Dino Patti: di Dunia Internasional Sekarang, US Leadership Itu Tak Ada Lagi

13 April 2025 21:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dino Patti Djalal (Founder FPCI) menjadi komentator pada acara nonton bareng debat capres di YouTube kumparan, yuk! Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Dino Patti Djalal (Founder FPCI) menjadi komentator pada acara nonton bareng debat capres di YouTube kumparan, yuk! Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Amerika Serikat (AS) dinilai mulai kehilangan kepemimpinan dalam dunia internasional. Eks Wakil Menteri Luar Negeri RI Dino Patti Djalal menyebut, dunia saat ini tengah berada dalam situasi transisi yang besar.
ADVERTISEMENT
"A great transition," kata Dino dalam panel diskusi The Yudhoyono Institute bertemakan ‘Dinamika dan Perkembangan Geopolitik, Keamanan, dan Ekonomi Global’ di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Minggu (14/3) .
"Terakhir saya merasa ada transisi besar, merasa, melihat dan mengalami itu tahun 1990 ketika tembok Berlin runtuh. Dan sistem internasional berubah, tidak ada lagi perang dingin dan lain sebagainya. Ini tidak sedrastis itu, tapi tetap merupakan suatu transisi struktural dalam sistem internasional yang benar-benar harus kita cermati," sambungnya.
Dino kemudian bicara soal dunia multipolar. Dia menjelaskan, dunia multipolar artinya ada satu negara yang besar dan kuat, yang dikelilingi oleh negara lain dan mengacu terhadapnya. Dia pun mengajukan pertanyaan: siapa negara yang paling kuat polaritasnya?
ADVERTISEMENT
"Kalau Tiongkok, dia tidak ada sistem aliansi, jadi ada polaritas tapi tidak sekuat yang satunya lagi. Rusia juga ada negara-negara yang bergravitasi terhadap Rusia, tapi tidak sekuat yang satunya lagi itu, yaitu siapa? Amerika dan Blok Barat," kata dia.
"Jadi di Amerika sekarang, di bawah Trump, yang terjadi bukan hanya retreat, ya orang bilang ini retreat. Ya retreat, tapi lebih dari itu. Ini retreat unilateralis, kemudian dia mengganggu sekutunya, dan dia merusak rules based international order," sambungnya.
Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir dalam memberikan sambutan dalam The Yudhoyono Institute Panel Discussion di Hotel Grand Sahid, Jakarta Pusat, Minggu (13/4/2025). Foto: Alya Zahra/kumparan
Indonesia, kata Dino, pada zaman presiden Gus Dur pernah sibuk dengan urusan dalam negeri. Saat itu, kata dia, Indonesia tampak tidak peduli masalah luar negeri. Namun, kondisi tersebut tidak mempengaruhi negara sekitar. Indonesia juga tidak merusak tatanan global.
ADVERTISEMENT
"Dan kita tidak menantang atau merusak rules based world order. (tetapi) ini yang dilakukan oleh Presiden Trump secara bersamaan," ucapnya.
"Jadi bukan hanya retreat aja ya, apa artinya? Artinya adalah dalam dunia internasional sekarang, US leadership itu tidak ada lagi. Tidak ada, jadi jangan kita nanti memetakan politik luar negeri dan kita bilang, mungkin masalah ini Amerika bisa memimpin international order. Tidak, itu tidak akan terjadi," sambungnya.
Presiden Donald Trump. Foto: Mandel Ngan/AFP
Dino menceritakan, saat menghadiri Raisina Dialogue di New Delhi, India, Direktur Intelijen Nasional Amerika Serikat Tulsi Gabbard menyampaikan sebuah pidato bahwa Amerika pertama, Amerika Tidak Sendiri. 'America First, America Not Alone' merupakan jargon yang digunakan Trump.
Namun kenyataannya saat ini, Amerika sendirian. Dino mengatakan, bahkan tidak ada isu yang bisa dipimpin oleh Amerika. Baik isu mengenai iklim, lingkungan, maupun perdagangan internasional.
ADVERTISEMENT
“AS tidak menarik dalam kepemimpinan global. Saya baru datang dari Raisina Dialogue di India, dan di sana saya mendengar pidato Tulsi Gabbard. Kepala Intelijen Amerika Serikat, dia bilang, America first, but America not alone. Dia bilang di Raisina beberapa sebulan lalu gitu, “ceritanya.
“Tapi saya pikir, America alone, coba cari satu isu di mana Amerika memimpin dunia saat ini. Satu saja coba, tidak ada. Tidak pada iklim, tidak pada perdagangan, tidak pada ini, tidak pada itu,“ lanjutnya.
Hubungan bilateral antara Amerika dengan negara-negara aliansi terguncang usai Presiden AS Donald Trump mengeluarkan kebijakan tarif impor terbaru.
Donald Trump menaikkan tarif impor atau bea masuk sebesar 10 persen untuk seluruh negara mitra dagang Amerika Serikat pada 5 April lalu. Tarif impor ini dikecualikan untuk negara Kanada dan Meksiko. Kenaikan tarif ini belum termasuk biaya tambahan atau resiprokal.
ADVERTISEMENT
Biaya tambahan atau resiprokal ditujukan kepada negara-negara tertentu yang dianggap memiliki praktik dagang tidak adil. Indonesia sendiri terkena tarif impor ke Amerika Serikat sebesar 32 persen, termasuk biaya resiprokal.
Langkah ekonomi politik yang dilakukan Trump ini dinilai telah menjauhkan AS dari para sekutunya.