dr Carina Joe Bicara Kasus Pembekuan Darah Vaksin AstraZeneca: Sangat Jarang

31 Juli 2021 19:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Vaksin COVID-19 Astrazeneca. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Vaksin COVID-19 Astrazeneca. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Penelitian teranyar perusahaan AstraZeneca menunjukkan adanya risiko tambahan kecil pembekuan darah usai vaksinasi dosis pertama. Sementara, tidak ada risiko tambahan usai dosis kedua.
ADVERTISEMENT
Studi yang dipublikasikan di Jurnal Kesehatan The Lancet pada Rabu (28/7) menunjukkan, estimasi tingkat kejadian Sindrom Trombosis dengan Trombositopenia (TTS) usai penyuntikan dosis pertama dengan vaksin AstraZeneca adalah 8,1 per 1 juta penerima vaksin.
Sementara usai penyuntikan dosis kedua, tingkat kejadian TTS berada di angka 2,3 per 1 juta penerima. Angka itu sebanding dengan yang dimiliki orang yang tidak divaksinasi, sebagaimana dikutip dari Reuters.
Hal tersebut berarti tidak ada peningkatan risiko pembekuan darah langka usai vaksinasi dengan dosis kedua.
Terkait hal tersebut salah satu ilmuwan Indonesia yang ikut mengembangkan vaksin AstraZeneca di Oxford, dr Carina Joe, buka suara. Sebab, adanya kasus pembekuan darah tak sedikit membuat masyarakat menjadi was-was akan efek samping dari vaksin.
ADVERTISEMENT
Apa kata dr Carina?
"Itu kasusnya sangat jarang. Tidak melihat adanya kasus ini pas kita uji klinis kan, kita punya puluhan ribu pasien tidak ada (pembekuan darah), dan risikonya sangat jarang dari 1 di antara 1 juta orang kalau tidak salah," kata dr Carina saat berbincang dengan Duta Besar Indonesia untuk Inggris, Desra Percaya, di Instagram, dikutip kumparan, Sabtu (31/7).
Carina merupakan wanita Indonesia yang memimpin riset pengembangan vaksin AstraZeneca skala besar di Jenner Institute, Universitas Oxford. Dia adalah peneliti postdoctoral yang tergabung di Nuffield Department of Clinical Medicine.
Carina mengatakan, adanya temuan tersebut muncul di awal-awal pengenalan vaksin AstraZeneca.
"Itu terkenal karena vaksin ini masih baru dan waktu awal-awal kita belum tahu siapa yang berisiko kena blood clot ini. Sekarang isunya sudah enggak ada lagi karena kita tahu pasien-pasien yang tidak dapat AstraZeneca atau yang bisa terima AstraZeneca, atau gejala pembekuan darah ini cara tanggulangi agar tidak fatal seperti dulu," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Peneliti perempuan asal Indonesia itu mengatakan, efek samping selalu memang ada dalam vaksin atau obat. Terkait pembekuan darah ini, ia mengatakan efeknya juga ditemukan dalam obat yang kerap digunakan sehari-hari.
"Saya bilang semua vaksin akan ada efek sampingnya tidak semua vaksin cocok untuk semua orang dan kita harus menimbang risikonya, risiko kena COVID atau pembekuan darah ini lebih tinggi mana," kata dia.
"Kalau pembekuan darah ini pracetamol juga ada efek sampingnya pembekuan darah jadi tetep aja dia pikir obat umum, ini karena obat (vaksin AstraZeneca) baru jadi heboh ya," sambungnya.
Dia juga menegaskan, vaksin AstraZeneca ini sudah digunakan sebanyak 700 juta dosis di 178 negara. Efek samping yang timbul pun rendah. Hal ini membuktikan bahwa vaksin AstraZeneca aman dan efektif.
dr. Carina Joe. Foto: Instagram/desrapercaya
Saran untuk Mereka yang Khawatir
ADVERTISEMENT
Carina memahami apabila ada masyarakat yang khawatir sebelum disuntik vaksin. Sebab, selain ada efek samping, meski kecil, ada juga kekhawatiran karena vaksin ini dibuat dalam waktu singkat.
"Sebenarnya saya mengerti sih perasaan masyarakat manusiawi sekali karena vaksin dibuat cepat 1,5 tahun sudah jadi. Tapi yang vaksin-vaksin sebelumnya butuh waktu 10 tahun untuk approve," kata dia.
Ia pun menjelaskan, singkatnya uji klinis bukan berarti perusahaan mengambil jalan pintas dalam memproduksi vaksin. Semua prosesnya, kata dia, sudah sesuai dengan aturan yang berlaku dan dilakukan tahap demi tahap.
"Ini karena emergency, darurat jadi semua resource yang ada kita kerahkan ke vaksin ini karena ini dibutuhkan supaya pandemi cepat berakhir. Saya mengerti masyarakat takut, tapi harus edukasi sendiri, apakah vaksin ini berguna untuk saya, ya berguna," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Karena badan kesehatan sudah bilang, risiko kena COVID lebih besar daripada kalau kami tidak pake vaksin ini, apakah risiko untuk masuk RS risiko berat itu lebih besar dari rasa ketakutan kita sendiri?" kata dia.
Sebab, kata Carina, akan telat apabila orang yang sudah berada di RS karena corona menginginkan vaksin. Vaksin ini, digunakan untuk mencegah, bukan mengobati.
"Orang yang di RS dia sakit parah baru minta vaksin, sebenarnya sudah tidak berguna, karena vaksin ini mencegah bukan mengobati. Saya saran ke masyarakat luas kalau ada akses vaksin dipakai, karena sudah terbukti efektifitasnya untuk lindungi kamu keluarga kamu dan orang sekitarnya. Kita mau pandemi ini cepat berakhir karena kita mau aktivitas normal," ujar dia.
ADVERTISEMENT