DPR Diminta Stop Bahas RUU TNI, Polri dan Kejaksaan

9 Februari 2025 16:02 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna ke-12 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2025). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna ke-12 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/2/2025). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari PBHI, Imparsial, Elsam, HRWG, Walhi, Centra Initiative, Koalisi Perempuan Indonesia, Setara Institute dan BEM SI Kerakyatan, menyoroti isu Revisi Undang-undang TNI, Polri dan Kejaksaan.
ADVERTISEMENT
Menurut mereka, RUU ini malah memperkuat wewenang lembaga aparat penegak hukum yang saat ini tidak diperlukan.
"Alih-alih melakukan pembenahan dengan memperkuat pengawasan, lembaga-lembaga tersebut di atas justru terlihat tengah berlomba-lomba untuk menambah kewenangannya," kata Ketua PBHI Julius Ibrani dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (9/2).
Koalisi Masyarakat Sipil membeberkan beberapa kasus lembaga penegakan hukum yang menjadi sorotan.
Suasana pelantikan Rudi Margono menjadi Jamwas Kejagung dan Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjadi Kabadiklat Kejaksaan RI. Foto: Dok Kejagung RI
Mulai dari aksi korupsi Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang menerima suap Rp 8,1 miliar dari buronan kasus korupsi Bank Bali, Djoko Tjandra.
Aksi korupsi pada jabatan sipil seperti kasus yang menyeret mantan Kepala Badan SAR Nasional (Kabasarnas) Marsdya Henri Alfiandi hingga pemerasan warga negara Malaysia konser DWP di JIExpo Kemayoran yang dilakukan oknum kepolisian beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, Koalisi Masyarakat Sipil khawatir apabila ketiga RUU itu disahkan, hanya akan menambah daftar panjang penyalahgunaan wewenang.
“Situasi-situasi sebagaimana disebutkan di atas, tentu seharusnya menjadi perhatian DPR dan para pengambil kebijakan. Kami mendesak pada DPR dan pemerintah untuk menghentikan dan menolak pembahasan RUU Polri, RUU Kejaksaan dan RUU TNI,” katanya.
Audiensi Koalisi Masyarakat Sipil dengan KPU, Jumat (23/8/2024). Foto: X/@titianggraini

Perkuat Independensi Kompolnas, Komjak hingga KPK

Koalisi Masyarakat Sipil menjelaskan, sebenarnya yang dibutuhkan saat ini adalah membangun akuntabilitas dan transparansi dengan cara memperkuat lembaga independen seperti Kompolnas, Komisi Kejaksaan, Komisi Yudisial, Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPK, dan sebagainya.
“Reformasi penegakan hukum tidak dapat dilakukan dengan menambah kewenangan, tetapi dengan membangun akuntabilitas dengan memperkuat lembaga pengawas independen,” katanya.
Koalisi Masyarakat Sipil mendorong DPR dan pemerintah mengevaluasi sistem pengawasan internal bagi masing-masing lembaga penegak hukum.
ADVERTISEMENT
Mereka menilai pengawasan lembaga penegak hukum ini dinilai masih kurang karena masih banyaknya praktik impunitas atas nama solidaritas kebersamaan atau esprit de corps lembaga masing-masing.
“Pengawasan internal yang lemah tentunya cenderung melonggarkan praktik jahat atau pelanggaran dilakukan oleh masing-masing oknum anggota penegak hukum,” tuturnya.
Wakil Ketua Komisi III DPR dari NasDem Ahmad Sahroni. Foto: Fadlan/kumparan

Belum Ada Rencana Komisi III Bahas RUU Polri

Sementara dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menegaskan belum ada rencana mereka untuk membahas revisi UU Polri.
"Masih belum," kata Sahroni.

Komisi I Sebut Pembahasan RUU TNI Tertunda

Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto mengatakan, RUU TNI-Polri sempat masuk Prolegnas 2019-2024. Namun, pembahasan kedua RUU ini tertunda.
Politikus PDIP ini menyebut, pemicu pembahasan RUU TNI dan Polri tertunda karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi pada 21 Agustus 2024. Putusan itu terkait MK yang menyederhanakan aturan pencalonan parpol untuk mengusung calon kepala daerah.
ADVERTISEMENT
"Ini bergulir belum berhasil kemarin pada periode terakhir. Sesungguhnya juga sudah ada, hanya memang setelah putusan MK 21 Agustus 2024 kemarin yang hingar bingar itu, DPR dikepung, UU TNI termasuk Polri berhenti bergerak," kata Utut.