Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Donald Trump Usulkan 'Opsi Nuklir' untuk Akhiri Shutdown AS
22 Januari 2018 12:42 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
ADVERTISEMENT
Presiden Donald Trump terkesan tidak sabar menghadapi shutdown akibat tidak disetujuinya rancangan anggaran oleh Senat. Dia mengusulkan agar anggota mayoritas Senat dari Partai Republik tidak memedulikan penolakan kubu Partai Demokrat dan tetap jalan dengan anggaran yang disetujui.
ADVERTISEMENT
Usulan Trump dikenal dengan nama "Opsi Nuklir". Dengan cara ini, Partai Republik sebagai kubu mayoritas mengubah peraturan penetapan anggaran untuk bisa mencairkan dana operasional pemerintah dengan hanya 51 suara. Padahal butuh 60 suara dukungan agar anggaran bisa dicairkan.
"Demokrat hanya ingin imigran ilegal masuk ke negara kita tanpa diperiksa. Jika kebuntuan berlanjut, Republik harus jalan dengan 51 persen (Opsi Nuklir)!" kata Trump di akun Twitternya.
Namun, seperti dilansir AFP, para pemimpin Senat tidak menyetujui usulan Trump itu. Mereka khawatir jika suatu saat Republik tidak menguasai Senat, partai lain juga akan melakukannya.
Shutdown akan memasuki hari kerja pada Senin (22/1) setelah Republik dan Demokrat tidak juga menemukan titik temu untuk menyepakati anggaran. Menurut Demokrat, rancangan anggaran itu tidak memuat soal penanganan ratusan ribu imigran yang terancam deportasi akibat kebijakan Trump.
Pemimpin Mayoritas Senat dari Republik Mitch McCornnell berjanji akan mendengarkan keluhan Demokrat terkait masalah imigrasi. Rencananya pekan ini akan digelar kembali voting untuk menetapkan anggaran.
ADVERTISEMENT
Akibat shutdown, akan ada ratusan ribu pegawai negeri yang dipaksa mengambil cuti tidak berbayar. Dalam shutdown terakhir pada 2013, ada lebih dari 800 ribu pegawai negeri yang dirumahkan sementara.
Hanya posisi-posisi penting yang tetap bekerja, namun harus rela tidak dibayar selama anggaran tidak disetujui. Di antaranya para tentara, termasuk mereka yang tengah bertugas di Irak atau Afghanistan.