Din Syamsuddin soal Iuran BPJS Naik Lagi: Kezaliman yang Nyata

15 Mei 2020 7:34 WIB
comment
21
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin, di kantor MUI, Jakarta Pusat, Jumat (19/4). Foto: Ajo Darisman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin, di kantor MUI, Jakarta Pusat, Jumat (19/4). Foto: Ajo Darisman/kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi telah menerbitkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 yang mengatur kembali kenaikan iuran BPJS Kesehatan per Juli 2020, bahkan naik hampir 100 persen untuk Kelas I dan Kelas II.
ADVERTISEMENT
Sementara khusus Kelas III, kenaikan berlaku secara bertahap, dan pemerintah berjanji akan memberikan subsidi bagi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).
Besarnya kenaikan juga nyaris sama dengan Perpres Nomor 75 tahun 2019 yang telah dibatalkan Mahkamah Agung (MA) sejak akhir Februari.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, menilai kembali naiknya iuran BPJS di tengah pandemi corona merupakan kebijakan yang tidak bijak. Sebab pemerintah semakin menambah beban rakyat di tengah pandemi corona.
"Keputusan itu merupakan bentuk kezaliman yang nyata, dan hanya lahir dari pemimpin yang tidak merasakan penderitaan rakyat. Di tengah kesusahan akibat wabah corona, pemerintah menambah kesusahan itu," ujar Din kepada wartawan pada Jumat (15/5).
Presiden Joko Widodo bersiap meninjau penyerahan Bantuan Sosial Tunai (BST) di Kantor Pos Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/5). Foto: ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Untuk itu, Din mendesak pemerintah untuk mencabut Perpres 64/2020 dan kembali menetapkan tarif seperti sediakala. Din menilai jika pemerintah tidak mencabut Perpres yang baru itu, rakyat akan semakin tidak patuh terhadap pemerintah.
ADVERTISEMENT
"Kita menuntut pemerintah untuk menarik kembali keputusannya, karena kalau dipaksakan maka rakyat dapat melakukan pengabaian sosial (social disobedience)," ucap Ketua Dewan Pertimbangan MUI itu.
Din pun mempertanyakan mengapa BPJS Kesehatan sering berhutang kepada RS di saat negara masih gencar membangun infrastruktur. Ia berpendapat jika dana untuk infrastruktur dialihkan untuk menambal defisit BPJS, rakyat tak perlu terkena imbasnya.
"Patut dipertanyakan mengapa BPJS sering berhutang kepada Rumah Sakit, ke mana uang rakyat selama ini? Jika benar uang itu dipakai untuk proyek infrastruktur, maka itu dapat dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap rakyat," tutupnya.
Berikut Iuran BPJS Kesehatan versi lama dan terbaru:
Januari - Maret 2020 (Menggunakan Perpres 75 Tahun 2019)
ADVERTISEMENT
Kelas I Rp 160.000 per bulan
Kelas II Rp 110.000 per bulan
Kelas III Rp 42.000 per bulan

April - Juni 2020 (kembali ke Perpres 82 Tahun 2018)
Kelas I Rp 80.000 per bulan
Kelas II Rp 51.000 per bulan
Kelas III Rp 25.500 per bulan

Juli 2020 - seterusnya (Pakai Perpres 64 Tahun 2020)
Kelas I Rp 150.000 per bulan
Kelas II Rp 100.000 per bulan
Kelas III Rp 42.000*
*Catatan:
ADVERTISEMENT
Peserta Kelas III pada Juli-Desember 2020 tetap membayar Rp 25.500, pemerintah memberikan subsidi iuran Rp 16.500.
Peserta Kelas III mulai Januari 2021 akan membayar Rp 35.000, pemerintah memangkas subsidi iuran menjadi Rp 7.000.
***
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.