Drone Emprit: Tren Isu Kecurangan Tinggi di Medsos, Cawe-cawe Presiden-Bansos

24 Februari 2024 13:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi Jaga Pemilu terkait dugaan kecurangan di Pemilu 2024, Sabtu (24/2/2024). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi Jaga Pemilu terkait dugaan kecurangan di Pemilu 2024, Sabtu (24/2/2024). Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
ADVERTISEMENT
Founder sistem analisis data Drone Emprit, Ismail Fahmi, mengatakan hingga saat ini tren pembahasan isu dugaan kecurangan Pemilu 2024 masih ramai di media sosial. Menurutnya, berdasarkan analisis di media sosial X dan media online, 75 persen netizen membahas dugaan kecurangan ini dengan presepsi negatif.
ADVERTISEMENT
"Mayoritas negatif 75 persen karena dugaan tadi. [Meski ada] 17 persen positif, ada yang tampilkan [opini] kecurangan tidak hanya salah satu paslon, tapi semua. Ini jadi termasuk [sentimen] positif. Dan ada yang tantang publik buktikan kecurangan di MK, [misalnya] Prof Jimly," kata Fahmi yang hadir virtual dalam konferensi pers 'Jaga Pemilu, Jaga Suara 2024, Kecurangan Pemilu dan Omong-Omong Media' di Gedung Permata Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (24/2).
"Ada persepsi masyarakat terkait integritas pemilu, ada keraguan masyarakat. Ada pemberitaan kecurangan, ketidakpuasan pemilu, ini tunjukkan ketidakpercayaan publik. Ada isu Sirekap, kegagalan pengelolaan suara, tambah skeptisme pemilu," imbuh dia.
Fahmi menjelaskan, bahasan isu dugaan kecurangan sudah ramai di medsos sejak seminggu sebelum hari pencoblosan, yakni 14 Februari. Namun, tren pembahasan mencapai puncaknya pada hari H pencoblosan.
ADVERTISEMENT
Film yang membahas berbagai dugaan kecurangan pemilu yang sistematis, Dirty Vote, disebut banyak berperan dalam percakapan netizen.
Fahmi lalu menyimpulkan bahwa ramainya pembahasan isu kecurangan di medsos bukan hanya dilakukan oleh buzzer. Sebab, isu kecurangan yang sama juga dibahas di media online, yang dinilainya dibuat berdasarkan analisis dan mendalam.
"Artinya, isu kecurangan cukup penting dan warnai pemilu. Sebelum pencoblosan 7-13 Februari, banyak terkait Dirty Vote. Pascapencoblosan, banyak orang lihat Dirty Vote seolah terkonfirmasi. Dan rencana bawa isu kecurangan jadi hak angket DPR [muncul]," kata dia.
"Kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif, ini banyak dibicarakan di medsos. Cawe-cawe presiden, dugaan kecurangan di LN, dan timnas 01 kayaknya banyak laporkan ada kecurangan dan intimidasi dan potensi manipulasi survei, ini pandangan netizen. Ada bansos banyak juga dibicarakan, kenaikan gaji TNI/Polri dianggap kecurangan, pelanggaran MK, aparatur desa, pelanggaran etika KPU, dan Sirekap warnai pembicaraan," papar dia.
ADVERTISEMENT
Fahmi melanjutkan, sebetulnya KPU dan Bawaslu sudah banyak angkat bicara menanggapi berbagai isu kecurangan. Tetapi ia menilai, perlu ada komitmen dan pembuktian yang lebih transparan dari KPU agar dipercaya publik.
"Sejak pencoblosan 14 Februari sampai sekarang, tren kecurangan pemilu masih tinggi. Ini perlihatkan perhatian publik dan isu kecurangan warnai pemilu. Dibagi sebelum dan pasca pencoblosan. Sebelum sistematis, intervensi politik, dan penyalahgunaan wewenang," kata Fahmi.
"Kecurangan saat dan pasca, ini dibahas di medsos, adanya dugaan kecurangan dari sistem Sirekap. Ini jadi masukan KPU- Bawaslu untuk audit forensik agar tunjukkan tidak seperti diduga, dan [klarifikasi] adanya dugaan surat suara tercoblos, dan lain-lain," tandas dia.

Okky Madasari: Kecurangan Tetap Kecurangan Siapa Pun yang Menang

ADVERTISEMENT
Pendiri OM Institute, Okky Madasari, mengingatkan publik bahwa dugaan kecurangan pemilu memang harus terus dikawal. Jika dilupakan, maka kecurangan akan ke depannya akan dianggap normal.
"Kemenangan paslon 02 atau siapa pun yang menang dalam pemilu berdasarkan real count nanti tidak menghapuskan kecurangan yang terjadi. Kecurangan tetap kecurangan siapa pun yang menang," kata Okky yang hadir langsung.
"Jadi ketika kita menjumpai bahwa misalnya mayoritas masyarakat ternyata tidak menganggap itu curang, atau mayoritas masyarakat memilih yang dianggap curang itu, bukan berarti kemudian kecurangan, kejanggalan, kesalahan, pelanggaran, itu terhapus begitu saja dan tidak selayaknya kita bicarakan," tambah dia.
Okky menilai, upaya memerangi kecurangan seperti hak angket hingga demonstrasi bisa menjadi solusi jangka pendek untuk menghadapi kecurangan. Sementara jangka panjangnya yakni komitmen bersama untuk meningkatkan pendidikan politik masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Sistematis yang dilakukan oleh pemerintah ini, mulai Pak Jokowi mulai dari bagaimana upaya menganulir sebuah UU, melakukan langkah yang legal secara hukum tapi salah secara etika dan sebenarnya juga dipertanyakan legitimasinya, bisa jadi akan diulang kalau kita membiarkan hal ini. Presiden, wapres, akan dilantik seperti seolah-olah tidak ada apa-apa," kata Okky.
"Kita bulat mendukung bahwa hak angket dan hak interpelasi memang harus dilaksanakan oleh DPR. Justru kalau itu tidak diambil maka kita perlu mempertanyakan fungsi DPR sebagai lembaga yang seharusnya punya hak untuk melakukan itu," tandas dia.