Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Dosen Hukum Laut Unair soal HGB Laut: Jangan Bawa Perspektif Agraria ke Laut
22 Januari 2025 17:13 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Menurutnya perairan atau laut itu tidak bisa dikuasai oleh seseorang atau suatu kelompok. Sebab, ruang laut dimiliki oleh suatu negara dan diatur dalam hukum internasional.
"Tidak pernah ada yang namanya hak atas tanah pada ruang laut. Kenapa? Itulah yang harus ditertibkan, diperbaiki, bahwa jangan sampai perspektif agraria dibawa ke ruang laut, karena berbeda. Ruang laut itu banyak di antaranya tunduk pada aturan hukum internasional," kata Nilam kepada kumparan, Rabu (22/1).
"Kalau kedaulatan penuh dari suatu negara, berarti negara itu boleh melakukan "apa pun". Tapi kedaulatan penuh atas ruang laut itu berbeda dengan kedaulatan negara atas ruang tanah. Kenapa? Kedaulatan atas ruang laut itu ada hak-hak dari negara lain yang juga dijamin dalam hukum internasional," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Hak-hak di Laut
Nilam menyampaikan bahwa seluruh perairan laut atau maritim memiliki hak-hak navigasi dari semua negara. Sehingga, negara tidak boleh menutup ruang lautnya untuk kapal-kapal bernavigasi.
"Walaupun itu adalah kedaulatan negara pantai, enggak boleh. Karena ada hak navigasi dari negara lain di sana, ada hak lintas damai, hak transit, hak lintas transit. Kalau Indonesia ada hak lintas alur laut kepulauan," ucapnya.
Ia mengungkapkan, seandainya lahan di ruang laut itu benar-benar ada, maka akan menjadi perkara besar.
"Ini kan yang dikavling Sidoarjo, gimana kalau yang dikavling itu adalah suatu perairan yang ada di sisi luar Indonesia. Misalnya ada di sisi selatan pulau Jawa yang langsung menghadap Samudera Hindia atau di Sumatera, Selat Malaka, kemudian dikavling-kavling. Itu akan mempengaruhi menimbulkan pertanyaan besar terkait batas wilayah dan sebagainya," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada hak atas tanah yang bisa diberlakukan pada ruang laut. Tidak boleh ada, 'tapi ruang lautnya dekat loh sama pulau', 'oh ini di pesisir loh', enggak ada. Yang namanya ruang laut ya ruang laut. Kalau pun sekarang ada, ya itu enggak sah," tambahnya.
Hukum Internasional
Nilam pun menegaskan bahwa tidak ada aturan terkait HGB di suatu perairan laut karena bertentangan dengan hukum internasional. Hal itu berbeda dengan perizinan pengelolaan pemanfaatan ruang laut.
"Kemudian kalau pemerintah mengatakan itu ada, nah ini salahnya. Bahwa perspektif agraria itu tidak boleh dibawa-bawa ke ruang laut. Jadi aturan yang berkaitan dengan laut, itu berbeda dengan aturan agraria. Beda. Ndak bisa. Bukan diperjelas, ya enggak ada. Tidak boleh ada hak atas tanah pada ruang laut," ujar dia.
ADVERTISEMENT
Ia menginginkan agar pemerintah untuk memperbaiki dalam hal tata kelola ruang laut. Sehingga, kejadian pemagaran laut dan HGB di perairan Indonesia tidak menimbulkan perkara.
Termasuk tidak membawa perspektif agraria ke laut.
"Agraria itu tanah. Lah yang disertifikatkan ini apa? Perairan. Cocok enggak? Enggak. Kenapa demikian? Karena memang tidak ada hak atas tanah pada ruang laut," terangnya.
Pagar Laut Tidak Sah
Kemudian, jika pagar laut tersebut dikatakan sebagai upaya untuk menahan abrasi, seharusnya ada kajian lingkungannya terlebih dahulu.
Di akhir penjelasan, Nilam mempertegas bahwa semua kepemilikan di atas laut adalah tidak sah.
"Lalu kalau kita mengatakan bahwa pagar-pagar ini didirikan sudah lama. Tapi kemudian orang mengatakan siapa pemiliknya. Ya ngapain harus punya siapa pemiliknya. Kalau pun ada pemiliknya itu pun kepemilikan itu tidak sah," katanya.
ADVERTISEMENT