Hamas.