Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
ADVERTISEMENT
Isu diskriminasi dan dugaan pelanggaran HAM terhadap Muslim Uighur di Xinjiang, China, tengah menjadi sorotan dunia. Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin pun angkat bicara dengan menyarankan pembentukan tim pencari kebenaran soal isu ini.
ADVERTISEMENT
"Kalau mau, coba bentuk tim pencari fakta internasional yang melibatkan banyak pihak. Lihat apa yang sesungguhnya terjadi, tapi jangan kemudian ke sana, diatur seolah-olah tidak ada," kata Din di Kantor Pergerakan Indonesia Maju, Jakarta Selatan, Kamis (19/12).
Din meminta agar isu ini segera dicari titik terangnya. Terutama soal dugaan pelanggaran HAM berat di kamp konsentrasi yang ditempati Muslim Uighur.
"Maka pertanyaannya, betul enggak ada penindasan? Ada pelanggaran HAM berat di sana? Apakah di sana ada heavy violations agains human right?" sebutnya.
Selain itu, secara pribadi, Din mengaku yakin jika ada pelanggaran HAM yang terjadi di kamp tersebut.
"Saya bertanya kepada hati nurani, jawaban hati nurani saya ada pelanggaran hak asasi manusia, ada penindasan terhadap etnik Uighur yang mayoritas agama islam," tutur Din
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, PP Muhammadiyah juga sempat mengunjungi Uighur di Xinjiang. Saat itu perwakilan PP Muhammadiyah mengatakan ada hal yang ganjil selama berada disana.
"Jadi selama re-education tidak boleh salat, baca Al-Quran, tidak boleh puasa, makan apa adanya yang disajikan oleh pemerintah. Itu CCTV every corner. Jadi kalau China mengembangkan artificial intelligence, saya pikir dari situ semua bisa terkontrol," ucap Ketua Hubungan Kerja Sama Internasional PP Muhammadiyah, Muhyiddin Junaidi, Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Senin (16/12).
Ia pun menyampaikan hal tidak wajar ini kepada Wakil Ketua CIA (China Islamic Association) jawaban yang didapat pun unik. Ia menjelaskan jika di sana melaksanakan salat itu digabung pada suatu waktu.
"Dia bilang jadi salatnya dirapel 8 bulan, satu bulan, satu minggu. Jadi kalau orang berada di re-education center itu salatnya dirapel. Itu versi mereka boleh saja," tuturnya.
ADVERTISEMENT