Dokter Paru Minta Publik Tak Salah Kaprah, Antibodi Tinggi Tak Lantas Aman COVID

27 April 2022 15:30 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
dr Erlina Burhan. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
dr Erlina Burhan. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kasus COVID-19 di Indonesia terus mengalami penurunan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kasus menurun yaitu imunitas di masyarakat yang sudah terbentuk, cakupan vaksinasi yang tinggi, hingga kesadaran masyarakat akan protokol kesehatan.
ADVERTISEMENT
Pada awal kemunculan varian Omicron, masyarakat banyak yang menganggap merasa aman karena antibodi sudah terbentuk akibat penularan virus dan vaksinasi primer. Dokter spesialis paru RSUP Persahabatan, Erlina Burhan menyampaikan ada kesalahpahaman terkait hal itu.
Dia mengatakan bahwa tinggi rendahnya antibodi tidak bisa menjadi tolok ukur seseorang bisa terkena COVID-19.
"Di masyarakat ada miskonsepsi, beranggapan kalau antibodi saya rendah berarti saya gampang sakit. Oh ini antibodi saya tinggi berarti saya aman, tidak begitu juga," ujar Erlina Burhan dalam acara Efektivitas Vaksin COVID-19 PT. ASTRAZENECA, Rabu (27/4).
Erlina menyebut saat seseorang terpapar virus itu bisa disebabkan oleh faktor imunitas yang lemah. Sehingga kadar antibodi bukan penilaian seseorang aman dari virus.
"Untuk seseorang menjadi sakit itu ada beberapa faktor. Makanya tadi saya sampaikan antibodi bukanlah prediktor yang terbaik. Karena faktor seseorang terinfeksi itu ada faktor imunitasnya," kata dia.
ADVERTISEMENT
Kemudian, dia juga menjelaskan terkait efektivitas vaksin COVID-19 tidak bisa ditentukan dari kadar antibodi saja.
Sebab, antibodi setiap orang bisa berbeda-beda meskipun dengan vaksin yang sama.
"Mungkin ini bisa diangkat dari kadar antibodi yang itupun belum ada standar yang melindungi itu berapa batasnya," tandasnya.