Dokter Tirta

Dokter Tirta, Mati-matian Galang Bantuan untuk Perangi Corona

27 Maret 2020 12:22 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tenaga medis penanganan virus corona. Foto: Indra Fauzi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tenaga medis penanganan virus corona. Foto: Indra Fauzi/kumparan
ADVERTISEMENT
Dokter sekaligus pengusaha, Tirta Mandira Hudhi, bertekad keras memerangi wabah corona yang tengah melanda Indonesia saat ini. Dia menggalang donasi untuk mencegah penularan COVID-19.
ADVERTISEMENT
Dia menceritakan alasannya kenapa begitu mati-matian mencurahkan tenaga dan biaya untuk melawan penyebaran virus corona ini. Dalam Twitter yang diunggah 25 Maret 2020 lalu, dokter Tirta membagikan ceritanya hingga akhirnya twit tersebut viral. kumparan sudah meminta izin untuk mengutip twit tersebut.
Dokter Tirta Mandira Hudhi Foto: Instagram @dr.tirta
Cerita dimulai saat Tirta berusia 8 tahun. Kala itu dia terinfeksi penyakit TBC karena tertular dari temannya yang batuk di depan dia. Untuk pengobatan, Tirta harus minum obat hingga 10 bulan.
"Dan gue diprediksi abis itu divonis jadi orang yang 'sakit-sakitan," katanya.
Setelah sembuh dari TBC, lanjut Tirta, paru-parunya tidak seperti dulu. Gambarannya, selalu ada 'flek' sembuh setelah proses pengobatan yang panjang itu.
"Setelah penyembuhan TB, gue kena berbagai macam penyakit pernafasan. Faringitis, laringitis, tonsilitis, bronkitis dan sinusitis. Ini sampai SMA," paparnya.
Tirta Mandira Hudhi alias dr. Tirta Foto: Melisa Ester Lolindu/kumparan
Penyakit-penyakit itu nyatanya tidak menghalangi Tirta untuk berprestasi di bidang akademik. Di tingkat SD, SMP hingga SMA dia mewakili Solo untuk olimpiade matematika. Saat acara kelulusan dia bersama temannya tampil dalam grup band.
ADVERTISEMENT
"Tapi gue opnam karena kena DBD dan sinusitis," ucapnya.
Setelah lulus SMA, Tirta memutuskan untuk kuliah mengambil jurusan kedokteran. Dia ingin membuktikan kalau lulusan SMA swasta seperti dia bisa masuk Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta. Hasilnya Tirta berhasil tembus FK UGM, dia juga diterima FK UNDIP jalur prestasi.
Tirta memilih untuk kuliah di Fakultas Kedokteran UGM. Dan di Yogya, Tirta akhirnya merintis usaha hingga menjadi pengusaha yang punya puluhan kios.
"Di Yogya gue berkembang. Gue jadi pengusaha, nemuin @shoesandcare, mualaf, dan lulus cumlaude," katanya.
Di UGM, dia juga bertemu dengan Prof Iwan Dwiprahasto, Guru besar Farmakologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKMKK) UGMG.
Bukan hanya sebagai dosen, Prof Iwan juga berperan dalam kehidupan Tirta. Prof Iwan sempat menawarkan beasiswa sebagai peneliti ke Belanda kepada Tirta, namun ditolak karena dia ingin fokus pada bisnis dan bekerja di IGD.
ADVERTISEMENT
"Setelah 1,5 tahun koas, gue lulus, gue bekerja di RS UGM dan Puskesmas Turi. Jadi dokter IGD dan dokter jaga. Nyambi @shoesandcare. Selama ini, gue sakit sebulan sekali. DB 1 kali. tipus 1 kali, dan akhirnya 2018 gue kena bronkitis kronis," ungkapnya.
Akhirnya, dengan berat hati Tirta memutuskan untuk rehat menjadi dokter IGD dan memilih fokus pada bisnisnya yang sebagian anak buahnya merupakan anak jalanan. Dari itu Tirta berjuang di jalan lain, yakni sebagai dokter edukasi dan pengusaha.
Saat sedang menjadi dosen tamu di FK UGM, Tirta bertemu lagi dengan Prof Iwan. Kala itu beliau bilang sebagai dokter, Tirta bisa berjuang bukan hanya dengan jubah putihnya saja, tetapi bisa dengan banyak cara.
ADVERTISEMENT
"Prof Iwan bilang “Jadi dokter nggak selalu berjuang di belakang jas praktik, bisa di kursi lain, di situ ide kamu akan berguna, nggak hanya buat pasien, tapi buat temanmu, tenaga medis, Tirta, berjuanglah dengan caramu sendiri," pesan Prof Iwan kepada Tirta.
"Prof Iwan nasehatin “Tabunglah uang dari usahamu, berjuang, naikkan derajat tenaga medis, amankan pasien, buat RS! Siapa tahu kamu bisa,” lanjutnya.
Nasihat itu begitu membekas di hati Tirta. Dia berjanji akan membuat rumah sakit, dan bila sudah selesai dibangun nantinya dia ingin 'pamer' ke Prof Iwan.
Kampus UGM di Yogyakarta. Foto: Dwita Komala Santi
Namun beberapa minggu yang lalu, dia mendapat kabar Prof Iwan terinfeksi corona. Dari situlah Tirta mati-matian menggalang bantuan untuk melawan wabah ini.
"Gue nggak dikasi biaya, gue pake duit gue sendiri, dan tiba-tiba kitabisacom akhirnya memutuskan bantu gue," katanya.
ADVERTISEMENT
Ada 5 program yang digagas Tirta, dibantu kitabisa, Dompet Dhuafa dan relawan.
1. Memasang 1000 disinfection chamber di Jakarta
2. Membagi APD bagi teman-teman medis di Faskes
3. Memberikan nutrisi bagi tenaga medis
4. Edukasi PHBS (Pola Hidup Bersih Sehat) ke rakyat
5. Memastikan amannya social distancing
Tirta bersama dengan relawan bergerak 14-15 jam sehari, kadang bisa 20 jam. Meski lelah tetapi dia tetap semangat karena ini merupakan sumpah yang pernah diucapkannya.
Di tengah melakukan berbagai program itu, Tirta mendapat kabar Prof Iwan meninggal karena COVID-19 pada Selasa (24/3) di RSUP Sardjito Yogyakarta.
"Gue saat itu lagi wawancara bareng GENFM. Gue nangis ketika wawancara. Gue down. Mood gue berantakan saat itu karena beliau lah yang membuat gue seperti ini," kenangnya.
ADVERTISEMENT
Kabar itu melecut Tirta untuk meneruskan legacy Prof Iwan. Dia akan membantu sebanyak mungkin RS yang membutuhkan. Tidak peduli bila nanti badannya lelah dan sakit, menurutnya negara ini butuh bantuan.
Selama angka infeksi COVID-19 tinggi, Tirta berjanji tidak akan berhenti berjuang. Dia menyampaikan terima kasih kepada pihak yang telah membantunya memerangi virus corona ini.
"Ini perkara sumpah yang gue ambil. Dokter. Gue akan jaga kawan-kawan gue di garda IGD. Meski nyawa gue taruhannya," kata Tirta.
***
kumparanDerma membuka campaign crowdfunding untuk membantu mencegah penyebaran coronavirus. Yuk, bantu donasi sekarang!
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten