dr Tirta: Angka Kematian Corona Dihapus, dari Mana Tahu Vaksin Efektif?

10 Agustus 2021 19:23 WIB
·
waktu baca 1 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas memakai alat pelindung diri (APD) mengangkut jenazah COVID-19 untuk dimakamkan di Bogor, Jawa Barat.  Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Petugas memakai alat pelindung diri (APD) mengangkut jenazah COVID-19 untuk dimakamkan di Bogor, Jawa Barat. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
ADVERTISEMENT
Keputusan Koordinator PPKM Level Jawa-Bali, Luhut B Pandjaitan, menghapus angka kematian dari indikator penanganan pandemi corona menuai polemik. Kritik salah satunya datang dari dr Tirta Mandira Hudhi.
ADVERTISEMENT
dr Tirta tak setuju angka kematian dihapus dari indikator penanganan pandemi corona di Indonesia. Sebab angka kematian justru sangat berguna untuk menentukan efektivitas vaksin yang sudah disuntikkan ke masyarakat.
“Ya enggak setuju. Angka kematian itu penting, karena melihat tingkat keparahan dan efektivitas vaksin,” kata dr Tirta kepada kumparan, Selasa (10/8).
“Kalau dihapus, ya, dari mana kita tahu vaksin efektif?” imbuh dia.
dr. Tirta memegang kertas bertuliskan 'Indonesia??? Terserah!!!'. Foto: Instagram/dr Tirta
Selain dr Tirta, keputusan Luhut juga mendapat kritik dari Ahli Wabah UI Pandu Riono. Menurutnya, apabila indikator tak menunjukkan hasil yang diinginkan, harus ada perbaikan data, bukan indikatornya yang dihilangkan.
“Kita tuh bikin indikator tapi enggak konsisten menerapkan indikator. Kalau enggak bisa merealisasikan kejadian yang diindikasikan jangan dihapus indikatornya. Datanya yang diperbaiki,” kata Pandu dihubungi secara terpisah.
ADVERTISEMENT
"Kan kita mau mengendalikan pandemi. Kalau ada indikator kematian ya dipakai. Semua di dunia pakai indikator kematian," imbuhnya.
Petugas pemakaman beristirahat usai memakamkan sejumlah jenazah dengan protokol COVID-19 di TPU Rorotan, Cilincing, Jakarta. Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Pandu tak habis pikir dengan kebijakan penghapusan angka kematian dari indikator penanganan corona di Indonesia. Padahal kata dia, indikator ini disusun karena proses yang bertujuan untuk menginterpretasikan perkembangan pandemi.
“Ngaco. Semua indikator itu dikembangkan melalui suatu proses. Kalau tidak bisa diinterpretasikan, bukan berarti dihapus,” terang dia.