Din Syamsuddin soal Usulan Amandemen UUD 1945: Jangan Ditunda Lagi

18 Agustus 2023 23:37 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Din Syamsudin di kantor KAMI, Menteng, Jakarta, Minggu (7/5).  Foto: Luthfi Humam/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Din Syamsudin di kantor KAMI, Menteng, Jakarta, Minggu (7/5). Foto: Luthfi Humam/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Din Syamsuddin menanggapi wacana amandemen UUD 1945. Salah satu usulannya yakni mengembalikan MPR menjadi lembaga tertinggi. Jika MPR menjadi lembaga tertinggi, maka pemilihan presiden dan wakil presiden akan dipilih MPR.
ADVERTISEMENT
Din mengatakan, amandemen konstitusi adalah suatu keharusan. Ia menyebut, amandemen UUD 1945 pada 2002, telah menghilangkan ruh konstitusi negara yang telah disepakati oleh para pendiri negara pada 18 Agustus 1945.
"Walaupun pembukaan tidak diubah tapi Pasal-pasal jantung berubah. Inilah pangkal penyebab kehidupan berbangsa dan bernegara mengalami deviasi, distorsi, dan disorientasi dari jiwa, semangat dan nilai Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan dari Pancasila yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945," kata Din dalam keterangannya, Jumat (18/8).
Presiden Joko Widodo bersiap menyampaikan pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR - DPD Tahun 2023 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Din menjelaskan, sebagai akibatnya, kehidupan bangsa dan negara dalam bidang politik dan ekonomi menyimpang jauh dari amanat kemanusiaan, persatuan dan keadilan yang terkandung dalam Pancasila.
"Sistem yang ada hanya menguntungkan segelintir orang, memunculkan kesenjangan dan ketidakadilan, yang pada gilirannya akan menggoyahkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa," jelas Din.
ADVERTISEMENT
"Kaum oligarki, yang minoritas tapi menguasai mayoritas aset nasional, dapat mendiktekan kehidupan politik melahirkan pemimpin-pemimpin yang berhamba pada kaum oligarki dan tidak mengabdi bagi kepentingan rakyat (kecuali segelintir orang yang menikmati kekuasaan itu)," ucap Din.
Din menuturkan, terjadi lingkaran setan kekuasaan yamg hanya berkuasa untuk kekuasaan dan cenderung melanggengkan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara.
Din menuturkan, sistem ekonomi dan politik produk UUD tahun 2002 telah melahirkan elite politik nasional yang kleptokratis yakni para pejabat yang cenderung menggunakan jabatan untuk memperkaya diri. Mereka sejatinya adalah penguasa-pengusaha.
"Perwujudan cita-cita nasional seperti termaktub pada Pembukaan UUD 1945 menjadi bagaikan jauh panggang dari api. Wacana maju berhenti pada titik semu. Apalagi jika dibalut oleh kepalsuan dalam bentuk ucap dan laku yang berjarak. Lebih-lebih lagi jika kepalsuan itu berisikan dusta. Narasi-narasi yang muncul bersifat mengelabui rakyat," kata Din.
ADVERTISEMENT
Suasana Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD Tahun 2023 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Eks Ketum Muhammadiyah ini mengatakan, dalam keadaan seperti ini, kepemimpinan nasional secara sengaja atau tidak bersengaja, secara nyata atau tersembunyi telah meruntuhkan kedaulatan negara dalam berbagai bidang.
"Trisakti Bung Karno (Berdaulat dalam politik, Berdikari dalam dalam ekonomi, Berkepribadian dalam budaya) hanya sering diperkatakan tapi gagal diperbuatkan," ucap Din.
Sebagai contoh, Din menyinggung pembangunan Ibu Kota Negara dengan mengundang investasi asing dengan memberikan mereka konsesi HGU 190 tahun. Menurutnya, hal ini berpotensi meruntuhkan kedaulatan negara dan membuka peluang bagi penguasaan negara oleh bangsa lain.
"Begitu pula adanya Undang-Undang seperti UU Ciptaker yang dirasakan merugikan kaum buruh tapi penyelenggara negara diam membisu, bahkan alat negara menghalangi rakyat warga negara yang berunjuk rasi," ucap Din.
Din Syamsuddin Foto: Helmi Afandi/kumparan
Din mengatakan, tidak ada tempat dan waktu bagi Presiden untuk mempertanggung jawabkan kepemimpinannya karena tidak ada lagi MPR sebagai lembaga tertinggi negara.
ADVERTISEMENT
"Inilah sebagian akibat dari perubahan UUD 1945 menjadi UUD yang ada sekarang," ucap dia.
Oleh karena itu, Din mendesak untuk dilakukan penyelamatan negara dengan menghentikan perangai kepemimpinan yamg cenderung melanggengkan kekuasaan demi kekuasaan. Menurutnya jalan tengah yang paling aman untuk itu adalah kembali kepada UUD 1945 yang asli.
"Jangan tunda lagi, apalagi setelah Pemilu, karena Pemilu itu hanya akan memunculkan kepemimpinan nasional yang membawa bangsa dan negara dalam lingkaran setan kerusakan," kata Din Syamsuddin.
Berikut pernyataan lengkap Din Syamsuddin:
ADVERTISEMENT