Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
DPR dan DPRD Terbukti Paling Banyak Korupsi
12 September 2017 16:47 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
ADVERTISEMENT
Dalam sepuluh tahun terakhir KPK mencatat sedikitnya ada 132 anggota dewan yang diduga melakukan tindak pidana korupsi sehingga KPK menetapkan mereka sebagai tersangka. Dalam infografis di atas terlihat jelas bahwa anggota DPR dan DPRD adalah pejabat pemerintah yang paling banyak menjadi tersangka korupsi.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya memiliki jumlah tersangka terbanyak dalam sepuluh tahun terakhir, tindak korupsi di lembaga yang seharusnya membela kepentingan rakyat ini pun tampak meningkat dalam lima tahun terakhir.
Semester pertama tahun ini saja, telah sepuluh orang anggota dewan yang menjadi tersangka korupsi. Angka ini bisa bertambah besar dengan adanya dugaan korupsi megaproyek e-KTP yang menyeret banyak nama anggota dewan yang biasa dipanggil dengan sebutan "Yang Terhormat".
Dalam Rapat Dengar Pendapatan yang berlangsung kemarin (11/9), Arteria Dahlan, politisi PDI Perjuangan, bahkan protes ketika KPK tak menyebut dirinya dan para koleganya dengan sebutan itu.
Hari ini (12/9) Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi III DPR dengan KPK kembali dilanjutkan. Seperti kemarin, ketegangan antara kedua lembaga itu terlihat kembali dalam RDP yang berlangsung hari ini.
ADVERTISEMENT
Sejumlah pimpinan KPK yang hadir ke Gedung DPR RI hari ini ditanya-tanyai oleh anggota Komisi III DPR soal proses pemilahan laporan yang masuk ke KPK.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan pun memaparkan bagaimana mekanisme penanganan laporan yang masuk. Namun begitu, anggota Komisi III dari Fraksi Demokrat Benny K. Harman merasa tak puas dengan jawaban Basaria dan meminta KPK menerangkan secara lebih detail siapa yang menentukan suatu laporan bisa ditindaklanjuti atau tidak.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pun akhirnya angkat suara. Ia menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan lingkup kewenangan dari tim di Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas). Menurut dia, tim tersebut akan mempelajari laporan yang masuk untuk menentukan laporan bisa ditindaklanjuti atau tidak.
ADVERTISEMENT
Namun Benny masih saja merasa tak puas. Ia menganggap penjelasan KPK tidak runut dan terus menuntut penjelasan lebih lanjut.
"Gini-gini saya kan minta jelasin fungsi Dumas itu, jangan emosi dulu, Pak. Dengar dulu, dari Dumas itu menentukan kan ada yang tipikor ada yang bukan, nah coba dijelaskan itu di situ Pak, jangan dulu emosi," ucap Benny.
Saut membalas, “Saya kan sudah jelaskan tadi, Bapak saja yang tidak mencatat.”
Seolah menimpali dan mendukung pernyataan Benny, politikus Gerindra Wenny Warouw ikut bersuara. "Dengar dulu Pak, dengar dulu, kami meminta Bapak jelaskan itu secara runut tidak usahlah emosi, karena kami anggap penjelasan Bapak tak runut karena itu kami meminta Bapak jelaskan hal itu kembali," ujar Wenny.
ADVERTISEMENT
Ketegangan antara KPK dan DPR disebut-sebut bermula ketika sejumlah anggota DPR membentuk Pansus Hak Angket KPK. Pembentukan pansus tersebut ditengarai memiliki tujuan untuk membubarkan KPK.
Dalam perjalanannya, semua pimpinan KPK selalu menolak untuk memenuhi panggilan dari Pansus Hak Angket KPK.
Satu-satunya anggota KPK yang pernah memenuhi panggilan Pansus Hak Angket KPK adalah Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK Aris Budiman pada 29 Agustus lalu. Padahal, pimpinan KPK tidak memberikan izin kepada Aris untuk memenuhi panggilan dari pansus tersebut.
Adapun terhadap panggilan Komisi III DPR, KPK memutuskan untuk memenuhinya.
Meski Komisi III DPR berbeda dengan Pansus Hak Angket KPK, RDP antara Komisi III DPR dan KPK yang berlangsung hari ini dan kemarin seperti memiliki rasa yang sama dengan Pansus Hak Angket KPK. Para pimpinan KPK seolah disudutkan oleh pertanyaan-pertanyaan anggota dewan yang hadir dalam RDP.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, anggota dewan yang hadir pun banyak yang merupakan anggota Pansus Hak Angket KPK.
Selain Juminart Girsang, Masinton Pasaribu, Risa Mariska, Bambang Soesatyo, Desmond Mahesa, Agun Gunandjar, Daeng Muhammad, Asrul Sani, Adies Kadir, Ahmad HI M. Ali, Supratman Andi Atgas, dan Taufiqulhadi yang memang merupakan anggota Komisi III, hadir pula beberapa anggota pansus yang berasal dari komisi lain.
Dalam RDP kemarin (11/9), hadir pula Mukhamad Misbakhun dan John Azis Kennedy dari Komisi XI serta Arteria Dahlan dari Komisi II yang menggantikan Syamsul Bahri, Kahar Mudzakir, dan Dwi Ria Latifa dari Komisi III.
Ketua MPR Zulkifli Hasan menilai tidak ada yang salah dalam RDP tersebut. Perdebatan yang berlangsung antara KPK dan Komisi III DPR adalah hal yang wajar karena DPR sedang menjalankan fungsi pengawasannya.
ADVERTISEMENT
"Kalau komisi III melakukan pengawasan kepada KPK itu kan haknya, silakan. Yang kita tidak setuju kalau ada agenda untuk membekukan KPK. Kalau ada untuk menggerogoti kewenangannya penyidik, kemudian penuntutan, pencegahan, tentu kita tolak.," ujarnya, Selasa (12/9).