Dipanggil KPK, Apa Kaitan Marzuki Alie di Kasus Nurhadi?

16 November 2020 13:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Marzuki Alie usai diperiksa KPK. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Marzuki Alie usai diperiksa KPK. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Nama mantan Ketua DPR RI Marzuki Alie terseret dalam kasus korupsi eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Marzuki Alie, menjadi salah satu saksi yang akan diperiksa oleh KPK.
ADVERTISEMENT
Marzuki Alie diagendakan diperiksa oleh KPK pada hari ini, Senin (16/11). Ia diperiksa untuk tersangka Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Pemeriksaan terhadap Marzuki Alie ini diduga tak secara tiba-tiba diagendakan. Lima hari sebelumnya, nama Marzuki Alie muncul dalam persidangan Nurhadi di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Nama Marzuki Ali termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan milik kakak Hiendra, Hengky Soenjoto, yang dibacakan jaksa di persidangan. Saat itu, Hengky bersaksi untuk Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono.
Dalam keterangannya di BAP, Hengky mengaku diminta Hiendra untuk mencari bantuan. Sebab, ketika itu Hiendra sedang terjerat kasus hukum dan sempat ditahan di Polda Metro Jaya.
Salah satu pihak yang disebut diminta bantuannya ialah Marzuki Alie.
ADVERTISEMENT
"Saya bacakan BAP nomor 52. Saudara menjelaskan 'awalnya antara Hiendra Soenjoto dan Marzuki Alie sangat dekat, tapi setelah Hiendra Soenjoto melawan Azhar Umar, saya pernah dimintai tolong oleh Hiendra agar disampaikan kepada Marzuki Alie agar disampaikan ke Pramono Anung, Menteri Sekretaris Negara saat itu, agar penahanan Hiendra ditangguhkan'," kata jaksa KPK, Wawan Yunarwanto, dikutip dari Antara, dalam persidangan pada hari Rabu (11/11).
Hengky tak mengetahui kasus apa yang menjerat Hiendra sehingga membuatnya menjadi tahanan di Polda Metro Jaya. Meski demikian, Hengky menyatakan kasus itu dilaporkan Azhar Umar.
Adapun merujuk dakwaan jaksa KPK, saat itu Azhar mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Hiendra di PN Jakarta Pusat (Jakpus) pada 5 Januari 2015 tentang akta RUPSLB PT MIT dan perubahan komisaris PT MIT yang didaftarkan pada tanggal 13 Februari 2015. Gugatan itu pun diduga berujung suap dari Hiendra kepada Nurhadi.
Tersangka kasus dugaan suap gratifikasi senilai Rp46 miliar, Nurhadi memasuki mobil usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (2/6). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Masih dalam BAP yang dibacakan jaksa, Hengky mengaku pernah diminta menawarkan cessie atau surat pembayaran utang dari UOB kepada Marzuki Alie. Imbalannya, Marzuki Alie masuk jadi Komisaris PT MIT gantikan Azhar Umar.
ADVERTISEMENT
"Yang kedua, saya disuruh Hiendra untuk menawarkan cessie atau surat pembayaran utang dari UOB sebesar Rp 110 miliar dengan imbalan nanti Marzuki Alie masuk menggantikan Azhar Umar menjadi Komisaris PT MIT (Multicon Indrajaya Terminal). Akan tetapi, setelah disampaikan Marzuki Alie, tidak punya uang sebanyak itu," kata jaksa Wawan.
Masih dalam keterangan Hengky di BAP, Hiendra kemudian memberikan opsi lain kepada Marzuki Alie, yakni dengan meminjam uang sekitar Rp 6 miliar hingga Rp 7 miliar.
"Yang akan digunakan untuk mengurus perkaranya Hiendra Soenjoto dengan imbalan akan dihitung sebagai penyertaan modal atau saham di PT MIT". Jadi betul uangnya untuk urus perkara?" tanya jaksa Wawan.
Tersangka penyuap eks Sekretaris MA Nurhadi, Hiendra Soenjoto. Foto: Facebook/ @Hiendra Soenjoto
Atas keterangannya dalam BAP, Hengky membenarkannya. Namun, ia berkilah tidak ada perkara yang diurus.
ADVERTISEMENT
"Betul, tapi sebenarnya tidak ada perkara yang diurus, tapi Hiendra utang dengan Pak Marzuki Ali untuk mengurus perkara yang lain. Tapi akhirnya Pak Marzuki tahu uangnya bukan untuk mengurus perkara, karena Pak Hiendra mengatakan perkara UOB dan MIT itu diurus Rezky dan Pak Nurhadi," jawab Hengky.
Hengky menyebut, Marzuki Alie akhirnya meminjamkan uang Rp 6 miliar kepada Hiendra pada 2017. Namun Marzuki Alie disebut marah ke Hiendra lantaran uang yang dipinjamkan tidak dipakai untuk pengurusan perkara.
"Pak Marzuki Alie akhirnya marah, bahkan ingin minta bertemu dengan Pak Nurhadi kalau uang itu tidak dikembalikan. Akhirnya Hiendra mengaku uangnya dipakai untuk kebutuhan pribadi dan bukan untuk pengurusan perkara," ungkap Hengky.
Tersangka kasus dugaan suap gratifikasi senilai Rp46 miliar Nurhadi (kanan) bersiap untuk menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/7). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Menurut Hengky, uang pinjaman dari Marzuki Alie digunakan Hiendra untuk mengembalikan utang kepada Hengky sebesar Rp 1,5 miliar, menyewa lahan sebesar Rp 1 miliar, dan sisanya untuk keperluan lain, termasuk biaya perkara hukum dengan kurator.
ADVERTISEMENT
"Saya tidak tahu perkara apa saja, karena Hiendra banyak perkaranya. Akan tetapi, karena dalam perkara UOB dengan MIT diputuskan bahwa MIT pailit dan untuk meredam kemarahan Pak Marzuki, akhirnya (Hiendra) dirikan perusahaan namanya Intercom," ungkap Hengky.
Selanjutnya, kata Hengky, Hiendra memberikan saham kepada Marzuki 45 persen dan 55 persen milik Hiendra yang diatasnamakan Toto dan Hotma. Sebab Hiendra tidak mau namanya masuk ke perusahaan.
Setelah berjalan beberapa lama, kata Hengky, Marzuki Alie akhirnya menguasai seluruh kepemilikan saham PT Intercom.
"Sampai ribut-ribut karena Pak Hiendra berulang kali diminta untuk mengembalikan uang tetapi tidak mau. Hingga pada akhirnya Pak Marzuki Alie ambil alih semua saham itu beberapa tahun kemudian karena Hiendra tidak bisa mengembalikan utang kepada Marzuki Alie," kata Hengky
Ilustrasi KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Menurut Hengky, Marzuki Alie terus memantau perkara antara UOB dengan MIT sampai akhirnya mengetahui MIT kalah di kasasi MA.
ADVERTISEMENT
"Dia (Marzuki Alie) marah di WA, jadi saya chat untuk meredam Pak Marzuki agar tidak marah, karena setiap hari dia memonitor. Dia (Marzuki Alie) tipe orang yang susah memberikan uang, jadi kalau memberikan uang, dia monitor terus. Saya diminta Hiendra untuk kirim balasan chat ke Pak Marzuki Alie," tutup Hengky.
Atas dasar fakta hukum di persidangan itulah, diduga KPK memanggil Marzuki Alie. Sebelumnya, Plt juru bicara KPK Ali Fikri juga menyatakan bahwa pihaknya akan mengecek dan mendalami nama-nama yang muncul di persidangan.
"Tentu (KPK mengusut munculnya nama-nama itu). Jaksa penuntut umum akan mengkonfirmasi keterangan tersebut kepada saksi-saksi lain yang akan dipanggil pada sidang-sidang berikutnya. Selanjutnya akan dianalisa lebih lanjut dalam surat tuntutan," ujar Plt juru bicara KPK, Ali Fikri, kepada wartawan, Kamis (12/11).
ADVERTISEMENT

Kasus Mafia Peradilan Nurhadi

Dalam kasus ini, Nurhadi melalui menantunya, Rezky Herbiyono, diduga menerima suap dari Hiendra. Suap diduga diberikan oleh Hiendra terkait pengurusan perkara PT MIT serta gugatan terhadap Hiendra di pengadilan.
Dalam dakwaan Nurhadi, suap yang diberikan totalnya berjumlah Rp 45.726.955.000. Suap itu dilakukan dalam 21 kali transfer baik melalui rekening Rezky maupun rekening lain. Transfer pertama terjadi pada 22 Mei 2015 sementara yang terakhir pada 5 Februari 2016.
Sementara Nurhadi selain didakwa menerima suap dari Hiendra, ia juga didakwa menerima gratifikasi selama kurun 2014-2017. Gratifikasi itu terkait jabatannya selaku Sekretaris MA.
Tersangka kasus dugaan suap gratifikasi senilai Rp 46 miliar Rezky Herbiyono bersiap menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Kamis (17/9). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Nurhadi disebut menerima gratifikasi melalui Rezky dari para pihak yang berperkara di pengadilan. Perkara itu mulai dari pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK).
ADVERTISEMENT
Para pihak pemberinya yakni Handoko Sutjitro; Renny Susetyo Wardani; Direktur PT Multi Bangun Sarana, Donny Gunawan; Freddy Setiawan; dan Riady Waluyo. Jumlah gratifikasi mencapai Rp 37.287.000.000.
Sehingga bila ditotal penerimaan suap dan gratifikasi, jumlahnya mencapai Rp 83.013.955.000.