Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Dokter spesialis paru ternama Rusia, Profesor Alexander Chuchalin, mundur dari Dewan Etik Kementerian Kesehatan Rusia. Ia memprotes langkah lembaga itu meloloskan penggunaan vaksin corona Sputnik V untuk masyarakat luas.
ADVERTISEMENT
Chuchalin menyebut keputusan itu terburu-buru, melanggar etika medis, dan tak bertanggung jawab. “Saya kecewa dengan beberapa ilmuwan yang membuat klaim tentang vaksin siap pakai.”
Chuchalin secara khusus menuduh dua dokter terlibat pelanggaran etika medis dengan terburu-buru memproduksi vaksin secara massal. Kedua dokter itu adalah Profesor Alexander Gintsburg, Direktur Institut Penelitian Gamelaya untuk Epidemiologi dan Mikrobiologi; dan Profesor Sergey Borisevich, ahli virologi senior militer Rusia.
Gintsburg dan Borisevich ialah akademisi utama di balik vaksin Sputnik V. Kepada keduanya, menurut FR24 News, Chuchalin mempertanyakan keabsahan uji coba vaksin.
“Apakah anda telah menempuh semua prosedur yang disyaratkan undang-undang Rusia dan komunitas ilmiah internasional?” kata Chuchalin.
Chuchalin menyatakan, “(Vaksin Sputnik V) ini belum selesai. Dengan demikian, salah satu etika prinsip kedokteran telah dilanggar secara serius: tidak membahayakan (orang).”
ADVERTISEMENT
Sputnik V Tak Prosedural
Ada empat tahap uji coba vaksin yang berlaku di dunia. Mula-mula, uji praklinis dengan memberikan vaksin kepada binatang seperti tikus atau monyet untuk melihat respons imun yang dihasilkan.
Selanjutnya, fase 1 adalah uji keselamatan. Ilmuwan memberikan vaksin kepada sejumlah kecil orang untuk menguji keamanan dan dosisnya, serta untuk memastikan bahwa vaksin itu dapat merangsang pembentukan sistem kekebalan tubuh.
Sementara fase 2 ialah uji coba ke ratusan orang yang dibagi dalam beberapa kelompok seperti anak-anak dan orang tua. Uji ini untuk melihat apakah vaksin bekerja dengan cara berbeda terhadap mereka. Ini penting untuk mengetahui keamanan vaksin.
Tahap final, fase 3, yakni pemberian vaksin kepada ribuan orang. Fase ini akan menentukan apakah vaksin benar-benar efektif dapat melindungi masyarakat. Pada tahap ini, efek samping vaksin juga bakal terlihat.
Rusia meresmikan penggunaan vaksin corona Sputnik V hanya dua bulan setelah uji coba pada manusia dalam skala terbatas. WHO bahkan masih mencatat vaksin Rusia ini berada pada fase 1 uji coba.
ADVERTISEMENT
“Dalam kasus obat atau vaksin, kami ingin memahami pertama-tama: seberapa aman ia bagi manusia? Keamanan selalu nomor satu,” ujar Chuchalin dalam wawancara dengan jurnal sains Nauka i Zhizn sesaat sebelum mengundurkan diri.
Ia menekankan pentingnya mengetahui efek jangka panjang suatu vaksin, dan itu hanya dapat dilakukan melalui observasi panjang.
Chuchalin ialah pendiri Institut Penelitian Pulmonologi Rusia dan Kepala Departemen Terapi Rumah Sakit di Pirogov Russian National Research Medical University.
Rusia mengklaim telah menerima pesanan dari 20 negara, dan kini mulai memproduksi Sputnik V gelombang pertama. Vaksin itu rencananya akan diproduksi 500 juta dosis per tahun, dan 5 juta dosis per bulan dalam rentang waktu Desember–Januari 2021.
Setidaknya tiga negara—Vietnam, Filipina, dan Israel—telah menyatakan minatnya untuk membeli vaksin corona Rusia itu.
ADVERTISEMENT
“Kami mengikuti dengan cermat setiap laporan, tak peduli (vaksin berasal) dari negara mana. Bila kami yakin ini produk serius, kami akan mencoba negosiasi,” kata Menteri Kesehatan Israel Yuli Edelstein seperti dikutip dari AFP.
Kirill Dmitriev, Kepala Dana Investasi Langsung Rusia yang terlibat pendanaan vaksinasi, yakin dengan keampuhan Sputnik V. Menurutnya, “Rusia memiliki vaksin paling efektif dan dapat diandalkan di dunia.”
Ia menuding negara-negara Barat yang ribut mengkritik Sputnik V sesungguhnya khawatir dengan posisi Rusia di pasar vaksin global.