Lipsus Dua Babak Brigadir Yosua- COVER

Dua Babak Kehidupan Brigadir Yosua (1)

31 Oktober 2022 13:08 WIB
·
waktu baca 15 menit
comment
11
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ricky Rizal Wibowo sudah bertugas menjadi aide de camp alias ajudan merangkap sopir Ferdy Sambo sejak atasannya itu menjabat sebagai Kapolres Brebes tahun 2013. Masa tugas Ricky seharusnya berakhir pada 2015, saat Ferdy dimutasi menjadi Wadirreskrimum Polda Metro Jaya.
Namun, istri Sambo, Putri Candrawathi, menawari Ricky untuk kembali ikut mengawal Sambo pada 2018. Tawaran itu semula ditolak Ricky lantaran ia masih punya anak balita. Akan tetapi, tiga tahun kemudian, awal 2021, Putri menawari Ricky menjadi ajudan lagi.
Kali itu, Ricky bersedia. Atas persetujuan istrinya, pria kelahiran Banyumas, Oktober 1987 itu berangkat ke Jakarta dan menjadi ajudan Sambo lagi mulai Februari 2021.
Ricky menjadi sopir Sambo yang kala itu telah menyandang jabatan Kadiv Propam Polri. Sebulan berlalu, Ricky dipercaya menjadi Kepala Rumah Tangga (karumga) di kediaman keluarga Sambo. Ia bertanggung jawab mengelola urusan rumah tangga, termasuk menyiapkan kebutuhan bulanan di rumah dan menyiapkan keperluan jika ada acara di rumah Sambo.
Tugas Ricky sebagai karumga berlangsung hingga Mei 2021. Kala itu, anak kedua Sambo diterima bersekolah di Taruna Nusantara Magelang, Jawa Tengah. Ricky kemudian diminta fokus mendampingi putra Sambo tersebut di Magelang. Sejak itu pula tugas Ricky sebagai karumga di Jakarta diserahkan kepada Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua, Ricky Rizal, usai jalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (20/10/2022). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Awal 2022, Yosua ditunjuk sebagai ajudan melekat pada istri Sambo, Putri. Saat itu kepercayaan diri Yosua tumbuh cepat. Rekan-rekannya melihat Yosua paling mengerti soal urusan Putri Candrawathi, termasuk hal-hal yang disukai Putri. Yosua juga dianggap paling dekat dengan Putri dibandingkan ajudan lain.
Penunjukan Yosua sebagai karumga dan ajudan melekat Putri menjadi babak baru kehidupannya, sekaligus babak yang paling tragis. Yosua berakhir ditembak di rumah dinas Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022.
Sambo, Putri, dua orang ajudan (Ricky Rizal Wibowo dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu), serta seorang sopir (Kuat Ma’ruf) menjadi terdakwa dan dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Dua Babak Brigadir Yosua. Foto: kumparan

Dua Wajah Yosua

Yosua tentu tak bisa membela diri atau menjelaskan alasan mengapa ia sampai ditembak mati. Namun, muncul dua argumen terkait hal itu.
Pertama, menurut pengacara keluarga Yosua, Kamaruddin Simanjuntak, Yosua ditembak karena diduga memberi informasi ke Putri mengenai wanita simpanan Ferdy. Informasi ini disebut membuat Putri dan Sambo cekcok hingga berujung penembakan Yosua.
Kedua, Putri Candrawathi menyebut Yosua melecehkannya secara seksual pada 7 Juli 2022 di Magelang, meski sebelumnya Putri berbohong dengan melaporkan pelecehan seksual itu terjadi pada 8 Juli—di hari pembunuhan Yosua—di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga.
Pengacara Putri, Febri Diansyah, mengeklaim ada empat bukti pelecehan terhadap kliennya. Dua bukti di antaranya merupakan hasil pemeriksaan psikologi forensik 056/E/HPPF/APSIFOR/IX/2022 tertanggal 6 September 2022 dan BAP pemeriksaan ahli psikologi forensik tertanggal 9 September 2022.
Hasil pemeriksaan itu menyatakan ada informasi konsisten dari Putri dan Sambo bahwa telah terjadi pelecehan seksual terhadap Putri. Informasi yang disampaikan Putri itu dinyatakan sesuai dengan indikator keterangan yang kredibel.
Febri tak mengungkap detail hasil pemeriksaan psikologi forensik tersebut. Meski demikian, kumparan mendapatkan dokumen hasil pemeriksaan itu dari sumber di lingkaran kasus kematian Brigadir Yosua.
Laporan hasil pemeriksaan psikologi forensik di kasus pembunuhan Brigadir Yosua. Foto: Dok. Istimewa
Pada dokumen tersebut, pemeriksaan psikologi forensik dilakukan tim Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia. Ketua Umum Apsifor Reni Kusumowardhani langsung terjun sebagai ketua tim pemeriksa.
Hasil pemeriksaan membeberkan profil 5 tersangka (kini terdakwa) dan korban terkait pembunuhan Yosua. Profil ini didapat dari cerita 24 orang, termasuk tersangka, saksi, dan informan yang bersinggungan dengan kasus ini, baik secara langsung maupun tidak. Pemeriksaan dilakukan mulai 25 Juli sampai 24 Agustus 2022.
Berdasarkan cerita mereka, Yosua muncul dengan dua wajah dan perilaku berbeda di hadapan kolega dan kerabatnya. Sebagian keterangan tentang Yosua selaras, sedangkan sebagian lainnya bertentangan secara diametral.
Foto alm. Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Foto: kumparan

Ramah dan Menyenangkan di Jambi

Yosua digambarkan sebagai pribadi yang baik, ramah, dan menyenangkan di kalangan keluarga, teman masa kecil, serta rekan kerja selama bertugas di Mako Brimob Polda Jambi. Yosua juga dikesankan sebagai pribadi yang humoris dan suka bercanda.
Tak hanya itu, Yosua pun dipotret sebagai pribadi yang religius dan dekat dengan gereja. Hal ini diceritakan oleh setidaknya oleh 4 orang di sekitar Yosua, yakni teman masa kecil Yosua (Rickardo Dapot Tua), saudara kandung Yosua (Mahareza Rizky dan Yuni Hutabarat), serta rekan Yosua di Polda Jambi (Stevanus Jumpa Lingga).
Kakak kandung Yosua, Yuni Hutabarat, bercerita tentang pengalamannya ketika tertimpa musibah bersama Yosua. Kala itu, kendaraan yang mereka tumpangi rusak saat berangkat ke gereja. Namun, keduanya tetap melanjutkan perjalanan meski harus berjalan kaki sejauh 3 kilometer. Sampai-sampai, saat tiba di gereja, peribadatan telah rampung.
“Karena semangat mereka, Yuni dan Yosua mendapat hadiah dari pendeta,” tulis laporan pemeriksaan psikologi forensik terhadap Yuni.
Ibu almarhum Brigadir Polisi Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Rosti Simanjuntak (kedua kanan) didampingi kerabat mendatangi makam anaknya sebelum pembongkaran di Sungai Bahar, Muarojambi, Jambi, Rabu (27/7/2022). Foto: Wahdi Septiawan/Antara Foto
Kebanyakan rekan, kawan, dan keluarga Yosua di Jambi menggambarkan Yosua sebagai sosok yang jarang mengumbar emosi. Setidaknya 9 dari 11 orang yang mengenalnya di Jambi, termasuk kekasihnya, menyebut bahwa ekspresi kesedihan dan kekecewaan Yosua tak tampak dari luar. Tak ada pula keluhan atau kesulitan yang terlontar dari bibir Yosua.
Senior Yosua di Polda Jambi, Hariyanto, bahkan menganggap Yosua sebagai “orang yang tak pernah punya masalah karena terlihat senang hampir setiap bertemu” dengannya.
Selama di Jambi, Yosua juga jarang marah dan pandai mengelola emosi. Hal ini misalnya diceritakan Islahul Umam, salah seorang rekannya di Mako Brimob Jambi. Umam melihat langsung betapa Yosua mampu mengontrol emosi saat sedang berselisih dengan rekannya.
“Keduanya saling memegang kerah baju dan akan saling tinju, namun Yosua kemudian melepaskan kerah baju temannya dan tertawa sehingga perkelahian tidak terjadi,” kata Umam dalam laporan itu.
Orang tua Brigadir Yosua Samuel Hutabarat (kanan) dan Rosti Simanjuntak (kiri) serta adik Bripda Reza Hutabarat (tengah) menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan Brigadir Yosua di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (25/10/2022). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Mahareza Rizky, adik kandung Yosua, juga bercerita Yosua jarang marah. Kalaupun Yosua marah, itu karena Reza memang salah. Saat marah, Yosua meninggikan suaranya, lalu terdiam dan perlahan tenang. Setelahnya, ia bicara baik-baik dengan Reza.
Yosua pun digambarkan sebagai sosok yang terbuka, terutama mengenai kisah asmaranya dengan Vera, seorang bidan di Kabupaten Merangin, Jambi. Selain itu, 6 dari 11 informan di Jambi menceritakan bahwa Yosua merupakan orang yang gigih, bertanggung jawab, dan kompeten.
Ada banyak hal baik lain dari Yosua. Ia dianggap setia dengan perempuan, tak pernah membanggakan diri sebagai anggota Brimob, hormat kepada senior, setia kawan, sopan, dan tak mau melanggar aturan.
Foto alm. Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Foto: kumparan
Gaya hidup Yosua pun dikenal sederhana meski ia telah menjadi anggota Brimob dan ajudan jenderal polisi. Hal itu diutarakan ayah kandungnya, Samuel Hutabarat.
Saat Yosua ditanya ibunya mengapa tak membanggakan diri sebagai anggota Brimob seperti kawan-kawannya, Yosua menurut Samuel hanya menjawab singkat, “Ah, ngapainlah Mak di [Kampung Sungai] Bahar gitu-gituan.”
Menurut sebagian keluarganya, Yosua juga tak pernah terlihat merokok atau minum minuman keras. Walau begitu, salah satu rekan Yosua di Polda Jambi mengatakan bahwa Yosua pergi ke tempat hiburan malam saat malam Minggu dan minum minuman beralkohol meski tak berlebihan. Menurutnya, Yosua minum-minum di waktu tertentu, misalnya saat ulang tahun teman.
“Pada pagi harinya [setelah ke tempat hiburan malam] Yosua tetap mengajak rekannya pergi ke gereja untuk beribadah,” kata kolega Yosua itu.

Temperamental dan Tak Sopan di Jakarta

Gambaran mengenai sosok Yosua di Jambi itu sebagian selaras dengan cerita para ajudan Sambo lainnya. Misalnya soal kecakapan Yosua menjadi aide de camp.
Ricky Rizal menilai Yosua punya banyak ide dan inisiatif. Sementara Daden Miftahul Haq menyebut Yosua bagus dalam pembukuan keuangan, berusaha bekerja dengan sempurna (perfeksionis), dan selalu berpenampilan rapi saat mengawal Putri.
“Yosua juga tidak pernah mau ambil libur dengan alasan menjaga Putri ketika melakukan kegiatan,” kata Daden dalam resume pemeriksaannya. Daden adalah satu-satunya ajudan Sambo yang menyebut Yosua sebagai sahabatnya.
Saat Daden hendak menikah, Yosua bahkan meminjamkan uang Rp 20 juta sebagai pegangan baginya. Daden langsung mengembalikan uang itu usai menikah.
Keluarga Brigadir Yosua menunjukkan foto kedekatan dengan Irjen Ferdy Sambo. Foto: Facebook/Rohani Simanjuntak
Meski begitu, temuan psikologi forensik mengenai Yosua di Jakarta sebagian besar justru bertentangan dengan profil Yosua di Jambi. Corak perilaku yang paling banyak muncul dari sosok Yosua di Jakarta ialah tentang sifat tertutupnya. Hal ini setidaknya dituturkan oleh 6 dari 8 ajudan dan sopir Ferdy.
Richard Eliezer misalnya tak pernah mendengar Yosua bercerita mengenai kehidupan pribadinya, baik keluarga maupun kekasihnya. Sifat Yosua ini, menurut Richard, berbeda dengan Daden dan Matius yang terbuka.
Daden yang pernah satu kos dengan Yosua menyebut bahwa Yosua memang tak bisa cerita soal urusan pribadi ke banyak orang. Pun begitu, mayoritas ajudan lebih mengingat soal sikap negatif Yosua ketika bersinggungan dengan mereka.
Bagi mereka, Yosua terlihat tinggi hati alias sombong. Dia tidak suka ditegur di depan banyak orang. Kuat Ma’ruf bahkan menyebut Yosua songong alias tak tahu adat, bahkan keterlaluan ketika bercanda. Ma’ruf ingat, saat ia sedang berpuasa pada bulan Ramadan 2022, Yosua malah mengajaknya berbuka dengan daging babi.
Terdakwa Kuat Ma'ruf bersiap menjalani sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (26/10/2022). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Yosua juga terlihat sering marah di hadapan rekan-rekan sesama ajudannya. Ia bahkan dikenal sebagai ajudan Sambo yang paling temperamental. Ini berbeda 180 derajat dengan sosok Yosua yang ramah dan menyenangkan di mata para koleganya di Jambi.
Richard dan Ricky kerap melihat Yosua menendang kursi kosong ketika emosi. Sementara Kuat menyebut Yosua kadang membanting pintu dengan keras saat sedang marah. Lima dari 8 rekan Yosua menilai Yosua mudah tersulut emosinya.
Pada statistik yang sama, Yosua dianggap paling dekat dengan Putri Candrawathi. Rekan-rekannya mengatakan bahwa Yosua percaya diri soal urusan Putri. Yosua sangat paham mengenai hal-hal yang diinginkan Putri.
Ricky Rizal membandingkan perbedaan sikapnya dengan Yosua terkait Putri. Sementara Ricky selalu meminta petunjuk Putri mengenai rencananya yang bersinggungan dengan Putri, Yosua sebaliknya.
“Yosua selalu mengatakan bahwa Putri pasti menyukai hal tertentu tanpa terlebih dahulu bertanya kepada Putri,” kata Ricky seperti tertulis dalam resume pemeriksaannya.
Ferdy Sambo bersama Putri Candrawathi saat rekonstruksi pembunuhan Brigadir Yosua di rumah dinasnya, di Jalan Duren Tiga Barat, Jakarta Selatan, Selasa (30/8/2022). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Di sisi lain, sebanyak 4 dari 8 rekan Yosua sesama ajudan Sambo bercerita bahwa Yosua tak memiliki rasa hormat kepada Putri dan Sambo. Suatu waktu, ketika Putri menyuruh Yosua diperiksa dokter keluarga, misalnya, Yosua enggan diperiksa dan malah mengunci pintu kamar ajudan agar dokter tak bisa masuk.
Yosua juga digambarkan sebagai sosok yang tak sopan. Ia tak sungkan mengenakan celana pendek saat berada di sekitar Putri dan Sambo, berani menunda perintah yang diberikan Putri, bahkan kerap tak menyambut kedatangan Sambo saat tiba ke rumah.
Damianus alias Damson, salah satu ajudan Sambo, bercerita bahwa sementara ajudan lain berdiri dengan sikap hormat saat Sambo berangkat kerja dari rumah, Yosua justru masuk ke dalam pos sambil mengangkat kaki, seolah-olah tidak menghargai Sambo.
Ajudan lain, Adzan Romer, suatu ketika bahkan pernah melihat Yosua membidik senjata ke foto Sambo. Saat itu Romer dan Yosua sedang mengecek dan mempersiapkan senjata. Melihat tingkah Yosua, Romer menegurnya agar tak mengarahkan senjata ke foto Sambo. Yosua menjawab santai, “Saya tahu, Bang. Dulu saya kan Gegana.”
Cerita serupa dikatakan seorang sumber kumparan pada 23 Juli. Menurut sumber itu, Yosua biasa menjadikan foto Sambo sebagai sasaran tembak saat berlatih menembak dengan kawan satu letingnya.
Terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua, Ferdy Sambo, menuju ruang sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (20/10/2022). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Rekan-rekan Yosua sesama ADC Sambo sependapat bahwa sikap Yosua berubah semenjak dipercaya sebagai karumga keluarga Sambo sekaligus ditugasi menjadi ajudan melekat ke Putri.
Daden, misalnya, melihat sikap Yosua mulai berubah enam bulan terakhir, sejak ia menjadi ADC Putri. Pacar Yosua, Vera, juga mulai mengendus perubahan sikap Yosua 3–4 bulan terakhir. Menurut Vera, Yosua jadi jarang berkabar dengannya.
Perilaku Yosua juga dianggap janggal sejak menjadi karumga. Menurut Damson, Yosua kerap masuk rumah dengan memakai sandal, sementara ajudan lain melepas alas kaki seperti kebiasaan yang berlaku di rumah Sambo.
Yosua juga disebut sering mengenakan sepatu dan baju mahal. Gara-gara gaya berpakaian inilah Richard mengira Yosua anak orang kaya yang punya selera tinggi. Soal ini, Yosua pernah berkata kepada Richard dan Sadam agar berpenampilan sesuai pekerjaan sebagai ADC Kadiv Propam.
Keluarga Brigadir Yosua menunjukkan foto kedekatan dengan Irjen Ferdy Sambo. Foto: Facebook/Rohani Simanjuntak
Daden mengatakan, Yosua juga ingin seperti Sambo. Mulai dari mengganti gaya bicara dari ‘lu-gue’ menjadi ‘kau’ untuk menyapa orang, sampai Yosua ingin memakai dompet bermerek, minyak rambut, pakaian, hingga celana dalam seperti milik Ferdy Sambo.
Tak ada rekan kerja di Jakarta yang menyinggung aktivitas religius Yosua di gereja sebagaimana yang kerap muncul dari informan di Jambi. Yang ada, Yosua justru digambarkan sebagai seorang yang kerap pergi ke tempat hiburan malam seperti Holywings dan Brexit.
Daden bercerita setiap lepas dinas, Yosua selalu meminum alkohol. Menurut Daden, Yosua juga bertemu dengan beberapa perempuan berbeda setiap Sambo ke luar kota.
Dalam laporan psikologi forensik tersebut, Daden adalah satu-satunya ADC sekaligus kawan karib Yosua yang berpendapat bahwa Yosua merupakan individu yang mampu melakukan pelecehan seksual lantaran sikapnya yang terlalu percaya diri.
Kelakuan Yosua yang disebut suka pergi ke diskotek, minum alkohol, dan bertemu teman perempuan saat Sambo keluar kota juga diungkap Damson dalam sebuah video yang beredar di media sosial. Ketika kumparan menunjukkan video tersebut ke pengacara keluarga Yosua, Nelson Simanjuntak, ia lalu mengirimkan video tersebut ke keluarga Samuel Hutabarat dan Mahareza Rizky.
“Hoaks,” kata Samuel menanggapi video tersebut ke pengacaranya.
Selain berbagai sikap tadi, Yosua juga digambarkan oleh rekan-rekannya punya laku minus lain seperti suka bicara kasar, mendominasi orang lain, berani ke senior, inkonsisten, merasa jadi ADC paling istimewa, dan tak suka rekan kerjanya terlalu banyak bertanya.
Apa kata pihak keluarga Yosua?
Pandangan negatif Yosua di mata para ajudan Sambo dinilai sebagai upaya untuk membangun citra buruk Yosua di publik. Namun, ia meyakini upaya itu tak akan membuat hakim mengurangi hukuman Sambo dan Putri.
“[Video] ini enggak jelas, karena ada permainan hukum. Hukuman mati ini [skenarionya] mau diubah-ubah jadi hukuman biasa. Paham? Jadi kalau sasaran yang sudah meninggal [dituding] pemerkosa, [maka] dosa berlipat kemari [pihak Yosua] kan?” terang Nelson pada kumparan.
Pengacara Keluarga Brigadir Yosua, Nelson Simanjuntak. Foto: Muthia Firdaus/kumparan
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang sempat memeriksa Putri sebagai terduga korban pelecehan seksual justru skeptis pada citra buruk Yosua dalam pemeriksaan psikologi forensik. Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi, menilai cukup aneh jika Sambo tetap mempertahankan posisi Yosua sebagai ajudan jika persepsi terhadapnya buruk di mata ajudan lain.
“Yang tahu situasi atau karakter buruk itu siapa? Oke misalnya ajudan. Bagaimana dengan Ibu PC? Kalau persepsi PC terhadap karakter Yosua sama seperti para ajudan, kok bisa, ya, yang begini dipertahankan?” terang Edwin kepada kumparan, Kamis (27/10).
Edwin mengaku belum melihat analisis psikologi forensik yang menangkap perubahan sikap Yosua tersebut. Tetapi Edwin berpendapat yang mengetahui alasan kenapa Yosua tetap dipertahankan menjadi ADC meski perilakunya buruk hanyalah Putri.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu saat ditemui di Kantornya, Ciracas, Jaktim, Senin (31/1/2022). Foto: Abdul Latif/kumparan
Di sisi lain, kumparan tak melihat adanya keterangan Putri yang menampilkan mengenai perilaku Yosua secara khusus di dalam laporan psikologi forensik. Komplain Putri mengenai Yosua hanya disampaikan oleh Ricky saat diminta Putri untuk menyampaikan kepada Yosua agar berperilaku sepantasnya sebagai ajudan.
Selebihnya, Putri hanya menggambarkan Yosua berperilaku “bejat” dan “jahat” karena sudah melakukan pelecehan seksual terhadapnya di tanggal 7 bulan 7, bertepatan dengan tanggal pernikahannya.
Adapun sumber kumparan di lingkaran kasus Sambo menilai pemeriksaan psikologi forensik belum tentu menggambarkan perilaku yang sebenarnya. Sebab para pihak yang dimintai keterangan bisa ‘dikondisikan’ untuk memberikan pernyataan yang bias.

Bagaimana Psikologi Forensik Menggambarkan Orang Meninggal?

Yosua tak lagi bisa bicara, tapi perilakunya bisa terbaca dari pengakuan kerabat dan rekan kerjanya. Dalam analisis psikologi forensik Yosua, terdapat perubahan perilaku dan kebiasaan Yosua. Brigadir Polisi itu dicitrakan sebagai sosok yang baik di Jambi, namun berubah negatif ketika menjadi ajudan Sambo.
“Perbedaan perilaku Yosua dapat terjadi karena jabatannya sebagai Karumga yang memiliki tanggung jawab dan peran tertentu yang dilakukan secara terus menerus dan berulang-ulang,” tulis analisis psikologi forensik Yosua.
Hasil analisis psikologi forensik yang diteken Reni Kusumowardhani tersebut menggunakan teori kebiasaan dan perubahan perilaku menurut Bas Verplanken dan Sheina Orbell (2019).
kumparan mengkonfirmasi Reni mengenai hasil analisis psikologi forensik yang ia tanda tangani. Namun ia menolak membicarakannya lantaran berkaitan dengan kode etik sebagai psikolog.
“Saya tidak berhak menyampaikan hasil pemeriksaan karena pro justitia,” kata Reni saat dihubungi, Selasa (25/10), seraya menyatakan hanya bisa menyampaikan substansi laporan psikologi forensik jika bersaksi sebagai ahli di persidangan.
Ahli Psikologi Forensik UGM, Prof Koentjoro Foto: Dok. Humas UGM
Berbicara dalam konteks umum psikologi forensik, Guru Besar Psikologi UGM, Prof. Koentjoro, mengatakan peran psikologi forensik dalam peristiwa pidana adalah mengaudit perilaku mereka yang terlibat dalam peristiwa itu.
Koentjoro menjelaskan bahwa manusia umumnya memiliki tiga motif dalam melakukan tindakan sosial, yakni pencapaian (achievement), kekuasaan (power), dan keinginan dekat dengan orang lain (affiliation). Motif itu pula yang bisa mendasari seseorang melakukan tindak pidana.
Di samping itu, Koentjoro menyebut berdasarkan teori Kurt Lewin, seseorang bisa berubah perilaku atau kebiasaannya tak lepas dari faktor kepribadian dan lingkungan.
Meski demikian, menurut Koentjoro, dalam psikologi forensik seseorang yang sudah meninggal tidak bisa digambarkan secara detail. Temuan profil tersebut hanya bisa dipaparkan kebiasaan apa yang dilakukan seseorang semasa hidup.
“Tetapi jangan judging, karena [temuannya] tidak bisa [di]-rechecking [kepada orang yang sudah meninggal],” kata Dewan Pakar/Penasehat Apsifor itu.
Psikolog Kasandra Putranto. Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
Secara terpisah, psikolog forensik A. Kasandra Putranto menyebut bahwa orang meninggal dapat dibangun profilnya dengan yang metode yang disebut otopsi psikologi. Caranya dengan mengumpulkan berbagai macam data dari sejumlah metode. Setiap informasi yang didapat kemudian diuji konsistensi dan kebenarannya.
“Ada tes, wawancara, dari keterangan saksi keluarga. Bisa juga data kolateral, dari riwayat hidup, prestasi yang pernah dicapai, dari medsos, dan semua sumber informasi yang bisa digali,” terang Kasandra yang merupakan salah satu anggota tim pemeriksa psikologi forensik kasus pembunuhan Yosua, Jumat (28/10).
Kasandra mencontohkan dalam setiap kesimpulan psikologi forensik, pengukuran mengenai malingering–indikasi seseorang menampilkan sesuatu yang bukan sebenarnya–wajib ada.
Proses pembuktian malingering menurut Kasandra bukanlah hal yang sederhana. Setidaknya ada tiga metode untuk mengeceknya yakni (1) adakah inkonsistensi antara kata-kata yang diungkap dengan sikap tubuh seseorang?; (2) kroscek melalui saksi lain; (3) dan menggunakan alat seperti lie detector dan sebaiknya dilakukan dengan lebih dari satu alat.
“Jika ditemukan malingering, tentu hasil apa pun itu jadi tidak bisa diterima karena ada keberbohongan, dugaan, dan indikasi bahwa pernyataan tersebut tak sesuai kenyataan,” kata Kasandra.
Selain itu, proses pembuatan kesimpulan analisis psikologi forensik juga melibatkan diskusi yang alot. Normalnya, pemeriksaan psikologi forensik dilakukan lebih dari satu orang supaya mengurangi subjektivitas pemeriksa.
“Dalam proses pembuatan sebuah laporan itu, apalagi kalau ternyata melibatkan cukup banyak pemeriksa, ya tentu pasti akan ada mungkin ketidaksepakatan, mungkin ada pertentangan bisa jadi,” tutur Kasandra.
Meski demikian, Koentjoro dan Kasandra sepakat bahwa psikolog forensik harus menjaga kode etik, bersifat imparsial, dan berpihak kepada keadilan.
“[Psikologi forensik] alat untuk mencapai kebenaran dan membuat terang sebuah perkara, jadi supaya lebih terang, apa pun motifnya, apa pun hasilnya,” tutup Kasandra.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten