Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Donny Tri Sebut Saeful Bahri Patok Uang Suap Rp 2,5 M Urus PAW Harun Masiku
24 April 2025 23:36 WIB
·
waktu baca 5 menit
ADVERTISEMENT
Orang kepercayaan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Donny Tri Istiqomah, menyebut bahwa mantan kader PDIP, Saeful Bahri, telah mematok uang suap dalam pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku menjadi anggota DPR RI 2019–2024 sebesar Rp 2,5 miliar.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Donny saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus yang menjerat Hasto sebagai terdakwa, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (24/4).
Dalam kesaksiannya itu, Donny mengungkapkan alokasi dana Rp 2,5 miliar itu masing-masing akan diberikan kepada KPU RI, Sekjen Kemendagri, dan Sekjen DPR.
"Saeful telepon saya, saya ingat saya tugas teknis itu hanya mengantarkan surat dan melobi, tiba-tiba Saeful telepon saya, [bilang] 'nanti aku mintakan duit kepada Harun'," ujar Donny.
"Sekitar Rp 2,5 M biayanya, saya masih ingat, Rp 1,5 M buat KPU, Rp 1 M buat Sekjen DPR, Rp 1 M buat Sekjen Kemendagri," ungkap dia.
Mendengar pernyataan itu, Donny mengaku kaget. Saat itu, ia juga meminta kepada Saeful agar tak mematok alokasi dana itu terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
"Saya bilang, saya kaget, karena itu overlap, cuma saya tidak bisa apa-apa, saya hanya bisa jawab, 'jangan dipatok dulu', maksud saya ada kalimat saya, jangan dipatok dulu," kata Donny.
"Maksud saya, loh kok jadi main duit gitu. Nah, [kata Saeful] 'udah gampang', terus saya bilang, 'ya sudah buat saya mana?', sengaja saya buat kayak gitu, kalau sampai habis segitu, yang penting kasih saya sebagai lawyers fee," sambungnya.
Jaksa kemudian mendalami ihwal jumlah permintaan yang disampaikan oleh Wahyu Setiawan terkait uang pengurusan PAW tersebut.
"Wahyu minta Rp 1 M, itu penyampaian dari Saeful ya?" tanya jaksa.
"Saeful ke saya sempat WA, ya saya pasif saja, karena tugas saya kan memang untuk, 'ya terserah lu deh, yang penting kapan presentasiku, aku sudah menyiapkan langkah hukumnya'," jawab Donny.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Donny mengaku sempat diminta untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) yang akan diberikan ke KPU RI untuk memuluskan Harun menjadi anggota DPR RI lewat mekanisme PAW.
Fatwa itu kemudian menjadi dasar hukum bagi PDIP untuk memilih Harun sebagai pengganti Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia. Pasalnya, dalam fatwa tersebut memuat aturan bahwa kader partai yang meninggal atau mengundurkan diri di Pileg dapat digantikan oleh kader pilihan partai.
Surat permohonan kemudian dilayangkan oleh PDIP kepada KPU agar melaksanakan fatwa MA tersebut.
Lebih lanjut, dalam kesempatan itu, jaksa juga mencecar Donny terkait sumber uang suap untuk Wahyu Setiawan. Ia mengaku sempat berasumsi uang suap berasal dari Hasto.
Pasalnya, kata dia, staf Hasto bernama Kusnadi pernah menemuinya dan memberikan uang sebesar Rp 400 juta untuk Harun Masiku.
ADVERTISEMENT
“Nah, atas kalimat Kusnadi itu saya WA Saeful, saya mau WA Saeful, di WA saya ada saya menyebut sekjen, ini ada uang Rp 400 [juta] dari Sekjen, Rp 600 [juta]-nya Harun," ujar Donny.
"Kenapa saya bilang gitu? Saya ingat Wahyu pernah minta Rp 1 M sehingga di otak saya kalau ada ini Rp 400 [juta] dari Kusnadi, Rp 600 [juta]-nya berarti Harun dong. Di otak saya asumsinya Mas Kus itu stafnya Mas Hasto Sekjen, saya asumsi saja,” papar dia.
Setelah menerima uang itu, Donny kemudian langsung melaporkan ke Saeful Bahri dan meminta Saeful untuk segera menemuinya. Saat itu, ia mengaku menyebut uang itu berasal dari Hasto agar Saeful bisa langsung menemuinya.
ADVERTISEMENT
"Karena uang ini, kan, bukan buat saya. Karena ini ada uang Rp 400 [juta] dari Sekjen, Rp 600 [juta]-nya Harun. Itu untuk memang agar, murni, saya sampaikan waktu di OTT, sudah saya sampaikan, itu murni agar Saeful itu kalau saya nyebut Sekjen, buru-buru datang," ucap Donny.
"Itu saja. Tapi, apakah sumbernya itu dari Sekjen? Wah saya enggak berani, karena apa? Karena itu Kusnadi yang ngasih," imbuhnya.
Akan tetapi, Donny kemudian membantah asumsinya sendiri ihwal pemberian uang suap untuk Wahyu Setiawan itu berasal dari Hasto. Ia kemudian menyatakan bahwa uang suap itu berasal dari Harun.
Sebab, Donny menjelaskan komunikasinya dengan Hasto berlangsung tertib. Ia menjelaskan bahwa jika ingin memberi uang, Hasto pasti akan segera menghubunginya.
ADVERTISEMENT
“Kalau mau Mas Hasto memerintahkan uang itu, tentu ada WA, ada telepon, [tetapi] itu tidak ada. Sehingga, saya tidak berani, dan saya yakin itu dari Harun, dan pasti Harun," kata Donny.
"Kenapa? Karena pada saat uang itu masuk ke saya, tidak ada perintah apa pun ke Sekjen, tidak ada komunikasi apa pun. Berarti dari Harun, di otak saya begitu,” jelas dia.
“Itu sepengetahuan saudara yang Rp 400 juta itu dalam mata uang rupiah atau dolar?” tanya jaksa.
“Ya di WA tuh lengkap, Saeful nanya, 'itu 400 [juta]-nya asing atau rupiah?', [saya jawab] 'tunggu saya buka dulu', baru saya buka tas itu, ternyata bentuk rupiah, pecahan Rp 50 ribu seingat saya,” ungkap Donny.
ADVERTISEMENT
Kasus Hasto
Adapun dalam kasusnya, Hasto didakwa menyuap komisioner KPU RI dalam proses Pergantian Antarwaktu (PAW) dan merintangi penyidikan kasus Harun Masiku.
Dalam perkara dugaan suap, Hasto disebut menjadi pihak yang turut menyokong dana. Suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW.
Caranya, adalah dengan menyuap komisioner KPU saat itu Wahyu Setiawan. Nilai suapnya mencapai Rp 600 juta.
Suap itu diduga dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saeful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio dan juga Wahyu Setiawan.
Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto disebut melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Masiku, Hasto memerintahkan Nur Hasan—seorang penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya—untuk menelepon Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri.
Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.