Dita, Otak Teror Bom di Surabaya, Bercita-cita Ingin Mati Syahid

14 Mei 2018 18:11 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keluarga bomber tiga gereja Surabaya. (Foto: Dok. Polda Jatim)
zoom-in-whitePerbesar
Keluarga bomber tiga gereja Surabaya. (Foto: Dok. Polda Jatim)
ADVERTISEMENT
Dita Oerpriarto, menjadi otak teror bom di Surabaya, Jawa Timur. Dia mengajak istri dan keempat anaknya melakukan aksi bom bunuh diri di gereja di Surabaya, Minggu (13/5).
ADVERTISEMENT
Dita merupakan warga asal Bubutan, Surabaya. Sumijati, ibunda Dita mengaku kaget saat mendengar anaknya menjadi pelaku teror bom di gereja.
"Saya kaget, saya bingung. Malah saya bilang gini ya Allah itu ada orang ngebom lagi itu siapa yah. Saya ndak tahu, terus tahu-tahu anak saya nangis dia bilang Bu yang ngebom itu Mas Dita," kata Sumijati saat ditemui kumparan di rumahnya, Senin (14/5).
Dita Oerpriarto. (Foto: Chandra Dyah Ayuningtyas/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dita Oerpriarto. (Foto: Chandra Dyah Ayuningtyas/kumparan)
Sumijati tak pernah tahu anaknya ikut jaringan kelompok teroris. Yang dia ingat adalah Dita pernah minta didoakan agar mati dalam keadaan syahid.
"Dia pernah bilang doakan supaya mati syahid. Sudah lama bilang gitu, pas tinggal di sana (rumah di Wisma Indah). Cita-citanya kepingin mati syahid," kata Sumijati.
ADVERTISEMENT
Menurut Sumijati, anaknya itu jarang berkunjung ke rumahnya. Dia juga tidak tahu keseharian Dita dan keluarga di rumah mereka di Perumahan Wisma Indah di Jalan Wonorejo Asri XI Blok K Nomor 22 itu.
"Ndak pernah telepon. Kalau telepon ndak pernah diangkat, alasannya katanya nomor saya ndak ada (disimpan) di HP-nya," kisah Sumijati.
Terakhir Dita tinggal di rumah orang tuanya saat masih SMA. Setelah itu dia memilih tinggal di kosan dan jarang berkomunikasi dengan keluarga.
Meski begitu, sebagai ibu, Sumijati tetap ingin dekat dengan anaknya. Dia rela pergi ke rumah Dita di Wisma Indah dan menginap di sana.
"Sama istrinya, ndak akrab. Istrinya ndak pernah tidur sini. Saya yang ngalah tidur di sana, namanya ada cucu," katanya.
ADVERTISEMENT
Rangkaian peristiwa bom di Jawa Timur memperlihatkan pola baru yakni dengan menyertakan keluarga, termasuk anak-anak. Saat kejadian bom GKI Diponegoro, Puji Kuswati, istri Dita, membawa dua anaknya Fadhila Sari (12) dan Famela Rizqita. Tak hanya Puji, pada tubuh kedua anak perempuannya itu pun telah dililit bom.
Di Gereja Santa Maria, giliran Dita Oerpriarto dan dua anaknya yakni Yusuf Fadhil (18) dan Firman Halim (16), yang jadi pelaku dalam serangan ini. Mereka berdua menerobos masuk pagar penjagaan Gereja Santa Maria menggunakan sepeda motor dan meledakkan diri di tengah kerumunan.
Sejumlah ulama baik dari MUI, PBNU, Muhammadiyah, dan Persaudaraan Alumni 212 mengutuk aksi bom bunuh diri. Islam tak mengajarkan kekerasan apalagi menyerang anak-anak dan rumah ibadah.
ADVERTISEMENT