Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.1
Dua Koordinator Beras Miskin di Gowa Ditangkap Polisi Karena Korupsi
31 Juli 2018 4:43 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Polres Gowa menangkap FE (32) dan DSS (52) setelah diduga menyelewengkan penyaluran beras miskin (raskin) dan bantuan sosial beras sejahtera (bansos rastra) di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan tahun anggaran 2017/2018.
ADVERTISEMENT
Kapolres Gowa AKBP Shinto Silitonga mengatakan kedua tersangka menjual raskin tersebut kepada sentra-sentra atau gudang yang ada wilayah Gowa. Padahal raskin tersebut seharusnya diberikan kepada rakyat miskin yang telah terdata.
“Jadi, lebih dari 250 ton raskin atau rastra telah diselewengkan sejak bulan Oktober 2017 hingga bulan April 2018,” ujar Shinto kepada kumparan, Senin (30/7).
Shinto mengatakan, penyelewengan tersebut awalnya diketahui polisi setelah mendapat laporan dari masyarakat. Dari hasil penyelidikan, ditemukan dokumen yang tidak sesuai fakta di lapangan serta keluhan-keluhan masyarakat.
“Penyelidikan ini dilakukan selama dua bulan, kita kumpulkan keterangan dari warga juga,” ujar Shinto.
Dari pemeriksaan polisi, kedua tersangka telah mengakui perbuatannya. Shinto mengungkapkan modus yang dilakukan tersangka yakni memberikan beras yang kondisinya buruk pada warga.
ADVERTISEMENT
“Pihak desa tidak menerima dengan alasan beras dalam kualitas buruk sehingga yang seharusnya beras tersebut dikembalikan ke Bulog, tetapi pelaku tidak melakukan hal tersebut,” tandasnya.
Kedua tersangka saat ini mendekam di Mapolres Gowa. Keduanya dijerat Pasal 3 Undang-undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan atau Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 5 UU RI No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
“Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara,” tutup Shinto.