Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Keduanya yakni mantan Direktur Utama PT DI, Budi Santoso, dan asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PT DI, Irzal Rinaldi Zailani.
Adapun kontrak perjanjian fiktif itu dilakukan mitra penjualan dengan memasarkannya kepada sejumlah pihak. Yakni Badan SAR Nasional (Basarnas), Kementerian Pertahanan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Kepolisian Udara, Pusat Penerbangan Angkatan Darat (Puspenerbad), Pusat Penerbangan Angkatan Laut (Puspenerbal), dan Sekretariat Negara.
Perbuatan keduanya dinilai telah merugikan keuangan negara senilai ratusan miliar rupiah.
"Mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 202.196.497.761 dan USD 8.650.945 sebagaimana Laporan hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan dalam rangka Perhitungan Kerugian Keuangan Negara atas Kegiatan Penjualan dan Pemasaran Tahun 2006 sampai dengan Tahun 2018 pada PT. Dirgantara Indonesia (Persero) dan Instansi terkait lainnya," ujar jaksa penuntut umum KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor Bandung pada Senin (2/11).
Jaksa KPK menyatakan, Irzal sepanjang 2008-2016 telah menandatangani 46 berita acara negosiasi penjualan produk dan jasa terhadap beberapa perusahaan mitra penjualan yang ditunjuk secara langsung.
ADVERTISEMENT
"Padahal sebenarnya tidak terdapat proses negosiasi dengan pihak perusahaan mitra penjualan," ujar jaksa.
Jaksa menyebut Budi Santoso mengetahui negosiasi fiktif itu. Meski demikian, Budi Santoso tetap membuat surat kuasa kepada Budiman Saleh selaku Direktur Aerostructure, Budi Wuraskito selaku Direktur Aircraft Integration, Eddy Gunawan, serta Muhammad Fikri untuk menjadi pihak yang mewakili PT DI.
Mereka diminta menandatangani kontrak mitra penjualan dengan PT Angkasa Mitra Karya (PT AMK), PT Bumiloka Tegar Perkasa (PT BTP), PT Abadi Sentosa Perkasa (PT ASP), PT Penta Mitra Abadi (PT PMA), PT Niaga Putra Bangsa (PT NPB), serta PT Selaras Bangun Usaha (PT SBU).
Budi Santoso juga memberikan persetujuan kepada Eddy untuk menandatangani perjanjian dengan mitra penjualan walaupun perusahaan mitra penjualan tidak melakukan pekerjaannya.
ADVERTISEMENT
"Walaupun perusahaan mitra penjualan tidak melakukan pekerjaan sebagai mitra penjualan (fiktif), atas sepengetahuan dari terdakwa I (Budi Santoso), PT DI tetap melakukan pembayaran sebesar Rp 205.363.034.675 dan USD 8.650.945 (kepada para perusahaan mitra penjualan)" kata jaksa.
Dari nominal tersebut, para perusahaan mitra penjualan membayar biaya-biaya dan pajak serta mengembalikan (cashback) ke PT DI senilai Rp 238.048.177.771.
Cashback itu sesuai kesepakatan kedua terdakwa bersama Budi Wuraskito, Budiman Saleh, dan Arie Wibowo selaku Kepala Divisi Pemasaran dan Penjualan dengan Didi Laksamana selaku Dirut PT ASP dan penerima manfaat sekaligus penerima manfaat PT AMK, PT BTP, PT PMA, dan PT NPB serta Ferry Santosa selaku Direktur PT SBU.
Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 217.888.119.330 diterima kembali oleh PT DI. Kemudian Budi Santoso menyetujui penggunaan dana itu untuk membiayai pengeluaran guna memenuhi permintaan Dana Khusus untuk konsumen pemberi kerja PT DI (end user/customer) sebesar Rp 178.985.916.502.
ADVERTISEMENT
Hal itu sesuai kesepakatan antara Irzal dan Arie Wibowo dengan pihak pemberi kerja (end user) sebagai fee atas dipilihnya produk dan layanan perawatan yang dilakukan oleh PT DI sebagaimana kontrak Induk antara PT DI dengan Basarnas, Kementerian Pertahanan, BPPT, Kepolisian Udara, Puspenerbad, Puspenerbal, dan Setneg pada 2008-2016.
Selain untuk pihak pemberi kerja, dana khusus yang berasal dari cashback atas persetujuan Budi Santoso juga diberikan kepada pihak internal PT DI. Berikut daftar pihak internal PT DI yang diduga menerima aliran dana:
Tak hanya itu, perbuatan keduanya turut memperkaya korporasi yaitu perusahaan mitra penjualan sebesar Rp 82.439.070.247.
ADVERTISEMENT
Akibat perbuatan para terdakwa secara bersama-sama telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 202.196.497.761 dan USD 8.650.945 atau setara 127.585.867.049 (kurs Rp 14.784). Sehingga bila dijumlahkan, kerugian negara mencapai Rp 329.782.364.810.
Atas perbuatan tersebut, Budi Santoso dan Irzal didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.