news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Dinkes: Rumah Sakit di NTB Kekurangan Banyak Dokter Spesialis

29 Januari 2023 20:14 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi anak diperiksa oleh dokter.  Foto: Thinkstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak diperiksa oleh dokter. Foto: Thinkstock
ADVERTISEMENT
Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkapkan hingga saat ini jumlah dokter spesialis yang bertugas di rumah sakit di wilayah itu masih sangat kurang.
ADVERTISEMENT
Kepala Dinkes NTB, dr. Lalu Hamzi Fikri, mengakui bahwa saat ini jumlah dokter spesialis dasar baru terpenuhi 60 persen di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di seluruh NTB.
"Dokter spesialis dasar yang dimaksud yaitu spesialis obstetri dan ginekologi (obgin), spesialis anak, spesialis bedah dan spesialis penyakit dalam," kata Hamzi di Mataram, dilansir Antara, Minggu (29/1).
Ia menyebutkan saat ini jumlah dokter umum sebanyak 1.519 orang dan dokter spesialis baru 479 orang. Padahal, standar rasio atau idealnya dokter spesialis itu 1:1.000 penduduk.
"Saat ini saja ketersediaan dokter spesialis berdasarkan perbandingan rasio satu orang dokter melayani 19.285 penduduk. Artinya terdapat kekurangan 40 kali dari ketersediaan dokter spesialis," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan NTB, dr. Lalu Hamzi Fikri. Foto: Nur Imansyah/ANTARA
Ia menjelaskan untuk rincian dokter ini, terbanyak di RS di Kota Mataram sebanyak 245 dokter spesialis, RS di Lombok Timur 51 dokter spesialis, RS di Sumbawa 36 dokter spesialis, RS di Lombok Lombok Tengah 32 dokter spesialis, RS di Lombok Barat 32 dokter spesialis, RS di Bima 18 dokter spesialis, RS di Lombok Utara 17 dokter spesialis, RS di Dompu 10 dokter spesialis, RS di Kota Bima 9 dokter spesialis dan RS di Sumbawa Barat 8 dokter spesialis.
ADVERTISEMENT
Kemudian, sarana pelayanan kesehatan di Kota Mataram 50 dokter spesialis, di Sumbawa 12 dokter spesialis, di Lombok Barat 2 dokter spesialis, serta di Lombok Timur dan Kota Bima masing-masing satu dokter spesialis.
"Memang sebaran dokter spesialis masih banyak menumpuk di Ibu Kota Provinsi NTB yakni Kota Mataram. Dari 42 rumah sakit milik Pemda dan swasta di NTB. Di mana, 13 rumah sakit merupakan milik Pemda," ujarnya.
Hamzi mengaku saat ini NTB terancam krisis dokter spesialis karena dari 60 persen dokter spesialis dasar di rumah sakit pemerintah daerah yang ada di NTB, perlu ada regenerasi. Karena ada yang pensiun dan menjelang memasuki pensiun.
Salah satu upaya yang akan dilakukan Pemprov NTB yaitu menyekolahkan dokter umum yang sudah menjadi PNS untuk mengambil program dokter spesialis.
ADVERTISEMENT
"Dokter umum juga kita dorong untuk mengambil spesialis. Alhamdulillah kita di NTB tahun 2022 jumlah spesialis kita untuk beasiswa sekitar 11 orang dokter kita dorong lagi dan kini sudah bisa sampai 29 orang dokter spesialis," katanya.
Untuk memenuhi dokter spesialis tersebut, pihaknya juga meminta dukungan dari pemerintah kabupaten dan kota untuk memberikan beasiswa.
"Apalagi dari Kemenkes saat ini membuka peluang untuk kita bisa melengkapi dokter spesialis yang kurang di kabupaten dan kota paling tidak ada izin dukungan pembiayaan untuk sekolah spesialis. Sekarang empat kali dalam setahun dibuka untuk Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)," tutur Hamzi.
Ia menambahkan jika ada peluang lagi dari pemda sebagaimana kekurangannya di kabupaten dan kota untuk dokter spesialis. Karena bila tidak tercover dalam beasiswa dari Kemenkes maka daerah yang harus menyiapkan.
ADVERTISEMENT
"Karena ini menjadi strategi kita agar bagaimana dokter spesialis yang disekolahkan itu ada perjanjian yang ditandatangani untuk bisa kembali ke daerahnya. Misalnya dari Sumbawa dokter yang diberikan rekomendasi kemudian kembali tetap ke daerahnya. Jadi ada ikatan dinas atau perjanjian yang ditandatangani," ujarnya.
Sementara untuk pemerataan pihaknya juga mendorong pemda untuk menyiapkan fasilitas penunjang kinerja untuk dokter spesialis.
"Pemda harus siapkan insentif dengan standar umum Rp 25 juta sampai Rp 30 juta. Ini sifatnya stimulus untuk menjawab kelangkaan profesi spesialisasi dokter. Tapi ini kembali lagi dengan kemampuan finansial daerah," pungkasnya.