Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Dewan Perwakilan Daerah alias DPD, sejatinya ingin berperan bak senator di Amerika Serikat. Wakil-wakil dari daerah yang memperjuangkan aspirasi masyarakat dan pembangunan daerah. DPD kini dipimpin Oesman Sapta Odang yang juga Ketua Umum Hanura.
ADVERTISEMENT
Menurut pengamat hukum tata negara Universitas Andalas Feri Amsari, dari naskah komprehensif perubahan UUD 1945 hasil kerja PAH I MPR dahulu, isinya jelas membedakan DPD dan DPR. Satu mewakili daerah dan satu mewakili partai. Satu memperjuangkan aspirasi daerah sedangkan yang lain aspirasi ideologi partai.
"Sekarang DPD telah berganti menjadi fraksi partai tertentu," jelas Feri saat berbincang dengan kumparan (kumparan.com), Selasa (4/4).
Feri mencatat dari 132 anggota DPD, ada sekitar 70 orang yang merupakan anggota partai politik. Yang terbesar dari Hanura, kemudian dari Golkar, dan ada juga dari PKS, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Dalam Putusan MK no 10/PUU-IV/2008 yang dibolehkan MK itu adalah anggota partai mencalonkan jadi anggota DPD, bukan setelah jadi anggota DPD menjadi orang partai. Dan merujuk ke niatan awal pembentukan DPD, kini seolah tidak mewakili daerah tetapi mewakili partai.
"Mestinya kalau mau jadi orang partai tidak mencalonkan diri, jadi tidak mengkhianati pemilih yang memilih mereka sebagai orang independen tetapi ketika di DPD jadi orang partai," ungkap Feri.
Kini DPD sudah berasa seperti DPR. DPD isinya didominasi orang-orang partai politik. Bisa jadi, pemilu yang akan datang, DPD akan semakin penuh orang-orang partai untuk duduk di Senayan menikmati fasilitas negara.
"Jadi mestinya DPD betul-betul diformat sebagai wakil daerah bukan wakil partai," tutup dia.
ADVERTISEMENT