Djoko Tjandra: Action Plan Jaksa Pinangki Tidak Masuk Akal

9 November 2020 21:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Saksi selaku terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra bersiap memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan Pinangki Sirna Malasari, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Saksi selaku terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Tjandra bersiap memberikan kesaksian dalam sidang lanjutan Pinangki Sirna Malasari, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Djoko Tjandra mengungkap alasan action plan terkait upaya pengurusan fatwa bebas ke Mahkamah Agung (MA) batal dilaksanakan. Menurut dia, hal itu karena ada unsur pegawai negeri di dalam action plan itu.
ADVERTISEMENT
"Saya katakan 'action plan' yang diajukan Andi Irfan tidak masuk akal karena tercantum ada PNS di situ. Oleh karena itu saya tidak bersedia!" kata Djoko Tjandra dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, dilansir Antara, Senin (9/11).
Djoko Tjandra menjadi saksi untuk terdakwa Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Dalam dakwaan, disebutkan Djoko Tjandra meminta Jaksa Pinangki untuk membuat "action plan" terkait upaya pengurusan fatwa ke MA.
Terdakwa Pinangki Sirna Malasari (kanan) tiba untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Masih merujuk dakwaan, "action Plan" tersebut diserahkan Jaksa Pinangki Pinangki ke Djoko Tjandra pada 25 November 2019 di Malaysia. Dalam pertemuan di kantor Djoko Tjandra saat itu, turut hadir advokat Anita Kolopaking dan pihak swasta Andi Irfan Jaya.
Dalam "action plan", termuat 10 tahap pelaksanaan dalam pengurusan tersebut. Di dalamnya, termuat juga nama Hatta Ali yang masih menjabat Ketua MA dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
ADVERTISEMENT
Atas "action plan" itu, Jaksa Pinangki meminta ongkos USD 100 juta atau sekitar Rp 146 miliar. Dalam dakwaan, disebutkan Djoko Tjandra hanya bersedia mengeluarkan biaya USD 10 juta atau sekitar Rp 14,6 miliar. Namun, "action plan" itu pada akhirnya tidak terlaksana.
"Dari atas sampai bawah lalu saya tuliskan 'no' dalam action plan karena adanya Pinangki di situ jadi saya tidak bersedia," ungkap Djoko Tjandra.
"Karena Saudara tidak mau berurusan dengan PNS?" tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung KMS Roni.
"Iya," jawab Djoko.
"Action plan itu terkait pemberian uang 10 juta dolar AS?" tanya jaksa Roni.
"Itu proposal saja," jawab Djoko.
"Apakah action plan itu terlaksana atau Saudara merasa terbantu atau tertipu?" tanya Jaksa Roni.
ADVERTISEMENT
"Saya rasa saat Desember saya kirim 'whatsapp' ke Anita soal action plan sama sekali tidak bisa diterima dan tidak bersedia untuk melanjutkan," jawab Djoko.
"Tapi kan Saudara sudah bayar 500 ribu dolar AS?" tanya Jaksa Roni.
Terdakwa Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
Jaksa merujuk pada pemberian uang dari Djoko Tjandra untuk Jaksa Pinangki pada 26 November 2019. Uang diserahkan melalui adik ipar Djoko Tjandra, Herriyadi Angga Kusuma (almarhum), dan diterima oleh Andi Irfan Jaya di sekitar mal Senayan City.
Namun Djoko mengaku baru menerima "action plan" itu pada 28-29 November 2019.
"Uang itu sebelum saya terima action plan, tapi action plan diberikan setelah mereka (Pinangki, Anita, Andi Irfan) kembali dari Kuala Lumpur 26 November 2019," ungkap Djoko.
ADVERTISEMENT
"Seketika itu saya bilang tidak terima action plan karena ada unsur Pinangki makanya saya taruh 'no' di situ, yang memberikan action plan itu Andi Irfan melalui whatsapp ke saya," tambah Djoko.
"Apakah Saudara pernah mengatakan ke Rahmat kok biayanya mahal sekali Mat? Mereka minta 100 juta dolar AS. Lalu Rahmat menjawab 'waduh saya tidak tahu, Pak, terserah Bapak saja', apakah jawab seperti itu?" tanya jaksa Roni.
Saksi selaku pengusaha Rahmat, bersiap memberikan kesaksian dalam sidang kasus Djoko Tjandra dengan terdakwa Pinangki Sirna Malasari di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11). Foto: Sigid Kurniawan/ANTARA FOTO
"Tidak ada diskusi itu, proposal 100 juta dolar AS itu tidak lazim dibicarakan seperti itu," jawab Djoko.
Jaksa Pinangki didakwa menerima USD 500 ribu atau sekitar Rp 7,4 miliar dari Djoko Tjandra. Suap itu terkait upaya pengurusan fatwa MA.