Dosen UI Cecar soal Reformasi Agraria hingga Kasus Rempang, ini Jawaban Ganjar

18 September 2023 16:01
ยท
waktu baca 3 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gubernur Jawa Tengah periode 2013-2023 Ganjar Pranowo (tengah depan) menyapa dan berfoto dengan mahasiswa usai mengisi Kuliah Kebangsaan di Fisip Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (18/9/2023). Foto: ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya
ADVERTISEMENT
Bacapres Ganjar Pranowo dicecar akademisi UI terkait kasus Rempang dan konflik agraria di Indonesia. Sebagai calon pemimpin masa depan, Ganjar dituntut punya solusi atas persoalan tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan Dosen Departemen Antropologi UI, Suraya Afiff, Ph.D, saat diskusi dalam kuliah kebangsaan bertema 'Hendak ke mana Indonesia Kita? Gagasan, Pengalaman dan Rancangan Para Pemimpin Masa Depan' di FISIP UI, Depok, Senin (18/9)
"Saya ingin persoalkan paradigma ekonomi pembangunan menggusur paksa, memukimkan paksa. Apa dasar regulasi? Ini kepentingan siapa?," kata Suraya selagi menunjukkan slide terkait konflik agraria di Indonesia.
"Ini dari tahun 1967, negara kuasai hutan, dikasih ke pengusaha, padahal ada 25 ribu desa di dalamnya, karena enggak punya sertifikasi. Memang ada reformasi agraria, tapi lambat," imbuh dia.
Suraya lalu menyinggung kisruh penggusuran warga yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepri.
"(Konflik) di Kaltim. Talibu jadi tambang. Dapatkah paradigma negara diubah, akui lahan yang sudah dimanfaatkan rakyat? Kasus Rempang itu gimana? Mana yang milik rakyat?" ujarnya.
Bacapres Ganjar Pranowo menghadiri agenda debat terbuka dihadapan mahasiswa dan civitas FISIP Universitas Indonesia (UI) di Gedung Serbaguna Purnomo Prawiro, Senin (18/9). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Menjawab hal ini, Ganjar mengakui dirinya sering berdebat soal agraria dengan Kementerian LHK ketika masih menjabat Gubernur Jateng.
ADVERTISEMENT
"Nggak usah di sana Bu, di tempat kami aja ada. Dan perdebatan sampaikan ke Kementerian LHK. (Dibilang) nggak bisa Pak Ganjar, itu dalam hutan dia. Saya bilang dia di hutan sejak kapan? Kalau Anda punya buku tanah kapan dia miliki, catat, sama-sama kita buktikan siapa paling berhak. (Dibilang) tapi di kawasan, gimana? Nggak sulit, di-enclave saja. Kita akui hal itu, Bu (banyak debat)," kata dia.
Ganjar mengatakan penanganan persoalan bergantung pada aktor. Ia lalu bercerita soal dirinya yang berhasil mempertahankan tanah warga di Jateng.
"Ini terjadi di Blora, di Pati. Terjadi daerah mau diredistribusi, datang dari Jakarta, saya (bilang) koordinator, siapa kamu? (Dijawab) saya tim sukses. Saya bilang, tidak untuk hari ini. (Dibilang) Pak Ganjar ganggu. Silakan laporkan, saya akan bela rakyat abis-abisan," ujar dia.
ADVERTISEMENT
"Saat itu saya kontak Menteri BUMN karena komisaris yang wakili Jateng diganti. Untuk ngecek hutan di Jawa harus ada representasi kami, dong. Untuk kami bisa bela. Ada kejadian, masyarakat tiba-tiba dipindahkan, diisi orang. Ngamuk lah saya. Nggak bisa. Tarung kita bu. Rame sekali," tambah dia.
Bacapres Ganjar Pranowo hadiri kuliah kebangsaan di FISIP UI, Depok, Senin (18/9). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
Atas usahanya itu, warga justru mendapat sertifikat kepemilikan. Sehingga menurutnya, dukungan negara kepada warga yang tinggal di suatu wilayah sejak lama, tetapi terkendala birokrasi, bisa ditangani apabila ada kemauan.
"Ini ada praktik baik, cepet dikasih sertifikat. Jadi apakah bisa paradigma negara akui kepemilikan? Sangat dapat. Ini soal political will, willingness. Aktor," kata dia.
"Tadi mungkin ibu sampaikan (persoalan tanah) niat baik aja nggak cukup. Tergantung leader, Bu, aktornya commit ga? Commit atau komat kamit? Yakinkan ini nggak mudah Bu, tapi runut dengan data, itu bantu, agar kita nggak pesimis," tandas dia.
ADVERTISEMENT