DPR Sahkan Revisi UU Kejaksaan

7 Desember 2021 13:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapat paripurna ke-10 masa sidang II tahun sidang 2021-2022. Foto: Annisa Thahira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rapat paripurna ke-10 masa sidang II tahun sidang 2021-2022. Foto: Annisa Thahira/kumparan
ADVERTISEMENT
Rapat Paripurna DPR RI ke-10 yang digelar pada Selasa (7/12) menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menjadi Undang-Undang.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Adies Kadir, menyampaikan berbagai subtansi pembahasan yang sudah disetujui dalam RUU ini.
Pertama, terkait perubahan usia jaksa menjadi paling rendah 23 tahun dan paling tinggi 30 tahun. Begitu pula dengan pemberhentian jaksa dengan hormat diubah menjadi 60 tahun.
"Perubahan usia menjadi jaksa di umur paling rendah 23 tahun dan paling tinggi 30 tahun. Selain itu Panja menyepakati pemberhentian jaksa dengan hormat diubah yang semula 62 tahun menjadi 60 tahun," ujar Adies di saat Rapat Paripurna DPR RI di Senayan, Jakarta, Selasa (7/12).
RUU Kejaksaan juga memuat pembahasan mengenai lembaga pendidikan khusus kejaksaan dan penugasan jaksa pada instansi lain.
"Pembentukan lembaga pendidikan khusus kejaksaan yang berfungsi sebagai sarana pengembangan pendidikan, profesi, keahlian, dan kedinasan," sebutnya.
ADVERTISEMENT
"Penugasan jaksa selain di kejaksaan merupakan pengalaman yang bermanfaat untuk menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan wawasan baru. Untuk mempermudah penugasan tersebut, revisi UU Kejaksaan mengakomodasi ketentuan tersebut," lanjut dia.
Adies menyampaikan bahwa perlindungan jaksa dan keluarganya juga masuk ke dalam pembahasan RUU ini. Begitu pula dengan perluasan kedudukan Jaksa Agung sebagai pengacara negara dan kuasa hukum penanganan perkara di MK.
"Empat, perlindungan jaksa dan keluarga. Jaksa dan keluarga dianggap sebagai objek yang rentan mengalami ancaman dalam pelaksanaan tugas jaksa," ujar politikus Golkar tersebut.
"Terdapat perluasan atas kedudukan Jaksa Agung dalam sistem hukum di Indonesia, yaitu kedudukan Jaksa Agung sebagai pengacara negara baik di dalam maupun di luar pengadilan, dan perluasan kedudukan Jaksa Agung sebagai kuasa hukum yang melakukan penanganan perkara di MK," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Hal lainnya terkait ketentuan pemberhentian Jaksa Agung yang diatur bersama-sama dengan berakhirnya jabatan presiden.
"Jaksa Agung diberhentikan sesuai dengan berakhirnya masa jabatan Presiden Republik Indonesia dalam satu periode bersama-sama masa jabatan anggota kabinet," sebutnya.
Tugas dan wewenang jaksa juga mengalami perubahan dalam RUU Kejaksaan, terutama perannya dalam bidang intelijen negara. Hal tersebut berguna untuk meningkatkan fungsi kejaksaan agar lebih profesional.
"Penambahan kewenangan pemulihan aset, kewenangan bidang intelijen, penegakan hukum yang pengaturannya tetap menyesuaikan dengan UU yang mengatur tentang intelijen negara," jelas Adies.
"Penyempurnaan kewenangan Jaksa Agung merupakan penyesuaian dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi kejaksaan yang lebih profesional untuk menjamin peran Kejaksaan Republik Indonesia menjalankan kekuasaan negara dalam bidang penuntutan," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Menkumham Yasonna H Laoly yang hadir dalam rapat tersebut mengungkapkan RUU Kejaksaan yang telah disahkan ini menjadi hal penting dalam upaya penegakan hukum, terutama yang dijalankan Kejaksaan.
"Untuk mewujudkan negara hukum sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945, penegakan hukum dan keadilan merupakan elemen yang vital dan sangat dibutuhkan termasuk penuntutan terhadap pelanggar hukum peraturan perundangan-undangan," kata Yasonna.
"Kejaksaan sebagai lembaga pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak mana pun dalam penegakan hukum untuk menjamin pemenuhan hak-hak dan kepastian hukum yang adil bagi warga negara," tandas dia.