news-card-video
5 Ramadhan 1446 HRabu, 05 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Doli Kurnia Usul KPU Ubah Hitung Kursi Legislatif: Sainte Lague Rugikan Parpol

26 Februari 2025 15:04 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2025). Foto: Haya Syahira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2025). Foto: Haya Syahira/kumparan
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengusulkan agar metodologi konversi perolehan suara ke kursi Parlemen dikaji ulang. Saat ini sistem di Indonesia menganut metodologi Sainte Lague murni.
ADVERTISEMENT
“Sekarang ini menggunakan metodologi Sainte Lague murni itu apakah itu sudah tuh sudah menjawab soal representatifnya?” kata Doli dalam rapat membahas evaluasi pemilihan serentak tahun 2024, di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (26/2).
Doli mengatakan, metode Sainte Lague dengan membagi jumlah suara partai dengan angka pembagi ganjil yang berurutan, bisa membuat beberapa partai politik merasa dirugikan.
“Karena terus terang saja sebetulnya bagi beberapa partai politik hitungan ini itu juga bisa bisa dirugikan,” katanya.
Doli menjelaskan, sistem saint league bisa menciptakan situasi di mana caleg dengan suara lebih sedikit bisa terpilih, sementara caleg dengan suara lebih banyak justru kalah.
Seorang saksi dari perwakilan salah satu partai politik mengikuti rapat pleno terbuka rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan perolehan suara Pemilu 2024 tingkat Kota Jakarta Selatan di Jakarta, Selasa (5/3/2024). Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
Sebab metode ini mengutamakan pemerataan kursi antar partai, bukan hanya jumlah suara individual caleg. Akibatnya, partai yang memiliki banyak suara tersebar di beberapa caleg bisa lebih diuntungkan, meskipun tiap caleg hanya memperoleh 20–30 ribu suara.
ADVERTISEMENT
Sementara partai yang hanya memiliki satu caleg kuat dengan suara besar bisa kalah, jika partai lain mendapatkan kursi lebih dulu dengan suara yang tersebar merata.
“Saya cermati ada satu caleg dari partai tertentu dia sudah bisa menghitung terpilih empat kali atau lima kali dengan perolehan suara 20-30 ribuan saja dia sudah kendalikan itu dengan posisi partai politik yang bagaimana yang kemudian bisa mengalahkan ada partai lain yang satu caleg itu bisa mendapatkan suara 80 sampai 90 ribu (suara),” kata politisi Golkar itu.
Layar menampilkan perolehan kursi DPR setiap partai politik saat rapat pleno penetapan perolehan kursi dan penetapan calon terpilih anggota DPR dan DPD pada Pemilu 2024 di kantor KPU, Jakarta, Minggu (25/8/2024). Foto: Hafidz Mubarak/ANTARA FOTO

Usul Pakai Kuota Hare dan D'Hondt

Untuk itu Doli mengusulkan agar metode konversi lain seperti Kuota Hare dan D’Hondt bisa menjadi pertimbangan, dan tentunya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di Indonesia.
“Nah ini saya kira metodologinya banyak ada kuota hare, D’hondt, macam-macam mana yang paling ini, Ini masalah-masalah klasik,” katanya.
ADVERTISEMENT
Secara garis besar metode D’Hondt tidak jauh berbeda dengan saint league, ia membagi suara partai dengan menggunakan pembagi 1, 2, 3, 4, … secara berurutan.
Metode ini membagi total suara sah dengan jumlah kursi untuk menentukan kuota minimal yang diperlukan untuk mendapatkan kursi. Sebagai contoh di suatu wilayah total suaranya ada 500 ribu sementara ada 4 kursi yang diperebutkan.
Kuota ditentukan dengan membagi total suara dengan kebutuhan kursi, artinya dibutuhkan minimal 125 ribu suara bagi caleg untuk lolos.