DPR-Pemerintah Sepakat Ketua dan Anggota Dewan Aglomerasi DKJ Ditunjuk Presiden

14 Maret 2024 16:02 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas mengetok palu saat rapat kerja mengenai kelanjutan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) bersama pemerintah dan DPD di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/3/2024). Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas mengetok palu saat rapat kerja mengenai kelanjutan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) bersama pemerintah dan DPD di kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/3/2024). Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Baleg DPR bersama pemerintah menyepakati agar ketua dan anggota Dewan Kawasan Aglomerasi DKJ ditunjuk oleh presiden. Hal ini diungkapkan Ketua Baleg Supratman Andi Agtas.
ADVERTISEMENT
"Ketua dan anggota Dewan Kawasan ditunjuk oleh Presiden Republik Indonesia. Oke? Kemudian ketentuan lebih lanjut mengenai ketentuan itu diatur dalam Peraturan Presiden. Jadi ditunjuk lewat Keputusan Presiden," kata Supratman di ruang sidang di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (14/3).
Dengan demikian, lanjut Supratman, presiden nantinya bebas menunjuk siapa saja menjadi ketua Dewan Kawasan Aglomerasi. Bisa wakil presiden seperti di draf awal RUU DKJ, atau bisa tokoh yang lain.
"Jadi artinya dia mau kasih ke wapresnya, mau kasih ke siapa, kita problem ketatanegaraan kita menjadi selesai," ujarnya sambil mengetok palu tanda kesepakatan.
Anggota Komisi III DPRI RI Taufik Basari. Foto: Dok. Mahkamah Konstitusi
Sebelum sampai pada kesepakatan, anggota Baleg DPR Fraksi NasDem, Taufik Basari (Tobas) menyebut ketentuan wapres memimpin Daerah Khusus Jakarta (DKJ) dalam RUU DKJ bertentangan dengan konstitusi negara yang menganut sistem presidential. Pria yang disapa Tobas itu menuturkan jika dalam sistem presidential, seharusnya presiden yang memiliki kewenangan atributif.
ADVERTISEMENT
"Problemnya ketika rumusannya kemudian adalah UU ini memberikan kewenangan kepada wapres, maka di dalam hukum administrasi negara itu, kan, kewenangan atributif, kewenangan yang diberikan oleh UU atau aturan perundang-undangan artinya tidak sesuai dengan apa yang dimaksud dengan sistem presidential menurut konstitusi," kata Tobas.
"Kewenangan itu bisa saja diberikan kepada wapres atau wagub misalnya kalau dalam konteks provinsi atau wakil bupati dalam konteks kabupaten. Dalam posisi seperti itu jika dia kewenangannya itu bukan atributif," lanjut Tobas.
Dia berpandangan sebaiknya tanggung jawab pemerintahan di DKJ tetap kepada presiden. Namun, kata Tobas, presiden bisa memberikan mandat kepada pihak lain seperti wapres untuk menjalankan tugas.
"Apabila kemudian Dewan Kawasan Aglomerasi ini dianggap terlalu berat apabila semua ditujukan presiden, tapi itu bisa dilaksanakan pihak lain tetap tanggung jawab tetap ada di presiden secara atributif," ucap anggota Komisi II DPR itu.
ADVERTISEMENT
Karena itu, dalam pembahasan DIM RUU DKJ, sebaiknya dibahas diksi yang tepat untuk kepemimpinan di DKJ agar sesuai dengan aturan konstitusi.
"Tetapi kita coba mendiskusikan membuka ruang bagi presiden untuk mendelegasikan kewenangan ini atau memberikan mandat kewenangan ini kepada pihak-pihak tertentu terserah itu siapa, mau Menko atau wapres tapi bentuknya bukan atributif menurut UU supaya kita tidak melanggar konstitusi," kata Tobas.
Ketua DPP NasDem itu menuturkan, pemberian mandat presiden kepada wapres dapat diberikan melalui Keputusan Presiden (Keppres).
"Tinggal pilih dua apakah delegasi atau mandat karena itu rumusannya harus kita bunyikan misalnya Dewan Aglomerasi dipimpin presiden dan dapat didelegasikan misalnya atau dapat diberikan mandat dengan Keppres atau apa pun tapi bentuknya bukan atributif," tandas Tobas.
ADVERTISEMENT