Djarot: Presiden 3 Periode Digoreng Sampai Gosong, Padahal MPR Hanya Bahas PPHN

13 September 2021 17:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua DPP PDIP Djarot Saiful.
 Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ketua DPP PDIP Djarot Saiful. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Wacana amandemen UUD 1945 untuk memasukkan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) dikhawatirkan meluas. Sejumlah pihak pun menilai wacana ini muncul tiba-tiba hanya untuk kepentingan sebagian kelompok dan tak mewakili suara rakyat.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, Ketua Badan Pengkajian MPR RI Fraksi PDIP, Djarot Saiful Hidayat, menekankan bahwa PPHN sudah lama dibahas di MPR. Sehingga tidak muncul secara tiba-tiba.
“Perlu saya jelaskan sejarahnya, karena ada yang mengatakan, ‘kok ini tiba-tiba muncul, rakyat tidak menghendaki haluan negara’. Mereka lupa bahwa persoalan sangat penting ini sudah dibahas secara mendalam oleh MPR periode sebelum-sebelumnya, yaitu 2009-2014,” jelas Djarot dalam Diskusi 4 Pilar MPR RI di Senayan, Senin (13/9).
“Salah satu keputusannya adalah melakukan formulasi sistem perencanaan pembangunan nasional dengan model GBHN sebagai haluan penyelenggaraan negara,” imbuh dia.
Karena waktu itu masih belum bisa dirumuskan, lanjut Djarot, rekomendasi ini tidak dilanjutkan oleh MPR periode 2014-2019. Saat itu ada konsensus tentang bentuk hukum dan substansi untuk tidak melanjutkan amandemen untuk memasukkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Suasana Sidang Tahunan MPR 2021 yang dihadiri Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma'ruf Amin di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/8/2021). Foto: ANTARA FOTO/Sopian/Pool/
Djarot menegaskan kini tengah dikaji mendalam tentang pentingnya keberlanjutan PPHN melalui amandemen UUD 1945. Wacana tak pernah meluas di luar pembahasan PPHN, termasuk perpanjangan masa jabatan presiden 3 periode.
ADVERTISEMENT
“Sekarang kami di badan pengkajian melakukan kajian secara mendalam. Selama melakukan kajian mendalam ini kita tidak pernah membahas hal-hal yang lain. Ini digoreng-goreng [wacana perpanjangan masa jabatan presiden],” terang dia.
“Karena begitu itu nanti melakukan dengan TAP MPR, status hukum yang paling baik adalah TAP MPR. Maka mau tidak mau, suka tidak suka, kita akan melakukan amandemen terbatas khususnya di pasal 3 dan 23, itu saja,” jelasnya lagi.
Djarot memastikan kembali pengkajian amandemen UUD 1945 hanya sebatas mengenai haluan negara dan TAP MPR. Adapun hasil kajian berupa rekomendasi telah disepakati pimpinan MPR pada 2020.
“Pimpinan [pengkajiannya] waktu itu saya sebagai ketua. Wakil Ketuanya ada Pak Agun Gunandjar, kemudian ada Pak Benny Kabur Harman, ada Bapak Tifatul Sembiring, dan ada Ibu Fahira Idris. Sebelum kami sampaikan kepada pimpinan MPR, kami sudah serahkan kepada koordinator badan pengkajian, yaitu Bapak Syarief Hasan,” ujar dia.
ADVERTISEMENT
“Untuk selanjutnya tentu saja kami serahkan kepada pimpinan MPR, dan fraksi-fraksi di MPR, apakah akan menindaklanjutinya atau tidak. Itu urusan beliau-beliau supaya sekali lagi tidak ada dusta di antara kita. Dan di dalam pengambilan keputusan ini tidak pernah ada voting, ini sifatnya kolektif kolegial,” lanjutnya.
Oleh sebab itu, Djarot mengatakan wacana perpanjangan masa jabatan presiden adalah isu yang digoreng sejumlah kepentingan. Sementara badan pengkajian hanya fokus mengkaji substansi dari PPHN secara mendalam.
“Agak gaduh, ketika statement dari Pak Bambang Soesatyo, Ketua MPR, ketika menyampaikan ini di dalam sidang tahunan 16 Agustus, kemudian peringatan Hari Konstitusi,” ucap Djarot.
“Digoreng-goreng sampai gosong, direbus, dibolak-balik, ada yang main akrobat-akrobat begitu, ngerembet ke mana-mana, sampai ‘masa jabatan presiden bisa ndak tiga periode’. Sekali lagi, kita tidak pernah mengkaji secara mendalam tentang keberadaan pasal-pasal di luar ini [haluan negara],” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Djarot mengungkap usulan perpanjangan jabatan masa presiden memang terdengar olehnya. Namun, usulan itu tegas ditolak oleh badan pengkajian MPR.
“Sampai ada masa perpanjangan masa jabatan presiden, sampai saya dengar. Kalau begitu, presiden bisa diusulkan lewat jalur perseorangan, sekarang terjadi dinamikanya seakan-akan kita membuka kotak pandora. Untuk bisa mengamandemen itu syaratnya ketat, tidak mudah, dan sangat panjang,” ujar dia.