news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

dr Reisa Jelaskan Tiga Alasan Kenapa Tetap Perlu Rapid Test Corona

20 Juni 2020 16:51 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas kesehatan mengambil sampel darah saat rapid test COVID-19 di Itenas, Jawa Barat, Kamis (18/6). Foto: M Agung Rajasa/ ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas kesehatan mengambil sampel darah saat rapid test COVID-19 di Itenas, Jawa Barat, Kamis (18/6). Foto: M Agung Rajasa/ ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Masyarakat tahu, saat ini ada dua pemeriksaan untuk memastikan seseorang positif virus corona atau mengidap COVID-19. Pertama, rapid test atau tes cepat dan kedua swab test secara PCR.
ADVERTISEMENT
Namun dari kedua tes tersebut, hanya hasil dari PCR yang bisa menyatakan seseorang benar-benar positif virus corona. Lantas kenapa masih perlu adanya rapid test? Padahal, saat ini sudah lebih dari 200 laboratorium di Indonesia digunakan untuk pemeriksaan virus corona secara PCR.
Anggota tim komunikasi publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, dr Reisa Broto Asmoro, menjelaskan ada tiga alasan kenapa rapid test masih perlu dilakukan.
Reisa Broto Asmoro. Foto: BNPB
Alasan pertama, kata dr Reisa, karena mesin PCR pada laboratorium itu masih kurang, sehingga tak semua masyarakat Indonesia bisa menjalani swab test secara PCR. Terlebih kondisi demografi Indonesia yang sangat banyak, sehingga membutuhkan SDM yang sangat banyak pula bila melaksanakan tes PCR.
“Kenapa rapid test? meski sudah banyak mesin PCR tetapi terbatas. Tak direkomendasikan seluruh penduduk diuji swab dengan PCR,” kata dr Reisa saat konferensi pers update penanganan virus corona secara live streaming di YouTube BNPB, Sabtu (20/6).
ADVERTISEMENT
“Populasi 227 juta orang dan tersebar di belasan ribu pulau. (Wilayah) Indonesia besar sehingga kita harus cermat menggunakan SDM,” imbuhnya.
Petugas medis mengambil sampel darah warga saat rapid test massal di Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/6). Foto: BIN
Kedua adalah untuk mengetahui seberapa banyak masyarakat yang berpotensi tertular virus corona. Dengan kata lain, rapid test bisa disebut sebagai alat untuk mendiagnosa awal dan menelusuri penularan. Baru kemudian, mereka yang positif hasil rapid test akan menjalani swab test secara PCR.
“Kedua, prevalensi seberapa banyak orang yang kena COVID-19,” jelas Puteri Indonesia Lingkungan 2010 itu.
Sementara alasan ketiga adanya rapid test, kata dr Reisa, untuk menekan biaya kesehatan setiap uji spesimen virus corona melalui PCR. Sehingga, pemeriksaan secara PCR lebih dikhususkan untuk mereka yang dinyatakan reaktif atau positif virus corona dari hasil rapid test.
ADVERTISEMENT
“Ketiga, menekan biaya sistem kesehatan. Hasil rapid test yang kemudian dilanjutkan ke tes PCR,” terangnya.
Santri Pondok Pesantren Gontor asal Kalbar menjalani rapid test di aula Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar di Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (17/6). Foto: Jessica Helena Wuysang/ANTARA FOTO
Meski demikian, menurut dr Reisa, tak semua masyarakat wajib menjalani rapid test.
“Pada prinsipnya rapid test ditujukan kepada orang yang pernah kontak erat dengan pasien positif. Rapid test tetap dilakukan yang berisiko tinggi, pelacakan yang berkontak dengan yang positif, atau disebut tracing,” pungkas dr Reisa.
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona
———————————————
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.